Berangkat dari Jakarta tanggal 21 December 2010 dan sampai Tripoli esok harinya dalam 13 jam penerbangan. Kedatanganku di sambut musim dinginnya Libya. Tadinya sudah membayangkan musim dinginnya paling tidak hampir sama dengan di Perancis tapi minus salju alias dingin banget brrrrrr yang cuma 5 derajat atau malah minus.
Tapi ternyata setelah beberapa saat tinggal di Tripoli ternyata musim dinginnya lebih mendingan dari pada di Perancis. Boleh dikata musim dingin disini seperti suasana di pegunungan Indonesia. Dingin di pagi hari dengan matahari yang muncul jam 7.30 pagi, adzan subuh sering terdengar sekitar jam 5.30.
Pagi hari yang dingin 'hanya' sekitar  5 - 8 derajat celcius saja dan agak siangan bisa jadi lebih hangat sekitar 18 - 20 derajat celicius dengan kadang kadang angin yang cukup kencang alias sembribit kalau orang jawa bilang kalau beruntung sih tidak pakai angin alias tenang nang.
Cuma kalau lagi turun hujan, bisa jadi ada geluduk juga pakai angin pula dan angin inilah yang sering mengganggu dikala tidur malam karena saking kencengnya pintu dirumah ada yang bunyi klotek klotek walau sudah di tutup. Terkadang tidak pakai hujan tapi hanya angin kencang sampai sampai kursi plastik yang ada di teras terbang pindah beberapa meter. Diperparah jika ada gibli yaitu ketika angin kencang beserta debu gurun yang beterbangan dan membuat kotor rumah dan jendela. Ini bisa berlangsung tidak cukup satu hari bisa sampai tiga hari dengan gibli. Walau debu gurun tidak terlalu terlihat tapi akan terlihat jika misal baju kita jatuh ke lantai pasti akan menemukan debu di baju kita.
Dan pastinya, musim dingin adalah hari hari dingin tanpa keringat jadi buatku yang temennya kucing so pasti jadi alasan untuk tidak mandi tiap hari, haiyaaa ... biasanya cuma mandi cowboy dengan tentunya air hangat dari kran.
Seringnya juga salah kostum kalau keluar, pagi jam 10 masih terasa dingin dan membuatku mengenakan jaket atau coat yang tebal karena memang mudah masuk angin dan nanti 2 jam kemudian bisa jadi cuaca cerah matahari bersinar terang dan membawa kehangatan alias membikin sedikit tidak nyaman dengan kostum.
Begitulah, 2 bulan di Libya dengan musim dinginnya mengenalkanku dengan hal baru tentang musim dingin di negara lain. Tidak cuma salju dan minus derajat tapi ternyata ada Gibli. Sesuatu yang baru ....
Most of all, aku tetap rindu 27 derajat celciusku, negara hangatku, Indonesiaku dan selalu kurindu walau katanya sering banjir tapi alhamdulillah di tempat aku tinggal jarang banjir beneran paling cuma depan rumah doang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H