Mohon tunggu...
Maulida Husnia Z.
Maulida Husnia Z. Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswi

Belajar menulis kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Galeri Ponsel Jadi Menarik Setelah Berkunjung ke Jodipan

21 Januari 2018   19:08 Diperbarui: 21 Januari 2018   19:13 844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kampung Tridi (3D) Malang atau yang akrab disapa Jodipan, merupakan objek wisata yang cukup populer sejak kemunculannya di tahun 2016. Sebelum disulap seperti sekarang, awalnya kampung ini terlihat seperti kampung pada umumnya, bahkan bisa dibilang cukup kumuh.

Dahulu, kampung ini terlihat kusam dan lawas dengan cat dinding putih yang pudar disana sini, lengkap dengan lumutnya yang menempel. Warganya pun kerap kali membuang sampah disungai sehingga membuat sungai tercemar. Namun sekarang, kampung ini sudah dikemas apik sebagai destinasi Kota Malang yang setiap harinya tidak pernah sepi pengunjung.

Kampung Wisata Jodipan terdiri dari 2 kampung, keduanya dipisahkan oleh sungai keruh yang sepertinya tidak dangkal. Sebenarnya kedua kampung itu sama-sama dicat full colour, namun tetap ada yang membedakan diantara keduanya sesuai dengan kreatifitasnya masing-masing. 

Sehingga kalau ingin mengunjungi kampung yang satunya harus kembali lagi menuju gerbang kampung di dekat jalan raya, karena tidak ada jembatan yang menghubungkan dua kampung tersebut. Tapi baru-baru ini, telah dibangun jembatan kaca yang memudahkan wisatawan mengunjungi antar kampung.

Pertama kali masuk gerbang, saya dan teman saya bingung menemukan loket tempat karcis (maklum, ini kunjungan yang pertama kali bagi kami berdua). Lalu ada ibu-ibu yang tampak seperti menjual souvenir gantungan kunci, melambaikan tangannya pada kami. Saya pikir mau promosi, eh ternyata tiket masuknya adalah dengan membeli gantungan kunci dari kain flanel seharga dua ribu lima ratus rupiah itu. Gantungan kunci ini sama dengan tiket untuk satu orang, dan tidak boleh hilang selama kami berada disana. Cukup unik ya?.

Selanjutnya kami mulai menelusuri kampung. Ternyata kampung ini pada hakikatnya adalah kampung biasa dengan penduduk biasa yang juga melakukan aktivitasnya sehari-hari. Selama kami berjalan, banyak warga yang duduk santai di depan rumahnya, serta bercengkrama dengan tetangga.

Pokoknya segala yang terlihat mata seperti dinding rumah, tangga, jalanan, bahkan tembok di gang-gang sempit di jodipan tidak ada yang tidak berwarna, semuanya serba warna-warni. Dinding-dinding rumah juga dilukis dengan sedemikian rupa membentuk suatu gambar 3D tempat wisatawan bisa mampir untuk berfoto. Lalu ada hiasan seperti bunga-bunga plastik, payung, dan lain lain untuk memperindah kampung.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Selesai berkeliling di kampung pertama, kami pun berniat menuju jembatan kaca untuk menyeberang sungai. Oiya, kenapa dinamakan jembatan kaca? Karena sama seperti namanya, bagian bawah dan samping jembatan ini terbuat dari kaca bening. Selanjutnya kami menelusuri gang sempit dan bertanya sana-sini untuk menemukan letak jembatan kaca.

Tak lama kemudian, akhirnya kami menemukan jembatan kaca yang ramai dibicarakan orang-orang. Seperti yang saya jelaskan di atas, jembatan kaca berwarna kuning ini menghubungkan kampung satu dengan yang lain. Dan perlu diingat, bahwa jembatan ini hanya bisa dinaiki oleh 50 orang demi keselamatan pengunjung.

Jembatan ini tentu tidak luput menjadi objek foto para wisatawan. Kami juga tidak ingin cepat-cepat menyeberang supaya bisa berfoto-foto diatas sana.

dokpri
dokpri
Setelah dirasa cukup, kami pun turun menuju kampung kedua. Dibawah jembatan yang kami lewati tadi, ternyata kita diharuskan membayar karcis masuk ke kampung yang satunya. Kali ini tarifnya sebesar dua ribu rupiah untuk satu orang.

Kampung yang kedua ini ternyata tidak sepadat kampung yang pertama (menurut saya). Halaman depan rumah warga sedikit lebih luas dari yang tadi. Dikampung ini juga lebih banyak pedagang makanan maupun penjual souvenir dan accesories. Dan kemudian kami mengeksplor kampung ini dan tak lupa berfoto-foto disana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun