Mohon tunggu...
F. I. Agung Prasetyo
F. I. Agung Prasetyo Mohon Tunggu... Ilustrator - Desainer Grafis dan Ilustrator

Cowok Deskomviser yang akan menggunakan Kompasiana untuk nulis dan ngedumel...

Selanjutnya

Tutup

Love

Lho, Memangnya Berapa Kali Anda Menyatakan Cinta? *Tanggapan atas Artikel Nganu

21 Desember 2023   18:46 Diperbarui: 24 Desember 2023   07:18 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dan dari hemat saya, dunia ini butuh lebih banyak masukan serta pendapat dari para veteran dan praktisi. Bukan dari penonton di luar lapangan, apalagi buzzer bayaran. Karena para praktisi dan veteranlah yang lebih tau bagaimana hal teknis dan penerapan dari banyak kemungkinan disebabkan pengalaman. Apa yang bisa dan aplikatif, apa yang tidak bisa, apa yang mudah dan sulit bahkan mustahil.

Cinta itu berbahaya. Love is a Dangerous Thing, seperti titel lagu dari grup hardrock-glam metal FireHouse. Bukan sekadar isapan jempol karena jika kita menggunakan mesin pencari apapun, kita akan mendapatkan banyak kasus miris: bunuh diri disebabkan penolakan. Kehancuran hati hingga berkeping-keping begitu meninggalkan sederet kesakitan lain: hancurnya harga diri, depresi, trauma, ketidakseimbangan hormon di otak, sesak di dada, penyakit jantung, mental disorder, dan lain-lain. Bahayanya: Cinta dapat membuat seseorang kehilangan akal sehat.


Banyak kasus terjadi berdasar penolakan. Tak hanya bundir, tapi bahkan juga kasus pidana. *screenshot gugling
Banyak kasus terjadi berdasar penolakan. Tak hanya bundir, tapi bahkan juga kasus pidana. *screenshot gugling

Ada yang berpendapat, pria berhak memilih, wanita berhak menolak. IMHO, hal ini salah kaprah dan nyata membuat saya mengernyitkan dahi. Padahal dari pendapat tadi kita juga bisa menyimpulkan, wanita kan juga memilih akhirnya. Karena dengan menolak pun dia telah memilih. Kecuali jawabannya mengambang disebabkan keraguan si wanita. Patah hati itu menyakitkan, bahkan jika seorang wanita yang menyatakan cintanya duluan lalu ternyata ditolak. 

Tekanannya akan lain. Sudah dirasa tindakannya anti mainstream dan tidak 'umum', eh lalu ditolak pula. Double kill. Rasanya seperti ketimpuk beban sangat berat dalam satu waktu. Korban penolakan demikian ini banyak yang butuh healing dan pendampingan karena sudah cedera secara psikologis, tak cukup hanya dengan membiarkan waktu mengalir begitu saja sebagai penyembuh. Karena luka batin yang dalam harus diobati bukan dibiarkan.

Baru-baru ini seorang teman di media sosial membagi sekilas cerita miris tentang seorang penulis ternama Ernest Hemingway yang punya 'dendam cinta'. Karena luka juga. Sebuah luka yang dapat membuat luka lainnya. Di banyak kanal berita pun bisa kita cermati bahwa nyawa seorang wanita pun bisa terancam (terbunuh) karena menolak cinta seorang pria.

kasus miris lain. *screenshot
kasus miris lain. *screenshot

nyawa wanita sebagai penolak cinta pun terancam. *screenshot
nyawa wanita sebagai penolak cinta pun terancam. *screenshot

Dari berbagai sisi gelap penolakan tadi, pada artikel tadi lalu seperti menggampangkan masalah jika berpikiran bahwa sakit hati akibat penolakan akan lebih cepat sembuh ketimbang hanya memendamnya?
Hey ladies. Use your brain, use your heart. Berempatilah.

Dunia ini tidak didominasi oleh cerita Disney Princess yang setiap kisah akan berakhir bahagia meski tidak setiap cerita juga bakal berakhir tragis. Menggampangkan masalah itu berbeda dengan melihat permasalahan secara keseluruhan dan berpikir holistik. Juga imbas dan kemungkinan yang akan terjadi. Termasuk luka tersebut.

Perasaan mereka yang susah bahkan gagal move on ini tidak bisa diremehkan. Saya pernah mengalaminya lebih dari sepuluh tahunan dan ketika saya membaca kalimat perbandingan yang saya kutip di awal artikel ini, saya sontak menghela nafas lalu berpikir, ini apa-apaan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun