Mohon tunggu...
Maulida Husnia Z.
Maulida Husnia Z. Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswi

Belajar menulis kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Niatnya Membantu, tapi Malah Menyesatkan

23 Oktober 2017   07:38 Diperbarui: 25 Oktober 2017   07:32 1498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gepeng, sekiranya begitulah mereka disapa. Sebutan gepeng merupakan singkatan dari "gelandangan dan pengamen", yakni mereka yang kita tahu dari layar kaca selalu hidup sengsara dipinggiran kota dan menjadikan langit sebagai atap rumahnya. Namun jangan salah, gepeng tidaklah acap identik dengan hal yang demikian. Seperti yang kita tahu, kerap beredar dalam surat kabar maupun berita di televisi bahwa banyak gepeng yang ditangkap oleh pihak berwajib karena ketahuan memiliki penghasilan yang fantastis karena kelihaiannya memanfaatkan belas kasih orang lain.

Seperti saya ketahui baru-baru ini di Medan, seorang pengemis yang berpura-pura buta telah diamankan petugas ketika operasi penertiban gelandangan dan pengemis. Tak disangka bahwa pengemis pura-pura itu bisa menerima hingga Rp 520 ribu dalam seharinya, padahal 'jam kerjanya' hanya berkisar pukul 10.00 pagi hingga 16.00  sore saja. Lalu jika dihitung, kira-kira si pengemis tersebut bisa menghasilkan uang sekitar Rp 15 juta dalam sebulannya. Jumlah yang sangat fantastis untuk orang yang hanya menengadahkan tangan bukan?

Berita diatas hanya satu dari sekian banyak kasus yang serupa. Bukannya berusaha mencari pekerjaan yang layak, tapi mereka malah mengemis, mengamen, dan sejenisnya, padahal usia masih muda dan fisik masih kuat. Coba bandingkan dengan nenek-nenek penjual makanan di pasar tradisional, atau kakek-kakek yang bahkan disaat usia senjanya masih bersemangat mengayuh becaknya, kesana-kemari mencari penumpang yang sudi ia antarkan.

Dalam situasi seperti ini, sebenarnya bisa saja kita tinggal mengeluarkan dompet lalu menyisihkan sebagian kecil uang kita untuk mereka, namun coba kita renungkan apakah tindakan tersebut sudah tepat? Sejatinya, justru uluran tangan dan niat untuk membantu kita dapat menjerumuskan mereka dalam pola pikir yang salah. Mereka akan merasa nyaman dengan profesi tersebut, dan tidak akan keluar dari zona nyamannya. 

Mereka akan berasumsi "Eh, enak ya bekerja seperti ini. Udah nggak capek, dapat banyak uang lagi." Nah, padahal disisi lain banyak orang yang bahkan mati-matian mengejar gelar sarjana, berpikir keras bagaimana mengembangkan bisnisnya, ataupun mencangkul di sawah sampai peluhnya sebesar biji jagung.

Hakikatnya, membantu sesama memanglah berpahala, namun kita juga harus mengerti situasi dan kondisi. Janganlah terburu-buru menggunakan perasaan dalam menghadapi gepeng, tapi coba pikirkan sejenak dampak yang akan kita ditimbulkan. Meminta-minta dan mengemis itu akan jadi kebiasaan buruk yang susah dihilangkan, mereka hanya akan mengharap belas kasih orang lain tanpa mau bekerja keras. Pada akhirnya, rasa malas lah yang akan tertanam pada diri mereka.

Semoga bermanfaat :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun