Mohon tunggu...
A Dudi Krisnadi
A Dudi Krisnadi Mohon Tunggu... lainnya -

Pengembara yang tengah belajar untuk dapat merasakan apa yang mereka katakan, dan mengatakan apa yang mereka rasakan.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Moratorium Hutan Alam dan Pohon Menangis di Temboro

11 Mei 2011   11:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:50 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sepulang dari Pondok Al Fatah Temboro Magetan, saya mendapat nasehat yang sangat bijak dari Gus Amin, "Kang, pohon itu kalau ditebang menangis dan kalau tidak ditebang pun menangis". Hal tersebut, dibenarkan oleh para Gus, termasuk Gus Anshori, salah satu pimpinan pondok yang memiliki santri menetap lebih dari 11.000 orang, dan jaringan yang mendunia.  Saya menemukan relevansinya dengan tulisan Mas Transtoto Handadhari (http://m.kompas.com/news/cread/data/2011.02.28.04291882) atau http://cetak.kompas.com/read/2011/02/28/04291882/bunuh.diri.dengan.moratorium.hutan).

Bagi saya, senior sekaligus guru saya ini memperingatkan adanya ketidak-siapan instrumen lain untuk menerima kebijakan Moratorium Hutan.  Saya memahaminya sebagai Moratorium bisa berhasil dan bisa juga gagal.  Semua tergantung dari kesiapan instrumen lainnya yang dibutuhkan untuk mendukung keberhasilannya.

Pendapat saya pribadi, tidak bisa dipungkiri bahwa semakin jelas kalau bangsa kita ini tidak memperlakukan hutan sebagaimana mestinya. Hutan dan segala yang ada didalamnya diciptakan Tuhan dengan manfaat yang seimbang, namun yang terjadi adalah keserakahan manusia merusak keseimbangan itu. Pohon 'menangis' jika ditebang sebelum waktunya, baik illegal maupun legal. Memperpendek daur di hutan produksi adalah salah satunya, meski didukung oleh argumen (menurut akal terbatas manusia) dibenarkan (oleh manusia itu sendiri, yang belum tentu benar dimata Tuhan).

Sedangkan yang illegal (pencurian), sudah jelas membuat pohon dan jutaan manusia 'menangis' karena bencana. Inilah yang terjadi saat ini dan harus kita pertanggung-jawabkan. Pada kondisi ini, pohon 'menangis' karena manfaat (ekologi, penyerapan karbon), dihentikan secara paksa oleh manusia, sang khalifah bumi. Padahal belum memberikan manfaat (ekonomi, kayu) secara optimal sebagaimana yang telah diwajibkan Tuhan kepadanya.

Jika tidak ditebang pun pohon akan 'menangis' karena manfaat (kayu) yang ditetapkan Tuhan baginya tidak optimal digunakan manusia. Sementara kemanfaatan (ekologi?, penyerapan karbon) sudah tidak optimal lagi. Hal ini tentunya merupakan sebuah pembenaran pemanfaatan kayu dari pohon atas argumen kebenaran mutlak Tuhan. Namun yang terjadi adalah pasca penebangan pohon untuk diambil manfaat kayunya (atau mempertinggi daya serap karbon-nya), tidak diikuti oleh penanaman ulang yang baik.

Niat yang ada yang terjadi di lapangan, bukanlah seperti yang Mas Transtoto maksudkan, tetapi semata memang hanya ingin memenuhi nafsu serakah yang merusak keseimbangan alam. "Yang sesungguhnya mereka lakukan adalah mencuri kayu, karena mereka membersihkannya sebelum menanam. Tetapi kayu itulah yang sebenarnya mereka maui; hit and run ...." Willie Smits dalam Our Choice - Al Gore.

Disebutkan pula, data satelit yang dianalisis oleh World Resources Institute menunjukan bahwa lebih dari 60 % dari seluruh deforestasi di dunia sekarang, terjadi di negara Mato Grosso di Amazon dan di Propinsi Riau dan daerah sekitarnya di Indonesia, dimana hutan gambut berada. Laju Deforestasi dan degradasi hutan alam di Riau berlangsung sangat cepat (1982-2008, Riau kehilangan tutupan hutan alam seluas 4,1 Juta hektar).

Deforestasi di Indonesia sebagian besar merupakan akibat dari suatu sistem politik dan ekonomi yang korup, yang menganggap sumber daya alam, khususnya hutan, sebagai sumber pendapatan yang bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik dan keuntungan pribadi. (FWI/GFW, 2001. Keadaan Hutan Indonesia. Bogor, Indonesia).  Oleh sebab itulah, dalam konteks ini, Moratorium dapat dipandang sebagai Tindakan Menyeimbangkan kembali fungsi dasar hutan.

Jika semua berjalan sebagaimana peruntukan yang telah ditetapkan Tuhan, tentulah tidak akan menimbulkan 'bencana' seperti saat ini dan tidak perlu melakukan tindakan Moratorium Hutan. Oleh karena itu, diperlukan pikiran yang bijak dengan hati yang bersih. Sebesar apapun kemanfaatan ekonomi yang kita dapat dari hutan (kayu, 'konversi' kebun sawit, pulp, dll) dan terkonversi dalam bentuk kekayaan atau hasil pembangunan, semua akan tidak ada artinya manakala lenyap dengan sekejap oleh 'tangisan' pohon yang memprotes khalifahnya di bumi. Banyak sekali ayat dan hadist serta kisah para nabi, rosul, para sahabat dan aulia, yang mendukung hal ini, yang dinasehatkan kepada saya.

Jadi, tetep kalau saya mah Mendukung Moratorium Hutan Alam, hehehehe ... ^_^

Wallahu 'alam bi showab.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun