Mohon tunggu...
F. I. Agung Prasetyo
F. I. Agung Prasetyo Mohon Tunggu... Ilustrator - Desainer Grafis dan Ilustrator

Cowok Deskomviser yang akan menggunakan Kompasiana untuk nulis dan ngedumel...

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Apakah Hari Pasar Rakyat Nasional Itu Perlu? Tentu Saja!

27 Januari 2017   14:58 Diperbarui: 27 Januari 2017   20:13 1133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewasa ini, kegiatan perekonomian di Indonesia menunjukkan peningkatan yang positif. Namun tentu masih ada hal penting yang harus dilakukan oleh pemerintah secara berkelanjutan, khususnya untuk Pasar Rakyat. Istilah 'Pasar Rakyat' sendiri (untuk selanjutnya penulis singkat dengan ‘PR’) berarti 'Pasar Tradisional' yang telah diubah penyebutannya (mungkin demi menghindari kerancuan) sejak disahkannya Undang-Undang no 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. PR mempunyai peran dalam masyarakat antara lain:
a. Simpul kekuatan ekonomi lokal
b. Memberikan kontribusi terhadap perekonomian daerah
c.  Meningkatkan kesempatan kerja
d. Menyediakan sarana berjualan, terutama bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah
e. Menjadi referensi harga bahan pokok yang mendasari tingkat inflasi dan indikator kestabilan harga
f. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (yang juga dapat menjadi acuan dalam penyusunan APBD)
g. Sebagai salah satu sarana keberlanjutan budaya setempat, serta
h. Merupakan hulu sekaligus muara dari perekonomian informal yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia.

Salah satu pasar yang pernah saya kunjungi: Pasar Pare-Kediri. dok pribadi
Salah satu pasar yang pernah saya kunjungi: Pasar Pare-Kediri. dok pribadi
Salah satu kegiatan pada sudut Pasar Sayur Pare-Kediri. dok pribadi
Salah satu kegiatan pada sudut Pasar Sayur Pare-Kediri. dok pribadi
Hingga saat ini, PR yang secara umum dikelola oleh Perusahaan atau Pemerintah Daerah masih dipandang sebagai sarana penting oleh sebagian besar masyarakat kita (karena bisa tawar-menawar harga) meski porsinya dipandang menurun, terutama oleh penduduk kota yang menyukai kepraktisan dan higienitas. Jadi target pemerintah yang terutama mungkin adalah membuat PR tersebut menjadi 'modern' (tidak lagi tradisional secara bangunan) serta menghilangkan kesan kumuh seperti yang tertanam di benak masyarakat akan kesan pasar tradisional umumnya.

Perbaikan fasilitas serta fitur dari PR ini menurut penulis mutlak juga dilakukan demi sekadar 'bertahan' di era sekarang, disamping berusaha 'merebut kembali' konsumen (serta penjual) yang tadinya loyal dengan PR tersebut. Tentu yang 'bertahan' ini bukan hanya keberadaan fisik bangunan PR tersebut tetapi lebih ke interaksi dan transaksi dari para penjual serta pembeli di dalamnya. Jadi, posisi PR di mata konsumen, produsen, pelanggannya bahkan pengelolanya bisa tetap strategis dari masa-ke-masa sebagaimana pemerintahan kolonial Belanda yang menempatkan PR di seberang stasiun kereta api dalam tata kotanya di masa lalu.

Peta Data Revitalisasi Pasar di Indonesia tahun 2015-2016. sumber: ews.kemendag.go.id
Peta Data Revitalisasi Pasar di Indonesia tahun 2015-2016. sumber: ews.kemendag.go.id
Dan ternyata ada ide positif untuk menetapkan Hari Pasar Rakyat Nasional (untuk selanjutnya penulis singkat dengan HaParNas) yang diinisiasi oleh Yayasan Danamon Peduli. Yayasan ini sendiri merupakan yayasan yang bermitra dengan pemerintahan pusat serta daerah yang peduli terhadap berbagai macam fokus strategis, salah satunya adalah pasar. Satu poin program yang bisa kita baca pada situsnya adalah program Pasar Sejahtera. Penetapan Haparnas ini tentu dimaksudkan untuk mempertahankan pamor PR dari berbagai macam faktor yang dapat melemahkannya. Setidaknya penulis melihat beberapa poin mengapa Haparnas ini penting bagi PR itu sendiri:

1. Memperkuat PR dalam posisinya dari Mall dan Ritel

Meski berbeda pangsa dan fokus, mall dan ritel ini turut menggerus konsumen PR. Sebaran toko swalayan kecil hingga sedang di antara pemukiman mampu menjadikan toko dan kelontong lokal dan di dalam PR tersungkur. Begitu juga dengan kehadiran mall yang menurut penulis dapat menjadi sarana wisata selain berfungsi sebagai Pasar Modern bagi banyak orang terutama muda-mudi.

Namun mungkin kita memang tidak akan bisa mengetahui sebuah mall yang ramai juga secara otomatis mencetak transaksi sesuai target pemilik gerai pada mall tersebut mengacu fakta tadi. Penulis mengambil kesimpulan ini disebabkan adanya alasan beberapa orang yang menggunakan mall ini sebagai lokasi 'window shopping' alias hanya jalan-jalan demi gaya hidup saja, bukan bertujuan khusus untuk membeli barang tertentu; sedangkan keberadaan PR  lebih merupakan penyedia kebutuhan untuk berbagai lapisan, bukan untuk kalangan menengah (ke atas) saja seperti halnya mall. Sementara itu, konsumen membutuhkan sarana belanja nyaman yang relatif bisa dipenuhi oleh mall atau perusahaan ritel.

Di sisi lain, mall (dan bangunan Pasar Modern seperti pusat ritel atau grosir) menarik bagi pedagang. Ini karena secara fisik, bangunan tadi dibangun dengan biaya besar memiliki fitur preventif terhadap kejadian buruk apapun seperti kebakaran atau sejenisnya. Selama ini kita mungkin sering mendengar PR yang hangus menyeluruh dengan angka kerugian hingga miliaran rupiah dihitung dari semua aspek, disamping terhentinya kegiatan jual-beli saat proses penyidikan atau pengambilan keputusan relokasi selama perbaikan atau pembangunan kembali PR tersebut. Hal ini tentu bisa berdampak traumatis bagi pedagang kecil yang hanya mempunyai stok barang hanya pada pasar tadi.

Jadi sistem modern dari mall itu hendaknya bisa diadaptasi ke pembangunan baru atau revitalisasi PR ke depannya demi menggaet penjual.

Ada satu event di Surabaya tiap tahunnya demi menyambut Hari Ulang Tahun Kota yakni Surabaya Hot Sale. Menurut pengamatan penulis, meski event ini mencakup ‘pusat perbelanjaan’, sangat jarang terlihat PR juga ikut andil di dalamnya (padahal kegiatan umum dalam PR juga transaksi jual-beli) dibandingkan dengan mall atau pusat ritel. Jadi event sejenis tentunya bisa pula diterapkan pada Haparnas khusus untuk PR.

Salah satu sudut sebuah Mall di Kota Semarang saat berlangsungnya event Batikraft Vaganza. Agaknya bisa menarik pengunjung jika event serupa diadakan di Pasar Rakyat. dok pribadi
Salah satu sudut sebuah Mall di Kota Semarang saat berlangsungnya event Batikraft Vaganza. Agaknya bisa menarik pengunjung jika event serupa diadakan di Pasar Rakyat. dok pribadi
Logo Surabaya Hot Sale 2010. sumber: jawapos.com
Logo Surabaya Hot Sale 2010. sumber: jawapos.com


2. Bersaing dengan Toko Online

Barisan toko online (atau marketplace) merupakan fenomena menarik di masa kini. Dengan toko online, banyak pedagang tak perlu memiliki tempat penyimpanan khusus pada kios pasar untuk memajang dagangannya. Hal ini bisa berbahaya pada keberlanjutan PR walaupun Toko Online juga punya kelemahan yakni adanya ongkos kirim yang menjadi tanggungan pembeli meski jangkauannya menjadi lebih luas. Meski begitu, pedagang barang kebutuhan yang mempunyai lapak di PR juga bisa mempunyai lapak online-nya dengan persyaratan yang sama sekali tidak sulit bahkan ada yang gratis. Yang semacam ini juga marak ditemui dimana penjual bisa mendapatkan dua keuntungan: berjualan secara offline dan online untuk mengeruk keuntungan lebih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun