Pagi itu (Kamis 11 April 2019) cuaca lumayan cerah namun sedikit berawan saat penulis berangkat ke lokasi acara Nangkring Workshop '#Membangun Kebaikan' bersama Kompasiana-SemenIndonesia dan Universitas International Semen Indonesia. Jalanan menuju kesana lumayan padat karena berada di jam sibuk 07-09 pagi yang merupakan waktu umum dari banyak perusahaan membuka pintunya untuk karyawan.
Penulis sendiri sedari awal merencanakan melewati jalan Banjarsugihan-Sememi-Pakal-serta jalan Jawar dimana Stadion Gelora Bung Tomo berdiri, sebuah stadion baru yang kini sering digunakan sebagai ajang pertarungan liga di Indonesia pengganti Stadion Gelora 10 November yang telah diistirahatkan dari event yang memicu kehadiran massa disebabkan tergolong 'tua' secara teknis.Â
Dari jalan Jawar yang dikelilingi tambak itu bersambung ke kawasan industri pinggiran kota di jalan Romokalisari. Setelah keluar dari sana, bila belok kiri pun kita dapat melihat (serta melewati) Taman Gapuro Kota Gresik yang berada di tepi Kali Lamong, sungai pembatas Kabupaten Gresik dengan Surabaya.
Hingga sampai di gerbang lokasi acara, penulis termasuk beruntung karena tak ada kendala saat memasuki areal pabrik: hanya tinggal berucap maksud kedatangan dan langsung ditunjukkan jalannya oleh dua orang kru dari panitia; berbeda dengan seorang rekan Kompasianer yang ternyata ditolak masuk disebabkan mengajak buah hati.Â
Meskipun acara Nangkring tersebut berada di gedung kampus Universitas International Semen Indonesia namun faktanya gedung Kampus B tersebut masih berada di kompleks pabrik Semen Indonesia Gresik yang akan berbeda kondisi dengan gedung pertemuan biasa dari beberapa segi. Mungkin saja kondisinya akan berbeda bila acara Nangkring tersebut diadakan di Gedung Utama Semen Indonesia yang terletak di pinggir Jalan Veteran.
Melalui jalan lorong masuk menuju Kampus B tempat acara Nangkring tersebut, ingatan terlempar saat main video game Counter Strike yang merupakan game bergenre First Person Shooter. Mungkin ada game lain sejenis ini, tapi yang penulis hendak sampaikan disini bukan masalah tema game-nya; melainkan pemandangan secara visual. Yakni seperti bangunan reruntuhan tua yang telah ditinggalkan dan (dalam game) menjadi tempat persembunyian dan markas dari gembong teroris.
Penulis sempat bertanya kepada seorang petugas yang berjaga—jangan tanya nama karena penulis lupa bertanya juga hahaha. Atau, sebut saja namanya Mawar ^_^ —mengapa instalasi dan gedung megah yang seperti telah ditinggalkan tersebut tidak diratakan dengan tanah saja. Karena penulis melihat akan berbahaya bila bangunan tadi dibiarkan terlantar, dan mungkin bila runtuh malah akan membahayakan orang yang kebetulan lewat.
Namun bapak Mawar melihat bahwa bangunan tersebut adalah bangunan asli yang kuat dan mungkin masih bisa digunakan untuk keperluan lain. "Seperti gedung Kampus B Universitas ini adalah gedung asli pabrik yang sudah dialihfungsikan jadi ruangan kampus."
Beliau menambahkan, bahwa di kompleks tersebut saat ini memang berubah menjadi tempat pengolahan akhir dan packaging saja—karena bahan baku yang ada di Gresik telah habis. "Bangunan ini didirikan tahun 1990 dan selesai pada tahun 1992, namun hanya menjalankan fungsinya hingga tahun 1994 saja. Jadi hanya dua tahun, karena bahan bakunya habis itu tadi."Â
Perusahaan berekspansi ke Tuban setelah bahan baku habis, dan setelah di Tuban habis pula, perusahaan lalu berekspansi ke Rembang yang sempat mengalami gesekan dengan warga setempat; namun saat penulis melihat berbagai sumber berita, [ salah satunya ] pabrik di Rembang itupun masih terus berproduksi.Â
Dari pembicaraan lintas-lalu tersebut, sepertinya secara tersirat pihak Semen Indonesia pernah terbersit mempunyai rencana membuat semacam museum juga di dalam kompleks pabrik. Detailnya mungkin penulis agak lupa disebabkan bincang-bincang tersebut lebih ke 'off the record'.
ACARA NANGKRING PUN DIMULAI
Kembali ke acara Nangkring #Membangun Kebaikan Bersama Kompasiana, UISI, dan Semen Indonesia, setelah sempat mulur hingga setengah jam, di pagi menjelang siang itupun acara dibuka dengan berdirinya peserta menyanyikan lagu kebangsaan 'Indonesia Raya' dan pemutaran rekaman dari seksi K3 PT Semen Indonesia tentang prosedur yang diberlakukan selama berkunjung di area pabrik terkait dengan keamanan dan keselamatan. Misalnya tidak diizinkan membawa senjata api/tajam, larangan merokok, wajib menggunakan alat pelindung diri, dilarang memotret tanpa izin, dan lain-lain.
Beberapa potensi bahaya selama berada di area di PT Semen Indonesia meliputi: Suara bising, debu, material panas, listrik, udara bertekanan, peralatan berputar, getaran, pekerjaan di ketinggian dan lain sebagainya. Dalam keadaan darurat saat factory visit, diharapkan membunyikan alarm terdekat dan segera berkumpul di titik yang ditentukan atau hubungi sie keselamatan via telepon/HT serta dimohon untuk tetap tenang dan tidak panik. Setelahnya, pembukaan acara dilanjutkan dengan lantunan doa oleh Ustaz Fauzi agar event NANGKRING itu lancar hingga akhir acara.
Pembukaan acara pun berlanjut dengan pemutaran video Company Profile PT Semen Indonesia yang memaparkan sekilas sejarah, kondisi dan fakta terkini tentang PT Semen Indonesia. Salah satunya adalah status Semen Indonesia sebagai BUMN, 51% porsi saham PT Semen Indonesia dimiliki oleh Pemerintah Indonesia, dan 49% saham oleh publik.
Meski sebagian dari pembukaan acara didominasi oleh pemaparan tentang fakta dan kondisi PT Semen Indonesia beserta berbagai persyaratan serta prosedur yang ada di dalamnya, namun acara ini bukan merupakan kegiatan Factory Visit dimana pengunjung akan diajak berkeliling melihat areal pabrik, melainkan lebih ke arah sharing dan interaksi dari pemateri ke pengunjung serta sebaliknya.
Seperti sebuah yang dikemukakan oleh Bapak Prof. Dr. Ing. Herman Sasongko selaku Rektor Universitas Internasional Semen Indonesia, bahwa ada kejadian mengesankan yang pernah dialaminya kala masih tinggal di Jerman. Kita sering menilai orang dari sampulnya: memandang rendah kaum hippies atau mereka yang mengenakan baju lusuh atau 'mbambungan' istilah jawanya.Â
Seorang dari kaum hippies tersebut mendatanginya di suatu taman sambil bertanya buku sastra yang sedang dibaca oleh Pak Herman saat itu. Tak disangka, ada satu bagian buku yang ditunjukkan oleh seorang hippies tersebut berisi kutipan yang merupakan bagian penting buku dimana ada perbedaan antara pemerintah, bangsa dan negara.
Sementara Trinity yang merupakan nama pena dan pengarang buku The Naked Traveller, menceritakan pengalamannya dalam mulai membangun blog sekitar tahun 2005 (saat itu pembuatan blog belum terlalu populer seperti saat ini) dan waktu itu pun belum ada 'media sosial'.Â
*Meski menurut hemat penulis, mungkin definisi dan format 'media sosial' ini telah bertransformasi menjadi apa yang kita kenal sekarang, karena bila diingat saat itu pun telah ada 'situs sosial' semacam Friendster beserta beberapa situs forum yang membahas topik khusus maupun umum seperti misalnya, Kaskus. Hanya, secara umum media web juga tengah berubah menjadi web 2.0 dimana interaksi pengunjung telah mendapat porsi penting.*
Bagi ibu Trinity, tujuan membangun blog tersebut disebabkan karena menghindari rusak-hilangnya berkas dibandingkan dengan penyimpanan pribadi. Lalu mengapa memilih menjadi traveller? Mungkin yang dipikirkan adalah keinginan menjadi 'heroik' pada blognya; dibandingkan dengan saat masih berstatus staf kantor yang pernah dijalaninya. Dari rutinitas masuk jam 08.00 hingga pulang jam 16.00, sepertinya kurang menarik dan kurang 'heroik' untuk diangkat dan diulas.
Ibu Trinity sempat berbagi tips tentang bagaimana menjadi pengguna media sosial sukses. Misalnya:
- Menghasilkan konten yang bermanfaat dan menginspirasi follower
- Konsisten
- Be Yourself!
- Visual yang menarik
- Memberi caption yang deskriptif dan informatif
- Waktu post saat ramai
- Jangan menggunakan kebanyakan #tagar
- Menjaga Interaksi tetap positif
- Berpartisipasi dengan pembicaraan trending
- Promosi diri.
Dalam sesi tanya jawab ibu Trinity juga tak setuju jika kita 'baik secara berlebihan' atas sebuah fenomena di dunia pariwisata: bule yang sampai meminta-minta karena kehabisan uang. Namun memang tak bisa dipungkiri jika orang Asia pada umumnya lebih memandang ras 'kulit putih' lebih superior. Jadi di beberapa kesempatan ketika dalam perjalanan bersama teman 'bule', kadang ada permintaan foto bersama dari warga setempat.
Dibandingkan pemateri lain saat acara, menurut penulis ibu Trinity mempunyai lebih banyak porsi waktu serta kegiatan berinteraksinya dengan peserta. Sementara materi yang dibawakan oleh Pak Irwan yang merupakan pendiri InfoGRESIK lebih ke arah 'bercerita via video' yang baru siap dan perdana diputar di acara Nangkring tersebut. Saat ini ada banyak hal yang diulas di InfoGRESIK, mulai dari aktivitas ekonomi, pariwisata, hingga resensi film.Â
Peserta juga disuguhi testimoni dari warga yang sangat berterima kasih kepada InfoGRESIK karena telah dibantu 'promosi gratis' atas event yang diadakannya. Dari paparan Pak Irwan secara keseluruhan, Gresik itu cukup kaya dari apa yang diketahui umum misalnya 'Gresik kota Santri', Gresik mempunyai makam wali dan lain sebagainya, karena di daerah Menganti yang lebih ke selatan dari Kabupaten/Kota Gresik kita bisa melihat ada banyak penganut Hindu.
Dan secara pribadi Pak Irwan juga menyatakan kewalahan jika saat ini hanya dikelola secara personal—jadi ada beberapa orang yang tergabung dalam satu tim yang tersebar antara Gresik serta Surabaya—berbeda dengan beberapa tahun awal dimana pengelolaan hingga penyiapan materi dilakukan sendiri.
Acara inti pun ditutup pada pukul 12.30 dan acara rehat pun digunakan untuk berburu foto demi Kompetisi foto IG oleh para peserta yang dilanjutkan lagi pada pukul 13.30, namun tak ada materi lagi yang akan disampaikan. Yang ada hanya game dan pembagian hadiah.
Penulis sempat menyayangkan sesi awal mulur hingga 30 menitan lebih dari waktu pada undangan 09.00 yang mungkin menyebabkan beberapa peserta—termasuk penulis, kehilangan kesempatan untuk bertanya.Â
Foto-Foto Lain
*Semua foto diperkecil ukurannya sesuai dengan prasyarat server K maks. 2MB, jika ingin mengunduh seluruh gambar pada ukuran 40% dari ukuran sebenarnya bisa via tautan berikut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H