Meluasnya koneksi internet yang semakin merata menguntungkan banyak pihak untuk saling terkoneksi satu sama lain. Perkembangan teknologi yang berada di baliknya turut melambungkan dunia internet menjadi tumpuan penghasilan bagi praktisi 'dunia nyata'; baik itu marketer, seller, ataupun profesional dari berbagai disiplin ilmu yang mengandalkan keandalan dan kecepatan komunikasi via web. Telah diberitakan bahwa di dunia pun muncul orang-orang kaya baru yang berhasil di dunia internet. Dan teknologi internet juga menelurkan ide-ide baru, media baru, dan kesempatan baru untuk banyak orang. Seperti citizen journalism macam blog, review, atau bahkan berkreasi melalui video ponsel yang kemudian di-share ke media sosial. Dari sekian banyak ide yang muncul oleh teknologi internet, muncul istilah "crowdsource" atau "crowdsourcing" pada tahun 2006.
Apakah crowdsource? definisi tepatnya bisa seperti ini (dikutip dari wikipedia): "Crowdsourcing is a type of participative online activity in which an individual, an institution, a non-profit organization, or company proposes to a group of individuals of varying knowledge, heterogeneity, and number, via a flexible open call, the voluntary undertaking of a task. The undertaking of the task, of variable complexity and modularity, and in which the crowd should participate bringing their work, money, knowledge and/or experience, always entails mutual benefit. The user will receive the satisfaction of a given type of need, be it economic, social recognition, self-esteem, or the development of individual skills, while the crowdsourcer will obtain and utilize to their advantage that what the user has brought to the venture, whose form will depend on the type of activity undertaken".
Pengertian mendasarnya adalah pemecahan masalah yang berasal dari beberapa (atau banyak orang) yang terhubung melalui koneksi terbuka (seperti internet). Meraba-raba pengertiannya rasanya akan menimbulkan pandangan sedikit kabur yang mungkin bisa dibuat simpel dengan contoh seperti ini: Bila kita butuh logo merk untuk perusahaan atau brand produk tertentu, dan kita mempunyai sejumlah uang, ada pilihan untuk ke media penyedia layanan crowdsourcing (selain ke 'lembaga konvensional' macam agensi/biro desain). Penyedia online-crowdsourcing ini misalnya, logomyway.com, freelancer.com, eyeka.com dan banyak lainnya.
Jika uang yang Anda miliki lebih dari pantas, maka berjubel pula freelancer yang akan membuatkan logo untuk Anda, dengan pilihan desain yang banyak dan berbeda-beda. Tapi kerjaan desain yang bisa di-crowdsourcing tidak hanya logo. Tergantung wadah dan kategori yang dikelola satu situs tertentu. Lantas? Berikutnya adalah pengalaman saya yang hanya bertahan 3 bulan saja dalam ajang kompetisi seperti itu. Dalam minggu pertama saya bergabung saja, ada sedikitnya 3 akun desainer yang menyatakan komentar pedas dan teriakan kekesalannya kepada desainer (atau tukang setting?) yang lain, karena sikap plagiatnya (mencontek milik peserta lain atau logo asing yang entah punya siapa).
Jumlah ini saya pastikan HANYA berasal dari beberapa kontes yang saya akses saja, karena ada banyak kontes lain yang diadakan oleh perusahaan/perorangan yang berbeda (misal kontes web atau interior/produk) yang lepas dari perhatian saya. Salah satu contoh sikap curangnya, meniru dengan mengambil elemen (atau bahkan menyalin semirip mungkin-atau mem-flip/edit via transform) logo-logo dari bank image/image stock untuk kemudian HANYA diganti tulisannya untuk menjadi logo merk Anda. Kalau hanya meniru lalu mengubahnya sedikit sih gak bakal ketahuan sepertinya... karena banyaknya logo yang mirip di dunia ini. Tapi, bagaimana seandainya bila Anda memilih sebuah dari ratusan logo yang masuk, tetapi yang terjadi kemudian Anda menuai malu yang luar biasa lantaran logo Anda mirip atau bahkan sama persis dengan logo lain dari perusahaan yang lain pula? Bagaimana itu bisa lolos? Desainer yang tercatat punya akun (saya tidak tahu kalau ada akun dobel) memang ratusan bahkan ribuan, tetapi jika semua logo di seluruh dunia berjumlah milyaran, dan si plagiat meniru logonya berasal dari sebuah kota yang beritanya jarang dilirik media Indonesia karena letaknya yang 'terpencil'. Apakah Anda yakin hal ini selalu terpantau oleh desainer-desainer dengan karya 'halal' itu?
Tukang-tukang setting yang curang ini menodai sikap dan kode etik desainer yang menjunjung tinggi integritas. Menjadi tertawaan dan bahan sindiran di halaman kontes dan di depan penyelenggara kontes dan ratusan desainer lain seperti itu saja tak cukup dan tak membuat malu, terbukti ada saja yang dengan muka badaknya tetap pede mengikuti kontes berikutnya dari situs yang sama. Dibanned mungkin adalah tindakan selanjutnya, dan pelarangan mengikuti kontes selanjutnya menjadi ujung tombak sanksi, yang bisa saja di'selewengkan' dengan membuat akun yang lain dari alamat email yang lain. Mungkin juga membuat akun lain dengan mendaftarkan nama akun bank adiknya atau istrinya sebagai senjata aliran dana bila menang dan membawa pulang hadiahnya. Siapa tahu? wong tidak pernah bertemu muka?
Kejadian yang membuat saya KAPOK dan mundur dari situs tersebut berasal dari sebuah kontes juga. Ceritanya ada sebuah villa di Jawa Timur yang mengadakan kontes logo. Saya mengikuti kontes ini di tengah-tengah waktu rentang lomba karena sebelumnya ada kontes lain yang lebih menyita perhatian saya. Saat saya melihat list kontes ini (rasanya mungkin mirip dengan jika Anda melihat list artikel sub-kategori pada Kompasiana), telah ada puluhan logo yang masuk. Pada dasarnya saya ingin membuat konsep berbeda yang belum pernah terpikirkan karena kontes itu adalah kontes terbuka yang siapa saja bisa "menginspirasi" atau "terinspirasi". Saya mendapatkan ide dan mematangkannya sebelum saya mencermati satu demi satu visual logo yang masuk agar tidak mirip atau bahkan sama. Kalaupun telah ada, mungkin akan saya batalkan karena sebagai desainer, karena saya anti-plagiat. Dan ada sedikit perasaan lega ketika melihat bentuk yang saya pikirkan ini belum ada pada deretan logo yang terpampang.
Konsep saya yang pertama garis besarnya begini, bila villa tersebut menjadi perhatian utama, maka saya tidak perlu membuat bentuk villa seperti bentuk rumah pada umumnya, dengan atap berbentuk prisma segitiga dengan gentengnya (juga yang kebanyakan terlihat dari puluhan logo yang telah masuk). Sebagai identitas utama sebuah villa hunian/sewaan, maka saya membuat bentuk villa aslinya saja (dengan bangunan berciri minimalis kotak-kotak) menjadi elemen utama dari logo itu, yang bisa diartikan sebagai 'kepercayaan': bahkan bangunan fisiknya pun tergambar di logonya. Saya membuat gambaran sederhana dengan tampilan 2D seperti logo-logo umumnya agar tidak terlalu susah mentransfernya ke media lain yang lebih sederhana macam stempel/sablon **lihat gambar 1 sebelah kiri** dan saya pun meng-uploadnya. Oke, ternyata ada 2 bintang yang menghiasi bagian bawah logo itu sebagai tanda masuk hitungan (logo yang tidak masuk hitungan tak ada tanda bintangnya, bahkan ditandai sebagai ter-reject yang akan diurutkan secara otomatis oleh sistem ke halaman paling belakang dalam daftar tayang). Kemudian saya terpikir untuk membuatnya lebih kompleks logo di situs aslinya pun kompleks. Sialnya, saya terserang flu pada hari itu yang mengakibatkan saya harus menunda mengerjakan visual yang lebih matang. Tapi kontes itu sendiri adalah kompetisi dimana saya harus mengerjakan secepatnya untuk revisi berikutnya (dalam kontes crowdsourcing, revisi diperbolehkan untuk memperbaiki hasil kerja yang kita kirim setelah komentar perbaikan dari perusahaan/pihak ketiga sebagai penyelenggara kontes). Dalam keadaan sakit (tapi siapa peduli sih?), saya mengangsur pekerjaan sedikit-demi sedikit merampungkan logo tersebut untuk di-upload esoknya.
*gambar 1*
Sehari berlalu hingga akhirnya saya menyelesaikan logo saya. Dengan modem ponsel seadanya berkecepatan maksimal 20-30an KB (dari pantauan freeware Net Traffic), saya login dan langsung menuju ke halaman kontes untuk kemudian menguploadnya **lihat gambar 1 sebelah kanan**. Upload dan pemberian keterangan berhasil sehingga saya diredirect ke halaman awal kontes dimana jajaran penerima bintang terbanyak berada. Sungguh mengagetkan pikiran saya ketika melihat ada beberapa logo lain juga menjadikan bentuk bangunan villa aslinya yang kotak-kotak yang saya sebutkan pada keterangan konsep sebagai elemen logonya (menggunakan bentuk gambar villa asli 3d yang baru saja saya upload). HELLO???? Judulnya KONTES woooiiiii... KOMPETISI!!! Kenapa jadinya malah seperti MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT? Kenapa juga ada yang nebeng pakai konsep saya? Kalau bikin logo pakai konsep otakmu sendiri kenapa...? Pikirmu gampang bikin konsep?
Saya ingin menelaahnya lebih lanjut: Konsep pada desain timbul karena adanya pertautan pemikiran. Karena adanya timbunan (library) 'kosakata' bentuk dan wacana. Mind Mapping. Yang terbentuk oleh wawasan yang diperluas karena membaca, praktik, pengalaman, pembicaraan, diskusi dan lain-lain. Mirip dengan menanam pohon mangga: disirami, diberi pupuk, dipangkas dahan-dahannya selama bertahun-tahun hingga berbuah. Mungkin mereka tidak mengetahui bahwa saya melahap banyak buku dan trial-error praktik dalam hitungan belasan tahun. Lah ini malah ada yang berani ngajak bareng makan buahnya tanpa permisi... Keberatan saya timbul memuncak sehingga saya mengirim email kepada admin dan pengelola kontesnya. Belum adanya tanggapan membuat saya mengajukan konsep lain untuk membuktikan bahwa konsep bisa sangat beragam tanpa perlu nimbrung ikut konsep lain, mana nggak ijin lagi... **lihat gambar 2**. Antara kecewa, malu dan marah juga melihat yang nebeng konsep kemudian meraih bintang lebih tinggi. Saya sangat ingin menendang pantatnya kuat-kuat karena saya rasa otaknya juga berada di area itu.
Beberapa hari adem ayem saja, menandakan email keberatan saya tidak digubris. Pihak situs mewanti-wanti melalui keterangan di situsnya agar peserta menjaga ketenangan dan keharmonisan antara penyelenggara kontes dan pesertanya. Karena itu saya memilih mengajukan komplain via email (tombol sign laporkan) ke admin daripada mendamprat pelakunya di halaman kontes meski saya sangat ingin melakukannya. Setelah email berlalu tanpa adanya kejelasan, akhirnya saya minta akun saya di-delete dari database. Adminnya masih mereply, oh iya, kami akan mem-banned saja akun bapak... Saya reply ulang dengan penjabaran dan kemarahan panjang lebar, Banned apaan? Delete saja! Plus hapus semua portfolio saya di situ selama ini. Dan newsletter yang biasanya mengabari info lomba pun saya unsubscribe.
Bagaimana perasaan yang bikin kontes karena salah satu logo pesertanya yang mungkin hilang tiba-tiba? (MUNGKIN karena saya tak pernah memasuki situs itu lagi) Entahlah, tapi siapa peduli... wong dia juga tidak peduli dengan ketentuannya sendiri: Penilaiannya adalah ORISINALITAS dalam berkarya. Apakah penebeng itu orisinal? Yang paling utama, wong dia juga nggak peduli sama yang berkonsep orisinal... Tapi bisa jadi si komplain datar saja tanggapannya karena saya bukan siapa-siapa. Mungkin saja si komplain akan lain tanggapannya, kalau saya anak pejabat atau menteri yang nabrak orang itu... ---------------------------------------------------------
**Karena suatu atau lain hal, keterangan tentang nama villa pada logo tidak saya cantumkan pada gambar. Nama situs tempat saya mencoba peruntungan di awal tahun ini pun tidak saya sebut: yang tahu biarlah tahu yang tidak biarlah tidak saja kali ya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H