Mohon tunggu...
F. I. Agung Prasetyo
F. I. Agung Prasetyo Mohon Tunggu... Ilustrator - Desainer Grafis dan Ilustrator

Cowok Deskomviser yang akan menggunakan Kompasiana untuk nulis dan ngedumel...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ternyata "Onde-onde" pun Laku dan Meng-internasional!

16 November 2014   20:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:40 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang saya bisa? Ketika saya bertumpu pada pertanyaan ini saja, jawabannya pasti ada banyak. Karena saya pikir fisik saya tergolong "sempurna" sebagai manusia dan saya tidak merasa cacat (bahkan mata minus) pada tubuh saya. Tentunya akan banyak orang juga merasakan hal yang sama. Tetapi bila pertanyaannya mengerucut seperti ini, Apakah skill dan keterampilan saya? Ini yang perlu dicari. Karena banyak juga dari kita yang ternyata tidak sadar akan potensinya masing-masing. Sementara saya sendiri mempunyai beberapa keterampilan yang rentang pengembangannya memakan sebagian besar waktu saya.

Saya suka desain sebelum saya mengenal apa itu desain. Memang awalnya hanya sekilas corat-coret, me-layout manual dengan pensil atau spidol. Membuat ilustrasi atau hasil gambaran serta logo ala kadarnya. Di masa lalu, "pekerjaan" saya salah satunya adalah membuat mading (=majalah dinding) kelas yang selalu dipajang di bingkai kaca kantor Sekolah Menengah Atas saya. Memang isi artikel dari mading tersebut adalah hasil sumbangan teman-teman, tetapi saya selalu ditunjuk sebagai pengeksekusi dari versi final lembaran besar yang siap tayang. Entah mengapa... padahal ada pula satu-dua siswa sekelas yang mempunyai coretan yang bagus. Hal inilah yang membuat saya melihat diri sendiri bahwa saya mempunyai "hal lain".

Saya kemudian masuk kuliah dengan jurusan grafis yang memang tak sempat kelar, karena ada masalah di belakang layar. Setelah bekerja dan ingin meneruskan kuliah hingga tamat dan beroleh titel, ternyata susah. Karena pada umumnya, titel masih menjadi 'modal untuk jualan' terdepan di negeri ini dalam beroleh pekerjaan dengan gaji layak. Bahkan di dunia grafis sepanjang yang saya tahu, selalu ada selisih gaji antara orang bertitel dan tidak pada posisi yang sama, pada perusahaan yang sama! Padahal ada banyak orang dengan 'jam terbang' yang tinggi tapi tanpa titel. Inilah sebabnya mengapa banyak orang grafis tak bertitel yang mempunyai ide-ide bagus ternyata di-rem pengeksekusiannya di tempat kerja dan lebih mengarahkannya untuk freelance misalnya. Rahasia umum di kantor lama ^_^.

Di sisi lain, orang desain banyak dibutuhkan industri yang identik dengan jam kerja tinggi (meski gaji minim ^_^) serta jam lembur yang menyita waktu. Pernah, saya berangkat bekerja jam 8 pagi dan kemudian pulang kerja jam 5 pagi. Memang tidak setiap hari, tapi kalau dirata-rata seluruhnya: berangkat kerja jam 8 pagi tapi pulang kerjanya jam 11 malam! Lebih payah dari buruh pabrik; karena apa sih pekerjaan buruh? Pekerjaan buruh biasanya packing, operator mesin, angkat material dan lain sebagainya. Segala pekerjaan telah tersedia di depannya, dan tinggal mengerjakan saja. Memang ada yang lebih membutuhkan fisik yang sangat tangguh. Tapi, mereka tidak harus mencari ide yang terkadang bisa buntu dan mampet. Lagipula, bekerja dengan otak yang terkuras lelah bisa menumbuhkan ketidakfokusan yang akhirnya menjalar menjadi kelelahan fisik. Bila semuanya dilakukan di depan komputer... tak dapat dipungkiri, mata adalah organ tubuh yang paling menderita karena diforsir tiap hari untuk menatap layar komputer yang bersinar. Jika pemain sepakbola bergaji tinggi beroleh cedera karena aktivitasnya, mereka akan mendapat kompensasi perawatan agar kembali bermain maksimal. Dibandingkan dengan itu, apakah ada peraturan negeri ini yang sekedar peduli mengharuskan asuransi kesehatan mata bagi desainer grafis? Standar gaji pun banyak yang dibawah UMR untuk masing-masing perusahaan. Dan bisa juga ditanyakan, apakah sebenarnya efektifitas penetapan UMR oleh pemerintah; karena rasanya pedoman yang diterapkan adalah bersifat pukul rata yaitu saat waktu masuk, bukan tentang segi aktifnya mereka bekerja.

Kenyataan umumnya tentang "hidup untuk bekerja" ini membuat saya berpikir untuk berjualan saja di sela waktu senggang, tetapi bingung juga mau berjualan apa. Karena sebagai orang grafis, keterampilan saya berhubungan dengan komputer, meski juga mempunyai keterampilan manual. Memang tidak bisa dipukul rata setiap orang grafis mempunyai skill yang sama. Banyak desainer yang bisa karena biasa; dan kebiasaan sering berlatihpun nyatanya bisa membuat perbedaan. Disamping itu karena adanya banyak cabang di desain grafis atau deskomvis. Jadi semuanya tergantung pada apa pilihannya dan apa yang dikerjakannya tiap hari. Keluaran manusianya bisa berprofesi pada bidang komik (ilustrator), desain web, layouter, animator, visual composer, atau fotografi. Bahkan ada juga berkecimpung dalam pembuatan kaos distro dan game. Lahan desain grafis/komunikasi visual yang melimpah ini nyatanya membuat tertarik banyak jurusan lain di Indonesia. Arsitektur, budaya, bahkan saya pernah membaca artikel orang fisika-geologi yang banting setir masuk ke dalam bidang ini. Kebayang, bagaimana ilmu yang sejak dulu digeluti? Atau, bisa jadi dia punya keahlian lebih yang tidak dimiliki oleh tiap orang untuk menunjang kerjanya.

Dari serentetan pekerjaan masa lalu ini membuat saya memilih untuk menjadi ilustrator vektor dan mencoba berjualan dari situ. Apakah vektor itu? Dalam dunia komputer grafis, vektor adalah satu garis yang dihubungkan oleh titik penambat. Titik-titik penambat dan garis ini bersifat editable atau mudah disunting. Dan kumpulan garis inilah yang membentuk bidang dan bentuk ilustrasi. Dalam skala sederhana, mungkin akan mirip dengan bidang yang dibuat oleh karet gelang; dimana kita dapat mengubah bentuk karet gelang ini kapanpun. Atau bila Anda mengenal atau pernah mengetik dengan software Microsoft Word, Excel, atau Powerpoint dan tahu apa yang dimaksud dengan 'shape', itulah penampakan dari istilah vektor sebenarnya.

[caption id="attachment_335768" align="aligncenter" width="400" caption="Penampakan garis vektor. Image: Screenshot pribadi"][/caption]

Ketika saya ber-"vektoria" ini, saya mencoba untuk mendaftar di sebuah situs stokis online yang ternyata punya standar sangat ketat dimana tidak setiap tema bisa masuk. Di awal-awal, ada gambar sampel saya yang ditolak. Peraturannya memang berbeda dengan stokis gambar lain yang menampung gambar apapun dengan tema apa saja. Tentunya akan sangat menyebalkan bila banyak waktu diluangkan dengan intensif hanya untuk menerima penolakan. Dirunut per-email yang saya terima, ternyata masalahnya adalah pada konsep dan eksekusi. Lalu saya mencoba membuat gambar camilan tradisional dan makanan yang populer di Indonesia. Seperti misalnya jajan pasar, atau sate. Sampai ilustrasi itu disetujui dan tayang, saya masih menunggu responsnya. Dimana dalam beberapa bulan pertama hanya satu-dua klik-view. Agaknya memang membutuhkan waktu lama untuk mengenalkan diri di tengah ribuan gambar ilustrasi vektor lain yang tak kalah bagus. Apalagi dengan tema khusus seperti ini. Tapi pada akhirnya, ada yang membeli pula!

[caption id="attachment_335772" align="aligncenter" width="500" caption="Dilingkari: download/bulan. Keterangan di sebelah kanan adalah total download pada satu file, berdasar statistik download pada situs partner dan istockphoto.com. Statistik diambil hari Minggu, pas sembari akan upload dan pengeditan artikel ini di Kompasiana. Image: screenshot pribadi "]

1416114509954917448
1416114509954917448
[/caption]

[caption id="attachment_335774" align="aligncenter" width="500" caption="Portfolio saya di istockphoto.com, masih akan terus ditambah. Image: screenshot pribadi"]

14161149012104655715
14161149012104655715
[/caption]

Pada sebuah ilustrasi vektor terkandung banyak sekali bidang vektor, bisa sampai ratusan atau bahkan hingga ribuan. Tergantung kompleksitas ilustrasi itu sendiri, dan bagaimana cara kita membuatnya semenarik mungkin. Karena ilustrasi yang kelewat sederhana bisa mengundang kemiripan, dan ilustrasi yang mirip dengan ilustrasi lain akan cenderung ditolak; karena akan disangka hasil plagiat dari ilustrasi lain. Mengingat lagi, di Indonesia sendiri tak banyak pemain disamping pembuatan ilustrasi vektor ini disebabkan lumayan detil dan susah dalam pengerjaan; serta bisa menghabiskan waktu berhari-hari dibanding ilustrasi bitmap dengan software Adobe Photoshop. Pada ilustrasi bitmap, setiap goresan atau coretan warna bisa dipoleskan dari perangkat brush, atau efek filter; dimana warna satu bisa tercampur dengan warna lain dengan mudah. Tetapi setiap bidang warna pada ilustrasi vektor membutuhkan satu bidang sendiri, yang dihasilkan dengan cara membuat beberapa titik yang membentuk garis dan bidang tadi. Garis dan titik inipun perlu dibentuk untuk memperoleh sudut atau tampilan yang pas dan sesuai.

Memang sekilas terbayang bahwa vektor lebih fleksibel dalam penyuntingannya ketimbang ilustrasi bitmap yang mesti dihapus dan digambar ulang untuk me-revisi bentuk (juga harus diwarna ulang kalaupun telah diwarnai), meski pada ilustrasi vektor sebenarnya terbukti lebih ngoyo alam pengerjaan. Keuntungan lain dari ilustrasi vektor ini, dia bisa diperbesar ribuan kali dengan mempertahankan ketajamannya sehingga bisa digunakan untuk banyak hal; mulai dari hal yang sederhana berukuran layar ponsel hingga seukuran gedung pencakar langit. Bandingkan dengan ilustrasi bitmap, dimana satuan terkecilnya adalah piksel. Sifat piksel ini bila diperbesar, akan menghasilkan efek blur (buram). Oleh sebab itu kita bisa menjumpai gambar-gambar foto ataupun ilustrasi yang buram pada iklan ataupun banner berukuran raksasa.

Inilah contoh hasil gambar ilustrasi vektor saya:

[caption id="attachment_335775" align="aligncenter" width="380" caption="Jajan pasar: coba tebak apa saja namanya? Salah satu portfolio saya di istockphoto.com"]

14161150641803875241
14161150641803875241
[/caption]

[caption id="attachment_335777" align="aligncenter" width="380" caption="Sate tradisional Indonesia: sate usus, sate ayam, sate lilit (Bali), sate telur puyuh, sate cecek (kulit sapi). Image: portfolio di istockphoto.com"]

14161155811375127150
14161155811375127150
[/caption]

[caption id="attachment_335776" align="aligncenter" width="380" caption="STMJ, sinom, wedang jahe, beras kencur. Indonesia banget! Image: portfolio lain di istockphoto.com"]

14161154151743873757
14161154151743873757
[/caption]

[caption id="attachment_335778" align="aligncenter" width="380" caption="Tidak ketinggalan: berbagai macam olahan nasi di Indonesia. Nasi putih dalam bakul, nasi bambu, bubur beras, lontong dan ketupat. Image: Portfolio saya pula di istockphoto.com"]

14161159221292128981
14161159221292128981
[/caption]

Lewat ilustrasi vektor inilah secara tak langsung saya juga mengenalkan budaya Indonesia pada bidang kuliner. Nama Indonesia pun bisa langsung dijumpai pada judul dan nama file-nya. Kalau penasaran rasanya, carilah di Indonesia! hahaha...

ini linknya untuk masing-masing gambar tadi:

Jajan pasar tradisional Indonesia
Sate tradisional Indonesia
Minuman tradisional Indonesia
Berbagai olahan beras/nasi di Indonesia

Hmmm, tapi mungkin sebenarnya tak harus ke Indonesia untuk mencicipi rasa kuliner tersebut. Saat ini ada banyak gerai penjual khas Indonesia terdapat, seiring banyaknya orang Indonesia yang menetap atau pebisnis kuliner Indonesia di luar negeri; tapi paling tidak orang luaran akan tahu bahwa itu adalah makanan serta minuman yang berasal dari Indonesia. Jadi... seperti itulah gambar ilustrasi dari tampilan makanan/minuman yang sebenarnya versi saya. Saya sebut versi saya, karena masing-masing ilustrator tentunya mempunyai ciri khasnya sendiri yang bisa diketahui dari penyajian gambar pada hasil akhirnya. Kebetulan saat ini hanya ada satu gambar ilustrasi untuk kategori makanan/camilan Indonesia. Bandingkan dengan bejibunnya hasil jepretan foto yang memang lebih mudah dalam pengerjaan. Tinggal mencari yang jual lalu jepret, "Jretttt!"
Hey tapi jangan salah pula—meski lebih mudah dalam pembuatan, ternyata pada penjualan foto ribet pula dalam birokrasi; dimana setiap pengirimannya harus izin yang empunya properti! Istilahnya property release. Kalau pada gambar menyertakan manusia harus melampirkan model release. Sedangkan dalam pembuatan ilustrasi yang selalu harus dimulai dari nol dan tak harus ada property release ataupun model release. Kecuali kalau saya menggambar dan menjual muka serta pose Dian Sastro :) hehe... Banyaknya gambar tentunya akan lebih memudahkan bagi pembeli gambar tersebut untuk memilih, tapi bisa juga berarti bahwa banyaknya saingan bagi penghasil karyanya. Jadi ada banyak pemain pula yang akhirnya menuangkan konsep pribadinya yang lain sendiri bahkan nyleneh, dengan harapan minim pesaing sehingga kesempatan download gambarnya akan lebih banyak.

[caption id="attachment_335780" align="aligncenter" width="500" caption="Dalam pencarian dengan kata kunci "]

1416116505459080630
1416116505459080630
[/caption]

Jadi, inilah "toko" saya di media online. Sayang sekali untuk file berikutnya yang masih mengusung tema tradisional Indonesia masih tertahan dalam pembuatan dan terpaksa belum bisa tayang disini ^_^... (nggak keburu ceritanya). Namun saya masih berharap untuk memenuhi etalase "toko" saya tersebut dengan gambar-gambar lain yang akan dibuat. Tentu saja untuk itu saya harus meluangkan waktu lebih banyak lagi disela-sela membuat lirik puisi untuk suatu LSM ataupun kesibukan rutinitas kerja saya sehari-hari. Istilahnya, hanya sebagai sambilan "afterhours". Lalu, bagaimana dengan kelanjutan penulisan artikel Kompasiana saya? Ah, itu sih urutan kesekian kali ya. hehe.
Bercanda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun