Mohon tunggu...
F. I. Agung Prasetyo
F. I. Agung Prasetyo Mohon Tunggu... Ilustrator - Desainer Grafis dan Ilustrator

Cowok Deskomviser yang akan menggunakan Kompasiana untuk nulis dan ngedumel...

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Review: Belati Sang Tuan

11 September 2021   15:33 Diperbarui: 11 September 2021   15:40 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
cover e-book Belati Sang Tuan. Screenshot pribadi

Buku ini (maksudnya e-book karena saya mendapatkannya begitu) ditulis oleh seorang Sekar Mayang, seorang editor yang dulunya (eh mungkin hingga saat ini) adalah seorang Kompasianer yang mangkal di Fiksiana Community juga. 

Buku ini adalah satu-satunya album antologi cerpen yang saya baca dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, yang mungkin saja bisa lebih karena sebelumnya saya hanya membaca buku kumpulan puisi yang ditulis Member Kompasiana secara keroyokan dan buku nonfiksi. 

Selain kesibukan, perhatian saya sekarang lebih condong membaca berita dan sesekali puisi ketimbang cerpen apalagi novel disebabkan pekerjaan saya sebagai content writer beberapa waktu lalu.

Ok. Saya berhenti ngomongin saya sendiri. Harusnya kan ngomongin nih buku dan segala perniknya [tepok jidat].

Entah apa yang dipikirkan oleh seorang Sekar Mayang menyusun banyak cerpen dalam bukunya tersebut, namun jika Anda menggenggam (mungkin lebih pas mendapatkan) buku ini, saya menyarankan jika judul-judul dalam buku ini dibaca secara acak, bukannya runut dari depan ke belakang atau sebaliknya. Efeknya mungkin kita akan mendapatkan susunan alur dan kisah yang lebih variatif.

Karena eh karena, ada dua kisah yang tragis mengawali di depan. Lalu saya menduga-duga sambil mengintip menyipitkan mata dan membalik lembar berikutnya, apakah cerpen ketiga juga tragis? 

Untungnya tidak, karena jika kisah ketiga buku ini kembali tragis saya mungkin akan merasa tidak beruntung. Dan dari situlah saya menganjurkan supaya membacanya secara acak.

Hanya jika Anda membaca judul acak lalu ternyata kebetulan bertemu dengan kisah yang punya tragic-ending beruntun itu juga bukan salah saya. Mungkin seorang Moy---panggilannya---berniat agar supaya nganu: untaian kisah-kisahnya lebih natural dan membumi. Karena kehidupan yang kita jalani pun tidak selalu gembira dan penuh tari-tarian ala film India. *sokfilsuf

27 Kisah yang tersusun dalam 156 halaman (saya menghitungnya mulai dari cerpen pertama hingga terakhir karena tak ada halaman i, ii, iii dst) buku ini cukup gado-gado.

Ada mimpi tidur yang menjadi kenyataan bak indigo yang tidak terlalu asing buat saya karena sempat bersinggungan dengan serial pendek yang kisah dan temanya berganti-ganti ala Alfred Hitchcock atau Twilight Zone yang pernah tayang di salah satu TV Swasta Nasional tahun 90an. Selain ibu saya sendiri pernah mengalami hal demikian.

Ada kisah yang mungkin akan sulit difilmkan (karena ada film yang diangkat dari cerpen) disebabkan penggambaran dan narasi yang ditulis. Saya tidak berkecimpung di dunia film, namun hanya pernah mentransformasi naskah menjadi gambaran panel storyboard ala komik yang menjadi dasar sebuah film.

Ada kisah fantasi yang mungkin bisa dibandingkan dengan Toy Story atau Bridge of Terabithia. Ini adalah kisah fantasi anak-anak, namun keseluruhan buku ini bukan. Jadi kurang pas jika buku ini dihadiahkan kepada anak-anak. Namun entah apakah juga pas jika dibacakan sebagai dongeng tidur buat anak.

Ada kisah pembesar dengan setting zaman kompeni dan pembantunya, yang judulnya sekaligus menjadi judul antologi cerpen ini.

Ada kisah yang berisi harapan, cinta dan kesetiaan yang menjadi pamungkas di penghujung belakang buku (Dez dan Em). Eh, ini spoiler bukan?

Sayangnya saya tidak mempunyai pembanding seperti antologi dari cerpenis lain untuk membuat benchmark tentang bagaimana cerpen itu sebaiknya dan kekurangan atau kelebihan antologi cerpen ini. 

Meski, saya sendiri sebelumnya terkadang membaca dan mencermati cerpen ala Femina (di rumah dulu sempat ada majalah ini) atau grup majalahnya, cerpen di koran harian yang terbit pada Hari Minggu, teenlit yang menyasar usia remaja, atau cerpen untuk anak-anak di majalah anak seusianya.

Saya mungkin hanya bisa menggambarkan jika sasaran buku ini bukan anak-anak hingga remaja, namun mungkin usia 20 tahunan ke atas dimana pada rentang usia tersebut biasanya seseorang akan lebih dewasa, lebih berwawasan, dan lebih matang dalam hidup untuk mengunyah tiap kalimat yang tertulis dalam buku ini. 

Meski tidak banyak dbumbui oleh pemikiran njelimet alias rumit, namun saya pikir rentang usia tersebut lebih pas dan tidak akan membuat pembacanya mengernyitkan dahi saat berusaha mencerna kalimat demi kalimat. Kecuali jika pembaca tersebut sejak muda gemar membaca buku-buku rumit dan juga tergolong manusia yang rumit *eh.

Bagi para introvert atau mereka yang mengurung diri gegara alokasi me time, pandemi, kena panu, atau sekadar berlibur sendiri, mungkin buku ini bisa dibaca sembari rebahan atau mengunyah sesuatu. Bersantai namun konsentrasi. Supaya tidak terloncat-loncat kalimatnya seperti saya. Sia-sia dong jika dengan susah payah kalimat dibangun tapi ternyata error ada di pembaca. heheh.

Bagaimana jika lowong sedang menanti bus atau kereta api? mungkin, bisa menjadi berbahaya jika kita tenggelam keasyikan membaca  dan mengabaikan kondisi sekeliling. Karena hal tersebut berpotensi terjadi. 

Adalah hal yang nyata jika selain ada malaikat yang menjelma dalam keseharian, dunia ini juga dipenuhi ular yang tak disadari akan menjegal dan membelit kaki. Jadi menurut saya ini juga bukan buku yang bisa dinikmati di keramaian disebabkan itu tadi: konsentrasi supaya menghayati.

Entah jika untuk ekstrovert. Karena saya pikir beberapa analisa mereka kadang suka melenceng dan naif, akhirnya kesan yang mungkin ingin dicapai oleh cerpen tersebut bisa jadi malah terbang.

Eh, tapi cara menikmati buku atau e-book akan berbeda pada setiap orang. Jadi mungkin kita bisa mengabaikan saran saya.

Overall Rating 4,5/5. Bisa deh buat Koleksi. Beli tapi. Hubungi yang bersangkutan atau akses GPlayStore.

Dan untuk saya sendiri, semoga dapat traktiran bakso.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun