Sering kita melihat orang yang berjualan di pasar terlibat keakraban satu sama lain. Tak hanya sekadar komunikasi antar tetangga, namun seringnya mereka juga membicarakan banyak hal terkait dagang yang mereka jalani.Â
Semua komunitas di Kompasiana yang berisi penulis pun tak jauh berbeda dengan segerombolan pedagang tersebut minimal dari segi keakraban. Meski sama-sama penulis namun kerapkali masing-masing individu berangkat dari profesi atau bidang yang dijalani dengan ketertarikan berbeda. Ada yang menekuni pertanian, ekonomi, teknik, pendidikan, games, sport, otomotif, dan lain-lain.
Persamaannya, mereka kerap sharing satu sama lain tentang penerbit, honor jika dimuat di media, lika-liku kepenulisan, perubahan aturan di dunia kreatif, bagaimana cara membuat tema dan judul yang menjual, dan lain-lain.Â
Di dunia ojek atau taksi online pun serupa. Meski biasanya mereka punya grup sendiri di media sosial, di offline pun ternyata tak ketinggalan. Seorang driver yang pernah saya tumpangi bercerita jika ada komunitas sewilayah yang terkadang biasa mangkal bersama sekadar berbagi atau memperkuat solidaritas. Di komunitasnya tadi juga terhubung dengan anggota kepolisian dengan fungsi pelindung dan pengayom serta pembimbing. Bisa dipahami karena pekerjaan mereka di jalan berkaitan dengan lalu-lintas serta segala perniknya. Di lain pihak peran polisi tadi bisa juga berfungsi sebagai penjembatan sosialisasi tentang perubahan aturan pemerintah pusat atau daerah terkait kondisi tertentu. Sebagai contoh seperti berubahnya status searea di masa pandemi ini. Semacam humas.
Publik melihat mereka berkompetisi memperebutkan pembeli atau pengguna, namun terkadang ada kondisi tertentu yang menggabungkan mereka.
Misalnya, ada kebutuhan akan informasi serta kepastian pada beberapa hal yang mereka lakukan disamping rasa senasib dan sepenanggungan karena komunitas itu seringnya berisi dengan sekelompok orang yang mempunyai kondisi atau pekerjaan atau dalam lingkup serupa.Â
Saya pernah bertanya kepada seorang penjual tahu tek di daerah Terminal Manukan (Surabaya Barat) saat masih ngekost di daerah sana, apakah pembeli tidak bingung akan memilih yang mana disebabkan daerah tersebut saat petang hingga malam akan diisi belasan penjual nasi/mie goreng dan penjual tahu tek. Beliau menjawab bahwa masing-masing penjual di situ sudah punya pelanggan, jadi tak ada yang perlu dikhawatirkan. Sebuah optimisme super untuk persaingan sempurna: karena deretan penjual tadi homogen. Jawaban lain saya dapat dari seorang penggiat ojek online saat saya menanyakan pertanyaan senada, "rezeki orang sudah ada yang mengatur mas."
Jadi seringnya kita akan melihat; penjual akan mengelompok sesama penjual, desainer mengelompok sesama desainer, petani akan berkumpul sesama petani, dan hal yang senada juga dialami oleh wirausahawan atau pengusaha di bidang masing-masing.
Begitu pula jika ada persinggungan antara satu dengan lainnya dilihat dari sebuah kondisi, status, atau bidang. Pengusaha percetakan bergabung dengan komunitas desainer untuk menitipkan lowongan pekerjaan di bidang tersebut, atau sekadar memantau hal apa yang sedang trending yang dapat diterapkan dalam proses atau hasil cetak.Â
Mungkin paparan berikut termasuk keuntungan dalam suatu kelompok kecil, bukan komunitas besar dengan anggota banyak; namun yang kecil ini pun cukup berguna dalam menekuni usaha masing-masing.
Sudah tiga bulan lebih ada dua pelapak yang mengontrak di depan toko milik orangtua yang pengelolaannya jatuh ke saya sejak sepeninggal Bapak pertengahan Bulan Juli 2021 lalu.Â
Mereka menjual item yang berbeda dengan toko alat tulis yang saya pegang. Satu kudapan pentol (macam cilok), satunya es rasa permen karet dan tahu walik.Â
Beberapa kali ketiga entitas ini saling bertukar uang jika ada yang berlebih recehan (uang koin) atau lembaran uang pecahan lain. Masih dalam hal mendapatkan uang pecahan kecil, tentu keduanya beserta saya akan kesulitan jika masing-masing berjalan sendiri. Karena mencari uang kecil ini cukup setengah mati repotnya.
Hanya, simbiosis ketiganya bukan hanya dari bertukar uang kecil tersebut. Terkadang pembeli pentol juga melirik dagangan es permen karet tersebut serta sebaliknya; tak ketinggalan juga terkadang mereka yang tadinya membeli alat tulis atau fotokopi juga tertarik mencicip dagangan salah satunya atau sebaliknya (sekali jalan). Terutama jika pembeli membawa anak kecil atau mempunyai anak kecil di rumahnya.Â
Masing-masing pelapak tadi juga akan menginformasi pembeli jika penjual bersangkutan tak ada di tempat. Dan juga bila salah satunya mempunyai info soal jadwal siswa masuk sekolah. Yah, karena rumah tempat tinggal saya saat ini ada di seberang sekolah menengah.
Jadi... Melihat beberapa keuntungan yang didapat dari beberapa contoh tadi, sebaiknya: tetaplah berkelompok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H