Mohon tunggu...
F. I. Agung Prasetyo
F. I. Agung Prasetyo Mohon Tunggu... Ilustrator - Desainer Grafis dan Ilustrator

Cowok Deskomviser yang akan menggunakan Kompasiana untuk nulis dan ngedumel...

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Berkomputer Menggunakan Monitor LED-TV

16 Mei 2019   07:27 Diperbarui: 1 Juni 2019   13:26 4524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah sistem hiburan dari perangkat LED-TV. sumber: pixabay.com/Stocksnap

Disclaimer: Artikel ini mengandung review produk yang berasal dari pengalaman penulis selama menggunakan dua merek monitor-TV serta sebuah speaker aktif.

***

Sebuah monitor tentu menjadi krusial untuk sebuah PC atau komputer. Karena dengan perangkat inilah kita dapat melihat tampilan dan proses kerja dari komputer kita. Meskipun saat ini peran komputer desktop telah sedikit tergeser oleh laptop atau bahkan ponsel, namun bagi para penggiat dunia visual mungkin keberadaan sebuah PC ini seperti tidak tergantikan. Apalagi bila kita membandingkan karakteristik beserta harga perangkat tersebut.

Saat ini ada banyak pilihan merek monitor komputer (dengan layar LCD/LED yang ramping) yang dapat kita beli untuk menunjang pekerjaan kita tersebut dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya. 

Namun ternyata banyak orang masih bingung memikirkan apa perbedaan LCD dan LED. Dan dari yang sempat penulis rangkum dari beberapa sumber manusia—maksudnya secara bertanya, bukan melalui sumber literasi—LED adalah juga seperti LCD namun dengan tambahan sinar backlight di belakangnya. 

Penulis sendiri sempat melihat pada sebuah pameran komputer tentang bagaimana LCD dan LED ini berbeda secara tampilan gambar/visual. Pada LCD, dalam keadaan tanpa gambar maka layar akan menunjukkan sedikit nyala redup kurang lebih 1% dimana orang akan tahu bahwa layar tersebut dalam posisi ON. 

Sedangkan pada LED bila dalam keadaan tanpa gambar sama sekali (misalnya jika kita menancapkan kabel VGA namun komputer/VCD atau apapun yang terhubung tapi dalam posisi mati) maka keadaan layarnya akan hitam 100% tanpa cahaya redup tadi. Hanya, kondisi demikian pun agaknya berbeda untuk merek yang berbeda.

Sistem Pada Monitor PC Umumnya dan Sebuah Monitor-TV

Pada umumnya, sebuah monitor PC mempunyai port VGA/D-Sub 15 pin yang lalu disambungkan dengan sebuah VGA card (baik internal atau eksternal) pada mainboard komputer. Meskipun demikian, dewasa ini colokan kanal/port HDMI telah menjadi salah satu standar juga yang tidak bisa dikesampingkan mengingat kelebihannya dalam menampilkan warna yang lebih cerah. 

Selain port HDMI yang juga dikenal adalah port DVI. Kelemahan dari keduanya adalah secara harga, kabelnya cenderung lebih mahal dari kabel VGA/D-Sub 15 pin yang telah menjadi standar pakem di masa lalu. Sebagai perbandingan, jika pada umumnya kabel VGA bisa didapat dengan harga 10ribu rupiah, maka kabel HDMI bisa mencapai 30-50ribu rupiah bahkan ada yang lebih mahal dari itu.

Sejalan dengan perkembangan teknologi pada monitor tadi, kita juga mengenal perangkat televisi yang teknologinya semakin berkembang dengan bentuk ramping dan ringkas karena mempunyai layar LCD/LED, yang banyak diantaranya 'multi-fungsi' dimana perangkat tersebut juga dapat digunakan untuk memutar beberapa jenis berkas (file) tertentu; dan ini sekaligus menggeser keharusan membeli video player. 

Bayangkan, banyak perangkat televisi modern saat ini juga mempunyai tombol USB (meskipun kebanyakan masih USB 2.0) yang dapat memutar berkas MP3 (standar berkas audio), MP4 (satu jenis berkas video) atau berkas DAT (merupakan jenis berkas video yang digunakan pada keping VCD). Jadi dari sisi ini, sebuah televisi terkini pun mempunyai kemampuan memproses beberapa jenis berkas tadi tanpa membutuhkan perangkat tambahan. 

Meskipun demikian, bagi pirsawan televisi pada umumnya juga hampir selalu harus menyediakan speaker tambahan karena secara keseluruhan speaker yang menyertai pesawat televisi masa kini kurang nyaman bagi telinga, yang memang dikompensasi dengan asupan listrik yang lebih kecil dari TV jenis CRT.

Berbicara tentang monitor dan televisi memang sejatinya adalah dua hal yang berbeda meskipun saat ini pada umumnya keduanya mempunyai kesamaan dengan tampilan layar LCD/LED bukannya CRT. 

Sedangkan perbedaannya adalah: standar ukuran resolusi yang umum digunakan oleh perangkat televisi adalah NTSC atau PAL (meskipun saat ini format keluaran TV juga mengadopsi layar lebar 16:9 karena ketersediaan perangkat yang umum di pasaran); dan standar yang digunakan oleh sebuah monitor adalah berbasis resolusi piksel. 

Namun kita bisa berterima kasih kepada para ilmuwan hardware/software yang berhasil menyandingkan keduanya pada satu perangkat. Apakah kelebihan dan kekurangannya?

Kekurangannya yang utama (dan mungkin akan dijauhi oleh mereka yang kurang familiar terhadap barang-barang teknologi terbaru) adalah kerumitannya. Tak ada yang simpel seperti zaman dulu dimana menu settingan televisi dan monitor terpisah dan hanya berkutat dengan fungsinya masing-masing. Hampir pasti perangkat hybrid seperti monitor-TV ini hanya mempunyai remote control sebagai pengendali dan pengubah setelan, bukan lagi berbentuk tombol di samping atau di salah satu permukaan perangkat tadi. Belum lagi adanya berbagai port dengan fungsinya masing-masing.

Perangkat ini juga kecil kemungkinannya direparasi pada bengkel elektronik biasa karena jika ada kerusakan biasanya harus mengganti secara modul, bukan pernik spare-part terpisah seperti monitor atau TV tabung/CRT masa lampau. 

Jadi mau-tidak-mau dan sangat mungkin kita akan membutuhkan jasa service resmi, yang biasanya memang cukup mahal secara harga bila harus ada penggantian disebabkan suatu error. Sementara jasa service pinggir jalan akan membutuhkan distributor suku cadang seperti halnya bengkel motor pinggir jalan membutuhkan bengkel resmi. 

Namun kekurangannya ini mungkin akan dimaklumi oleh seseorang yang menginginkan kepraktisan atau mempunyai ruang sempit seperti penulis yang saat artikel ini ditulis hanya menempati sebuah kamar kost yang tidak terlalu lebar. Akan sangat menyita tempat juga saat ada dua perangkat dengan fungsi berbeda berada pada satu ruangan.

Sebagai catatan, perangkat monitor-TV secara umum tidak mempunyai perekaman (screenshot/screen capture) seperti penggunaan TV-tuner pada komputer. Jikalau ada mungkin adalah di luar pengetahuan penulis.

Televisi dan monitor PC jenis CRT yang sangat populer di masa lalu. sumber: commons.wikimedia.org/David Wright/geograph.org.uk
Televisi dan monitor PC jenis CRT yang sangat populer di masa lalu. sumber: commons.wikimedia.org/David Wright/geograph.org.uk

Keluaran (Output) Suara

Jika kita memilih monitor komputer biasa (bukan monitor-TV), maka keluaran suara ini biasanya hampir tak bermasalah; kecuali jika colokan yang kita gunakan adalah HDMI. 

HDMI merupakan standar masa kini untuk dunia audio-visual yang rupa-rupanya 'agak mubazir' pula kegunaannya di ranah ini meskipun kelebihannya telah disinggung pada paragraf sebelumnya yakni warna keluarannya lebih cerah dan tajam dibandingkan via kabel VGA/D-Sub 15 pin. 

Mengapa dikatakan 'agak mubazir', ini disebabkan oleh karakternya yang sanggup membawa kanal visual dan audio sekaligus dalam satu kabel. Padahal keluaran suara dari layar monitor-TV masa kini dengan postur kerempeng agaknya kurang dapat memanjakan kuping pirsawan disebabkan gelombang bass yang kuat akan membutuhkan ruang yang cukup. Minimal seperti tabung pipa. Lantas ditanamkan dimana penampang tabung suara bass pada bidang monitor-TV tersebut?

Jadi bila Anda menggunakan mainboard komputer dengan output HDMI, hal yang perlu dilakukan adalah tidak mengeksekusi penginstalan driver untuk HD-audio supaya keluaran audio-nya tidak berujung pada speaker internal monitor-TV tadi (yang kebanyakan memang kurang bagus untuk para audiophile dengan standar kuping tinggi—bahkan juga jika ditambah dengan embel-embel Dolby System, DTS atau lainnya). 

Sebagai gantinya, kita bisa menggunakan driver soundcard onboard bawaan mainboard tersebut atau memasang kartu suara tambahan untuk komputer, yang keluarannya tetap diarahkan ke speaker atau speaker aktif.

Lalu bagamana dengan output suara dari kanal televisinya? Kebetulan, saat ini penulis menggunakan satu speaker aktif dimana ada beberapa fitur (termasuk fitur blutooth) pada speaker tersebut. 

Memang akan membutuhkan perangkat tambahan (peripheral) plugin pada komputer yaitu sebuah dongle blutooth USB yang dapat mengirimkan sinyal suara. Hal ini dilakukan untuk mengurangi tindakan harus berganti colokan (jack) tiap akan beralih dari bermain komputer serta menonton televisi.

Penulis sendiri menemukan adanya percabangan kabel audio jack yang dijual di pasaran, namun tidak menyarankan penggunaannya disebabkan wejangan berdasar pengalaman seorang rekan Kompasianer Widianto Didiet yang pernah menggunakan tool ini. 

Sebuah komputer pada umumnya terhubung dengan stop-kontak listrik meskipun posisi OFF dan ini mengakibatkan adanya arus masuk meski sangat kecil. Nah, arus suara keluaran dari televisi ditambah arus kecil keluaran komputer tersebutlah yang dapat membuat speaker-nya jebol.

Jadi, penulis lalu menggunakan fitur bluetooth pada speaker aktif tadi saat komputer-ria, sedangkan input AUX (jack audio) digunakan saat menonton televisi, yang tentu dapat kita ubah-alihkan (switch) dari tombol pada speaker aktif tadi kapan saja. Jika tak berada pada setelan bluetooth tentunya tak akan ada arus listrik yang masuk, disebabkan perangkat tadi tidak terhubung.

Gambar Pada Monitor-TV

Jika paparan sebelumnya didominasi oleh bahasan audio. Lalu bagaimana dengan gambar visual dari monitor-TV tersebut?

Mitos 1: Ada anggapan ukuran piksel (satuan titik) pada monitor-TV lebih besar ketimbang monitor komputer biasa. 
Yang ingin penulis jelaskan, mungkin hal ini adalah salah kaprah. Memang gambar siaran TV analog pada umumnya tidak akan sehalus komputer---bahkan jika dibandingkan dengan siaran TV kabel, perangkat konsol game, video dari keping bluray (720px ke atas) disebabkan perbedaan sistem dan resolusi. 

Sedangkan jika kita pernah menangkap siaran TV melalui kartu khusus yang ditancapkan pada slot mainboard, maka kita akan tahu jika resolusi gambar siaran TV analog pada umumnya relatif lebih kecil. 

Seandainya gambar tangkapan TV-card tersebut diperbesar seukuran layar (mode full screen) maka akan terlihat menyerupai siaran TV melalui pesawat televisi umumnya. Jadi bukan disebabkan ukuran piksel monitor-TV lebih besar dari ukuran piksel monitor konvensional. Gambar monitor-TV dengan resolusi 1600 x 900 mungkin akan sama dengan monitor beresolusi 1600 x 900. Kecuali memang, secara tampilan gambar ukuran layar LCD/LED berukuran 16inci akan berbeda dengan layar LCD/LED berukuran 22inci meskipun mempunyai resolusi serupa yakni 1600 x 900.

Mitos 2: Monitor-TV hanya cocok untuk pandangan jarak jauh.
Banyak orang menganggap kecerahan (baca: tingkat terang) layar LCD/LED-TV sama dengan televisi CRT. Padahal dilihat dari sistemnya saja sudah berbeda. Gambar pada layar CRT itu sendiri adalah hasil dari tembakan elektron pada tabung vakum yang membutuhkan daya listrik yang cukup tinggi ditambah pemanas dan lain-lain; sedangkan pembentukan gambar pada sistem LCD/LED ini adalah hasil dari pemlintiran cahaya. 

Secara kecerahan, layar CRT memang cenderung lebih terang ketimbang LCD/LED. Jadi penggunaan LED-TV masih cenderung lebih nyaman untuk mata ketimbang penggunaan monitor CRT.

Pada masa lalu, sebuah monitor PC pun berbentuk tabung CRT juga. Banyak filter dijual khusus untuk layar CRT yang bertugas untuk mereduksi efek radiasi yang muncul dari proses pembentukan gambar tadi disebabkan peletakan monitor PC pada umumnya memang lebih dekat jaraknya ke mata ketimbang televisi; sedangkan filter pada LCD/LED lebih sedikit disebabkan radiasi yang lebih minim. 

Banyak monitor LCD/LED mempunyai kontrol kecerahan dan warna yang baik (dapat ditambah-kurangi) meskipun secara umum standar warnanya masih kalah jika dibandingkan dengan CRT, kecuali LCD/LED dengan fitur retina display seperti perangkat komputer Apple, namun entah apakah fitur ini ada pada monitor lain secara lebih luas. 

Biasanya, parameter yang digunakan untuk kedalaman warna pada monitor LCD/LED termasuk pada LCD/LED-TV adalah pada contrast ratio. Ukuran contrast ratio ini tidak dapat diubah, dan memang sangat berpengaruh terutama bagi mereka yang sensitif secara visual. Jika kita bergerak dibidang grafis/fotografi, maka membeli monitor LCD/LED dengan contrast ratio yang tinggi adalah salah satu keharusan; meski secara nyata semuanya MASIH PERLU DIUJI.

Seorang teknisi komputer yang pernah tinggal satu rumah kosan dengan penulis menyarankan supaya menaikkan saturasi pada sistem warna laptop kala penulis pernah mengeluhkan warna di layar laptop yang kurang cerah. 

Padahal kenyataannya, contrast ratio-nya memang rendah. Jika slider saturasinya dinaikkan, maka batas bawah saturasi tadi akan tertarik naik dan warna-warna soft pun akan terimbas njomplang. Tentu hal ini berlaku pada LCD/LED desktop. Jadi untuk mereka yang berkutat di dunia grafis seharusnya memilih LCD/LED dengan contrast ratio tinggi; misalnya 1:2000 ke atas.

Pengalaman Penulis Memilih Monitor-TV

Hingga saat ini, penulis hanya pernah membeli serta menggunakan dua jenis LED-TV yang dapat difungsikan sebagai monitor PC. Yang terakhir beli malah dijual lebih dulu disebabkan pertimbangan tertentu: membutuhkan uang disamping secara tampilan visual kurang layak untuk dibuat berkomputer-ria di keseharian. 

Karena produk elektronik mempunyai penyusutan lebih tinggi jika disimpan lama meskipun tanpa penggunaan, jadi penulis berpikir langkah penjualan sesegera mungkin adalah yang terbaik. Memang akan rugi 200K jika dibandingkan saat membeli baru, tapi kerugiannya disinyalir akan semakin membesar jika terlalu lama ditunda disamping berkurangnya peminat disebabkan usia garansi yang semakin berkurang.

 Apalagi saat dijual tadi masih ada asuransi khusus pertanggungan jatuh tak sengaja selama setahun di luar garansi normal. Jangan salah, secara teknis angka contrast ratio-nya cukup tinggi dibandingkan kompetitornya.

Jika Anda mempunyai waktu luang, mungkin bisa browsing lebih lanjut tentang LED-TV LG seri 24MT48AF. Dari angka depannya bisa ditebak bahwa ukurannya 24inci. Sebagai catatan hasil pengamatan penulis: yang berukuran 24inci ini masih relatif stabil saat dicoba untuk pergantian resolusi mendadak ketimbang versi 22incinya, begitu pun kondisinya lebih baik jika ditinjau kedalaman warnanya. 

Pergantian resolusi mendadak ini memang tidak terlalu dibutuhkan pada perangkat LCD/LED-TV untuk penggunaan siaran TV biasa atau pemutaran video dari player, mini-hifi dan lain sebagainya; tapi cukup krusial bila di dunia PC untuk keperluan tertentu. Misalnya: waktu booting PC. 

Saat PC dalam kondisi menampilkan BIOS dengan saat PC menampilkan Logo boot Windows (penulis menggunakan Windows10) dan ketika PC masuk ke layar desktop setelah semua proses booting selesai akan menampilkan resolusi berbeda, dan hanya pada saat berada pada kondisi tampilan desktop-lah yang bisa diubah resolusinya---oleh pengguna umum.

Contoh lain dari pergantian resolusi mendadak ini adalah jika kita ingin memindah tampilan layar laptop ke monitor PC (misalnya menggunakan colokan output VGA/HDMI), yang secara resolusi tampilan memang akan mengikut setting terkini pada laptop. Contoh lainnya lagi adalah bila kita ingin memutar film (saat berkomputer) melalui video player atau bermain video-game. 

Secara umum para gamer akan menyetel resolusi tampilan ke ukuran yang membuat mereka nyaman serta lancar saat memainkan video game tersebut tanpa lag disebabkan kapabilitas dan toleransi dari kartu-VGA yang dimiliki, yang biasanya akan berbeda dengan resolusi dalam bekerja keseharian.

Jika seseorang bekerja dengan resolusi tinggi misalnya 1920 x 1080, maka saat bermain Need For Speed dan game berat lain dengan fitur antialiasing++ sehingga menampilkan efek yang lebih nyata serta dramatis mungkin akan terasa melambat dan kurang responsif saat menggunakan resolusi tersebut jika memang bisa dicapai; jadi demi keasyikan bermain biasanya akan diturunkan.

LED-TV LG seri 24MT48AF juga lumayan saat menampilkan setelan PC resolusi tinggi. Kekurangannya yang cukup krusial bagi penulis adalah: tidak dapat mengakomodasi bidang luas dengan warna sangat terbatas. 

Penulis sering berkutat dengan software grafis vektor, dan yang demikian ini tidak dapat ditoleransi bagaimanapun kondisinya. Pada bidang vektor satu warna (monokrom) terutama warna cerah, warna yang tampil di layar akan tergradasi halus menuju warna yang lebih cerah atau gelap namun masih pada tint yang sama. 

Bila Anda pengguna Adobe Photoshop, mungkin akan serupa kondisi ini: saat kita membuat bangun satu warna atau teks pada layer mengambang dengan satu warna tertentu lalu diberi layer style semacam inner-glow atau inner-shadow. Bila Anda 'orang grafis' mungkin akan menemukan hal ini adalah cukup parah. Kondisi inilah yang lolos dari pengamatan penulis saat mencobanya di toko.

Packing kardus dari LG 24MT48AF. dokpri
Packing kardus dari LG 24MT48AF. dokpri

Lantas apa yang membuat penulis membelinya?

Pertama adalah ketidaktahuan mengapa monitor-TV yang digunakan penulis selama ini tiba-tiba kolaps tak mengeluarkan gambar. Apalagi saat itu ada pekerjaan yang mendesak. Dipikir sudah tak bisa diperbaiki, dan dipikir mungkin harusnya ada backup perangkat jika masih bisa diperbaiki.

Sedangkan monitor-TV yang masih bertahan digunakan hingga sekarang oleh penulis adalah LED-TV Samsung UA22D5000NM. Yang ini pun bukan berarti minim kekurangan dibandingkan kelebihannya. Layarnya agak 'alergi' dengan sistem 4:3 disebabkan ukuran layarnya memang 16:9. 

Meski demikian, pemaksaan sistem tampilan pada skala tersebut seperti pada beberapa game atau setelan video akan digolongkan sebagai 'pemerkosaan' terhadapnya dan akan berimbas pada 'layar terbakar' yakni munculnya bintik noise kehijauan di tampilan layar. Bandingkan dengan LED-TV LG sebelumnya yang relatif tanpa masalah. Jadi saat ada pergantian resolusi mendadak, memang akan menyebabkan pengguna sedikit 'kalang-kabut'. 

Menimbang hal tersebut, mungkin main video-game pun mesti dibatasi kalau mau perangkatnya 'selamat' dan tahan lama. Namun sejauh ini, warna dan segalanya masih berjalan baik dan tanpa gangguan. Kekurangan lainnya adalah resolusi layarnya masih 1360 x 768 yang termasuk cukup sempit jika dibandingkan resolusi FullHD 1920 x 1020 untuk kerja lebih lapang.

Peringatan pada halaman 'help' dari seri Samsung UA22D5000NM. dokpri
Peringatan pada halaman 'help' dari seri Samsung UA22D5000NM. dokpri

Bagaimanapun canggihnya sebuah monitor-TV, resolusi menjadi penting. Sayangnya, UA22D5000NM tidak mengakomodasi resolusi HDTV 1920 x 1080. screenshot capture-dokpri
Bagaimanapun canggihnya sebuah monitor-TV, resolusi menjadi penting. Sayangnya, UA22D5000NM tidak mengakomodasi resolusi HDTV 1920 x 1080. screenshot capture-dokpri

Hanya, sesuai pengalaman penulis yang membandingkan secara intensif saat berada di showroom---sepertinya versi ukuran layar 32incinya mempunyai titik cerah putih yang lebih baik dibandingkan dengan versi 22incinya, begitu pula gradasi warnanya. Meski demikian, harga TV-LED saat itu tidak seperti sekarang yang jatuh hampir separuhnya. 

Jadi bila penulis memboyong TV-LED 22inci tersebut seharga 2,4jutaan---maka saat ini mungkin harganya ada di bawah 1,7juta (seperti halnya harga LED-TV LG tadi) sedangkan harga 2juta+ tadi menjadi kisaran harga untuk ukuran 32inci.

Satu hal lagi, LED-TV Samsung UA22D5000NM (apalagi seri 32incinya) secara warna adalah lebih baik daripada kompetitornya dari keluaran tahun kisaran produksinya---setidaknya begitulah menurut pengamatan penulis saat di showroom. 

Karena penulis kebetulan selama tiga hari (maksudnya bukan 3 x 24 jam, tapi tiga hari berturut datang selama kurang lebih tiga jam) mengamati bagaimana kelebihan dan kekurangan beberapa produk monitor-TV yang akan dibeli. Dan secara kebetulan ada film animasi RIO dengan warna burung-burung dan lingkungan tajam dan cerah yang mendukung kegiatan tadi. 

Ada warna biru—tepatnya cyan atau biru langit—menjadi 'pecah' di produk kompetitor yang menjadi objek pengamatan bersama tadi. Yang dimaksud 'pecah' ini adalah tampil jaggies atau 'bergerigi' dibandingkan layar UA22D5000NM dengan tampilan warna cenderung halus untuk kondisi scene yang sama. Bisa dibilang, secara grafis rentang jangkauan warna (gamut) dari LED-TV Samsung ini lebih lebar.

OK. Demikian pengalaman penulis tentang memilih LED-TV ini. Showroom yang menjadi sasaran penulis untuk kedua produk LED-TV ini adalah showroom elektronik yang juga memajang home appliances, bukan showroom komputer dan peripheral-nya.
Mungkin ada pengalaman dari penulis lain atau pengguna untuk merek dan jenis monitor-TV lainnya, bisa di-share dong pada baris komentar sebagai pelengkap untuk pembaca (atau bisa juga lewat artikel balasan). Penulis juga berharap, teknologi yang disematkan pada LED-TV ke depannya semakin berkembang lebih baik dari segi kapabilitas, cakupan warna dan mengakomodasi bidang grafis serta multimedia. Terima kasih sudah mampir membaca.

***

///UPDATE/// Berdasarkan pengalaman beberapa teman di IGD Facebook dimana artikel ini penulis share, selama ini mereka yang menggunakan TV-LED mungkin mentok dengan refresh rate yang hanya maksimal 60Hz. Bandingkan dengan monitor CRT yang bisa dinaikkan refresh ratenya ke tingkatan lebih tinggi. Meski demikian, penulis mengingat dari beberapa referensi jika angka 60Hz itu pun tergolong cukup—disebabkan perbedaan sistem pembentukan citra. Ada keterangan jika menggunakan TV-LED diharuskan menjaga jarak minimal 2 meter. Meski buat penulis pribadi, tingkat terang TV-LED ini agak sedikit lebih bersahabat bagi mata ketimbang monitor CRT. Bagi beberapa orang, agaknya monitor PC biasa lebih nyaman bagi mata mereka. 

Ada satu pengalaman pengguna yang menggunakan layar lebar TV-LED seukuran 43" (yang dapat digeber resolusinya ke 4K, dengan resolusi recommended 3840 x 2160 saat berkomputer dan 2560 x 1440 saat main video game), namun penulis sendiri belum mempunyai gambaran jika menggunakan ukuran layar tersebut baru nyaman dilihat pada jarak minimal berapa meter. Ada juga yang berpendapat bahwa port VGA pada TV-LED ini adalah untuk karaoke atau home theater. Berikut adalah beberapa masukan dari pembaca dimana tautan ini dishare. Demi menghindari konflik maka namanya diburamkan.

a-e1-5cf219819d9e060eed733f17.jpg
a-e1-5cf219819d9e060eed733f17.jpg
b-e1-5cf219c2aa3ccd53c110c4a6.jpg
b-e1-5cf219c2aa3ccd53c110c4a6.jpg
c-e1-5cf219e53ba7f701d74c2e92.jpg
c-e1-5cf219e53ba7f701d74c2e92.jpg
d-e1-5cf219ee9d9e060406060681.jpg
d-e1-5cf219ee9d9e060406060681.jpg
e-e1-5cf21a009d9e0668627fec64.jpg
e-e1-5cf21a009d9e0668627fec64.jpg
f-e1-5cf21a0d9d9e0619396919c4.jpg
f-e1-5cf21a0d9d9e0619396919c4.jpg
g-e1-5cf21a293ba7f77c9d633ea4.jpg
g-e1-5cf21a293ba7f77c9d633ea4.jpg
h-e1-5cf21a29aa3ccd58262f681f.jpg
h-e1-5cf21a29aa3ccd58262f681f.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun