Mohon tunggu...
F. I. Agung Prasetyo
F. I. Agung Prasetyo Mohon Tunggu... Ilustrator - Desainer Grafis dan Ilustrator

Cowok Deskomviser yang akan menggunakan Kompasiana untuk nulis dan ngedumel...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Catatan buat Menaker: Antara Tenaga Kontrak, Penalti dan Penahanan Ijazah

24 Januari 2015   16:43 Diperbarui: 15 Juni 2016   09:11 4784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika seorang karyawan dianggap "bersalah", semua bisa terkena bentak sebagai imbasnya. Bahkan anak sendiri dibentak-bentak dengan sangat kasar. Ternyata, oh ternyata... si bos ini tak sengaja "curhat" di tengah-tengah kekasarannya, menunjukkan dia menjadi seperti itu sekarang adalah karena didikan dulunya (masih dengan membentak anaknya). Jadi, suasana kerja bisa seperti neraka dengan iblis sebagai bosnya. Dengan wali bos dulu sebagai lucifer-nya. Siklus kerja karyawan yang hanya seminggu-dua minggu keluar-masuk ini merupakan keuntungan lain bagi perusahaan. Karyawan apa yang bertahan hanya seminggu-dua minggu? Marketing! Jadi dalam satu waktu ada 2 orang dengan jabatan desainer (grafis) yang pekerjaannya sangat ringan saja dan mestinya bisa dikerjakan oleh satu orang (sebagai perbandingan, saya pernah bekerja lebih payah di tempat lain—tapi hampir semua desainer grafis ). Atau mungkin untuk "diperah" lewat penaltinya...

Hanya dengan modal bentakan, banyak karyawan akhirnya bayar penalti sebesar sebulan gaji... dan bisa kita hitung... akhirnya perusahaan malah mendapatkan tenaga kerja gratis (malah surplus) dengan dikurangi biaya iklan koran... berapa iklannya? kurang dari 50ribu rupiah waktu itu (kalau untuk iklan baris macam Klasika--tapi tayang di Jawa Pos). Kalau ada 3 orang keluar-masuk dalam sebulan, Hebat bukan? Dapat 2 juta tunai bo! Tak salah Bob Sadino bilang: "orang goblok jadi bos"... ya... inilah benar-benar orang goblok hingga mengakali orang pintar. Ada S1 pula di antara karyawan-karyawan ini.

Tapi: Mengapa tak ada kabar berita yang lainnya? Mungkin diam saja semuanya... karena polisi mah, membela yang lemah ya? Adanya kasus salah tangkap, pungli, penyelewengan dan kecurangan di tubuh institusi ini malah mengindikasikan polisi bukanlah penegak hukum sebenarnya. Mau mengadu siapa? Lagian, dalam berbagai penerimaan karyawan baru, ada pertanyaan tertulis: pernah "bermasalah" dengan polisi? Jelaslah, pasti tertutup. Eh, maaf--ini ulah oknum, bukan semuanya... tapi bagaimana cara membedakan oknum dan bukan dalam satu institusi? Apakah saran dari Polri: "Jadilah Polisi untuk diri sendiri" perlu diterapkan disini? Sebatas apakah kewenangan "Menjadi Polisi untuk diri sendiri ini"? Apakah termasuk melumpuhkan "oknum" (termasuk polisi, preman, penjambret, pecundang, manusia gagal dsb)? Bukankah ini melanggar hukum? Bagaimana dengan penegak hukum yang melanggar hukum?

Satu cerita datang dari pemilik warung di sekitar situ (lihat pada gambar--salah satu pemilik dari deretan warung yang berbicara begitu), memberitahu bahwa pernah, pembantu rumah tangga si Bos ini juga mendapatkan perlakuan yang tidak layak. Entah cerita ini benar atau tidak, karena hanya "katanya"... yang jelas pastilah ada yang mendendam bos dan pada perusahaan satu ini. Namanya adalah Andros Jusuf Mualim, perusahaannya bertempat tinggal di Bagong Ginayan 4/2 Surabaya. Kalau banyak kasus seperti begini (ditengara--bahkan adanya perbudakan di beberapa tempat yang terendus media beberapa waktu lalu), rasanya tak salah bila banyak orang memilih bermimpi menjadi TKI--meski tak semuanya mujur, tetapi kenyataan yang terjadi akan menertawakan mereka yang masih mati-matian nasionalis buta supaya mencari nafkah hanya di dalam negeri (atau himbauan instansi apalah namanya) dengan memilih kebalikan dari pepatah "Hujan emas di negeri orang dan hujan batu di negeri sendiri?" Namun semuanya adalah pilihan bukan?

[caption id="attachment_347797" align="aligncenter" width="500" caption="Salah satu dari deretan pemilik warung ini yang memberitahu tentang nasib pembantu rumah tangganya. Berbeda sedikit dibandingkan tahun 2007, saat itu masih ada satu-dua warung. Image: capture Google Map."]

14220666871157201093
14220666871157201093
[/caption]

Petanya ada pada link ini: https://www.google.co.id/maps/@-7.2798173,112.7466951,3a,75y,136.45h,85.52t/data=!3m6!1e1!3m4!1stBSR345DKD41avSBuGOrNQ!2e0!7i13312!8i6656

Lalu, bagaimana tentang apa yang menjadi alasan surat Octandyla dan teman-temannya tersebut di atas mundur, yang tentunya berbeda perusahaan dengan beberapa kasus terakhir...? Maaf, saya bohong kali ini... Silahkan ditebak sendiri.

=========================================================================

.

.

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun