Mohon tunggu...
A Dudi Krisnadi
A Dudi Krisnadi Mohon Tunggu... lainnya -

Pengembara yang tengah belajar untuk dapat merasakan apa yang mereka katakan, dan mengatakan apa yang mereka rasakan.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Perubahan Iklim dan Pewarisan Kemiskinan di Desa Hutan

11 Mei 2011   10:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:50 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Berbagai pergeseran serupa juga sudah dirasakan di pulau Jawa. Pola-pola ini berpeluang untuk berlanjut. Di masa akan datang, sebagian wilayah Indonesia, terutama wilayah yang terletak di sebelah selatan katulistiwa, dapat mengalami musim kemarau yang lebih panjang dan musim hujan yang lebih pendek tetapi dengan curah yang lebih tinggi dengan tipe perubahan berpola. Di samping itu, iklim juga kemungkinan akan menjadi makin berubah-ubah,dengan makin seringnya curah hujan yang tidak menentu. Suhu yang lebih tinggi juga dapat mengeringkan tanah, mengurangi sumber air tanah, mendegradasi lahan, dan dalam beberapa kasus dapat mengakibatkan penggurunan.

Perubahan iklim akan mempengaruhi hasil panen yang kemungkinan besar akan berkurang disebabkan oleh semakin keringnya lahan akibat musim kemarau yang lebih panjang. Pada skala yang ekstrem, berkurangnya hasil panen dapat mengancam ketahanan pangan. Selain itu, kebutuhan irigasi pertanian juga akan semakin meningkat namun disaat yang sama terjadi kekurangan air bersih karena mencairnya es di kutub yang menyebabkan berkurangnya cadangan air bersih dunia. Hal ini dapat berujung pada kegagalan panen berkepanjangan yang juga menyebabkan pasokan pangan menjadi sangat tidak pasti.

Dampak perubahan iklim memang tengah terjadi dan dirasakah oleh masyarakat dunia. Masalahnya, dampak itu tidak dibagi secara merata. Rakyat miskin dan negara-negara miskin paling menderita karena rendahnya daya adaptasi dan ketergantungan hidup mereka pada sumber daya alam yang rentan perubahan iklim. Petani dan nelayan, termasuk dua pihak yang paling menderita. Perubahan iklim menimbulkan periode musim hujan dan musim kemarau semakin kacau, ketegangan konsumsi air untuk pertanian dan industri akan kian meningkat. Tidak hanya produksi pangan menurun, pada saat yang sama, petani akan jatuh miskin, tenaga kerja sektor pertanian menganggur, dan jumlah penganggur meningkat. Arus urbanisasi tidak terbendung lagi. Ini akan membiakkan kerawanan sosial dan masalah baru di kota. Yang paling mencemaskan adalah rapuhnya kedaulatan pangan, lalu kita bergantung pada pangan impor yang menguras devisa.

Pewarisan Kemiskinan di Desa Hutan

CIFOR menyebutkan, hutan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan dan masyarakat secara keseluruhan.  Menurut Bank Dunia, lebih dari satu milyar orang sangat tergantung pada hutan sebagai sumber kehidupan mereka.  Ratusan juta manusia juga bergantung pada bahan obat-obatan tradisional yang berasal dari tumbuhan hutan.

Di Indonesia, masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan, sebagian besar merupakan kelompok masyarakat miskin yang kehidupannya sangat tergantung pada aksesibilitasnya terhadap kawasan hutan.  Alur sepanjang batas hutan, khususnya di Jawa dan Madura, dikenal sebagai lumbung kemiskinan yang kemudian oleh sebagian orang dianggap sebagai ‘ancaman’ bagi kelestarian hutan disekitarnya.

Kemiskinan yang melingkupi masyarakat desa hutan nyaris menjadi suatu pemandangan umum sepanjang masa.  Pasalnya, kemiskinan ini kemudian ‘diwariskan’ pada generasi berikutnya karena ketidakberdayaan untuk merubah kesejahteraannya.  Kemiskinan itu menyebabkan sumberdaya manusia desa hutan, khususnya komunitas generasi muda, tidak memiliki bekal cukup untuk bersaing dengan komunitas lainnya.  Pendidikan dan kesehatan menjadi kendala umum sebagai akibat dari kecilnya pendapatan masyarakat desa hutan.  Padahal pada satu sisi, kondisi geografis tempat tinggalnya menyebabkan masyarakat desa hutan harus menanggung biaya hidup yang lebih tinggi, harga sembilan bahan pokok menjadi lebih mahal karena faktor transportasi.

Pola pewarisan kemiskinan tersebut akan semakin menguat dan langgeng dengan adanya ancaman perubahan iklim.  Pasalnya, semua dampak dari perubahan iklim tersebut akan semakin memberatkan kehidupan masyarakat desa hutan.  Menurunnya pendapatan keluarga tani karena usaha taninya merugi, akan diikuti oleh menurunnya daya beli dan kemampuan memenuhi kebutuhan hidup minimum lainnya seperti pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan, yang berujung pada menurunnya kualitas hidup dan tingkat kesejahteraannya. Termasuk, tidak mampu mewariskan kehidupan yang lebih baik bagi generasi berikutnya.

Berdasarkan data Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan (2009), di Jawa dan Madura terdapat 4.614 desa hutan (18,54 % dari seluruh desa yang ada di P Jawa Madura minus DKI Jakarta). Sebanyak 366 desa berada di dalam kawasan hutan dan 4.248 desa yang berbatasan langsung dengan hutan (Kementrian kehutanan menyebutnya berada di tepi kawasan hutan).   Sebesar 12,61 persen jumlah penduduk Jawa Madura (12,81 persen jumlah KK), tinggal di desa hutan dengan menempati areal seluas 4.186.892 hektar.

Data yang dikeluarkan oleh Kementrian Kehutanan RI tersebut menyebutkan, 99,45 persen  desa hutan yang berada di dalam kawasan hutan dan 97,08 persen desa hutan yang berada di tepi kawasan hutan, sumber penghasilan utama masyarakatnya adalah pertanian.  Dan, 90,66 persen dari usaha tani yang menjadi sumber pendapatan utama keluarganya itu merupakan usaha tani tanaman pangan.  Data ini dengan jelas menunjukan bahwa masyarakat desa hutan adalah petani gurem yang tidak memiliki lahan pertanian dan menggantungkan seluruh hidupnya dari usaha pertanian.   Sektor kehutanan sendiri hanya dijadikan sumber penghasilan utama oleh kurang dari 1 persen masyarakat desa hutan di Jawa dan Madura.

Data statistik itu pun dengan jelas memberikan gambaran betapa masyarakat desa hutan akan menjadi semakin miskin dan terancam kehidupannya, bila dugaan para pakar perubahan iklim benar adanya.  Lebih dari 90 persen masyarakat desa hutan di Jawa dan Madura ini tidak dapat lagi menggantungkan hidupnya dari pertanian.  Jika demikian, maka ancaman lainnya – yang semoga saja disadari oleh para pemangku kepentingan, khususnya pengelola hutan negara di Jawa dan Madura – akan semakin memperparah dampak perubahan iklim tersebut.  Ancaman semakin meluasnya deforestasi dan degradasi hutan di tingkat akar rumput, konflik tenurial dan pelanggaran hukum serta konflik-konflik lainnya yang terjadi karena dorongan pemenuhan kebutuhan hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun