Mohon tunggu...
F. I. Agung Prasetyo
F. I. Agung Prasetyo Mohon Tunggu... Ilustrator - Desainer Grafis dan Ilustrator

Cowok Deskomviser yang akan menggunakan Kompasiana untuk nulis dan ngedumel...

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Papan Tarif (Parkir) yang Kurang Informatif

28 Mei 2024   13:04 Diperbarui: 31 Mei 2024   11:44 1013
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disclaimer. Artikel ini tidak ditujukan untuk pihak rumah sakit terkait saja, namun juga untuk pihak rumah sakit lain yang menerapkan hal serupa.

Latar Belakang

Baru-baru ini saya terpaksa melarikan mami saya ke rumah sakit disebabkan seharian tak mendapat asupan makanan. Bukan karena tak bisa membeli makanan, namun lebih karena seharian tak mampu bangun karena lemas.

Peristiwa ini mengulang kejadian bulan Februari lalu dimana saat seharian tubuh tak mendapat asupan makanan, kadar gula menurun drastis---hingga tubuh seperti tak mempunyai kekuatan untuk sekadar bangun atau duduk tegak. Namun berbeda dengan kejadian pada bulan Februari lalu, kali ini kondisi mami saya sepenuhnya sadar (Februari lalu saya temukan seperti habis jatuh dengan posisi menelungkup dan kondisi tak sadar). Hanya, meskipun saat ini kondisinya sadar dan seperti normal, respons terhadap teguran atau panggilan sangat minimalis.

Rumah Sakit terdekat dari rumah (Royal Surabaya) yang sempat disinggahi menginformasikan jika kondisinya kritis dan layak mendapat penanganan intensif. Padahal saat diantar ke sana pun sudah masuk kamar IGD. Tapi masih kurang intensif. Mestinya ke ruang ICU. Betapa terkejutnya saya saat dokter menyatakan tentang obat yang diminum sejak hampir seminggu sebelumnya (2 obat racikan dan 1 obat kemasan) hasil berobat ke dokter klinik semuanya mengandung penenang. Mungkin hal inilah yang menjadikannya sulit aktif dan sulit merespons sesuatu.

Namun kondisi berikutnya yakni hasil sinar Rontgen dan ketiadaan kamar ICU yang membuat pihak Rumah Sakit Royal Surabaya tak mampu menangani. Karena ada masalah pada paru-paru bagian kanan yang katanya berisi cairan. Hal inilah yang kemudian membuat mami saya harus dirujuk ke Rumah Sakit Tipe A dimana penanganannya diharapkan bisa lebih baik karena ditunjang oleh alat yang lebih lengkap dan dokter spesialis yang memadai. Saya menyayangkannya karena saya pikir, penanganan di RS Royal Surabaya (yang merupakan Tipe B) itu saja sudah cukup nyaman, juga tak jauh dari rumah jika membutuhkan sesuatu.

Pihak RS Royal Surabaya kemudian menghubungi beberapa Rumah Sakit Tipe A (yang sayangnya saya tak bisa memilih karena tergantung ketersediaan kamar). Saya yang selama ini hanya seorang yang tinggal serumah---diminta tanda-tangan untuk proses rujukan tersebut. Dan setelah menunggu sehari (mulai dari pemberitahuan saat sore sehari sebelumnya), ada kabar kamar kosong di RSUD Dr Soetomo. Sore hari itu saya segera minta izin pulang ke rumah untuk membawa pakaian kotor dan lainnya (juga mandi) yang kemudian diharuskan ikut di dalam mobil Ambulans bersama perawat ke RSUD Dr Soetomo.

Pasca kedatangan di RSUD Dr Soetomo ini pun masih harus menginap di ruang IGD label merah selama semalam. Selama itu pun saya sibuk dalam pengurusan registrasi, pengambilan resep obat dan kelengkapan di farmasi, menghubungi dan menjawab perawat (juga dokter) saat dibutuhkan, dan menjaga kondisi mami saya tetap nyaman. Praktis saya hanya mempunyai waktu sejam untuk istirahat karena sesaat berikutnya saya kembali dibangunkan dari tidur. Saat saya berada di Gedung sebelah (Arina) untuk registrasi inilah, rupanya dokter mengambil cairan pada paru-paru mami saya sebanyak satu liter, yang harus disimpan untuk kemudian diperiksa pada lab Patologi Anatomi beberapa hari kemudian.

Dan setelah menunggu kurang lebih setengah hari kemudian---atau siang hari keesokannya pasca pertama tiba di IGD, mami saya mendapat kamar pada ruang perawatan pasien paru-paru pada ruang paviliun Palem. Selama itu pula saya diwanti-wanti untuk tetap menjaga dan tetap berada di dekatnya guna pengambilan obat, sebagai wali pasien sewaktu-waktu jika dibutuhkan, pemberi obat/asupan di luar kantung infus dan lain-lainnya. Saya pun hanya keluar saat makan atau membeli popok (Pampers dewasa).

Saat saya mencoba berkeliling (jalan kaki) melihat situasi di pagi hari pertama di Rumah Sakit tersebut---saya menyempatkan untuk membeli tisu di pasar pagi di jl Karangmenjangan. Saya mendapati bahwa letak bangunan Rumah Sakit tersebut cenderung kurang strategis dalam posisinya terhadap para pedagang di luar. 

Bahkan mesin ATM dari Bank rekening yang saya punya, posisi terdekatnya harus menyeberang jalan Prof Dr Moestopo karena masuk ke kompleks fakultas kedokteran UNAIR. Jaraknya lumayan jauh---sehingga terpikir agak riskan meninggalkan mami saya sendirian tanpa pendamping hanya untuk mengambil uang. Jika diambil dari mesin ATM yang ada dalam kompleks RSUD, biaya adminnya cukup besar karena lintas bank. Saat itu saya terpikir untuk membawa motor saja saat ingin makan di luar atau mencari sesuatu karena di dekat kompleks rumah sakit tersebut, harga2 relatif lebih mahal.

Lalu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun