Mohon tunggu...
Kemas Ahmad Adnan ZA
Kemas Ahmad Adnan ZA Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Mahasiswa yang sedang belajar mengamati dan menuangkan pikiran lewat tulisan, semoga bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Dampak dan Ancaman Media Sosial dalam Film "The Social Dilemma"

15 Juli 2021   17:10 Diperbarui: 15 Juli 2021   17:16 2656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Pinterest.com (medium.com/Gamze-Aluc)

Kesimpulan

Kesimpulan dari penulis, menggunakan media sosial sebenarnya sah dan baik-baik saja. Namun, menjadi bermasalah ketika kita menggunakannya secara berlebihan hingga mengorbankan sesuatu yang lebih penting semisal kehidupan di dunia nyata.

Tagline "teknologi yang menghubungkan kita ternyata juga mengontrol kita" saya pikir datang dari ketidakmampuan kita sebagai pengguna memanfaatkan teknologi sebagai mana mestinya. Untuk itu, menurut saya, inti dari masalah di dalam film yang dapat ditangkap adalah ketika kita pengguna tidak mampu mengontrol batas normal perhatian dan effort yang kita berikan kepada dunia yang ditawarkan oleh media sosial.

Ketika batas normal perhatian dan effort kepada media sosial dilampaui, maka efek domino yang kita rasakan mungkin akan dimulai dari kecanduan, lalu standar hidup mengikuti standar dunia maya yang terkadang tidak nyata dan imajiner, rasa kesepian, depresi, kegiatan melukai diri sendiri, dan akhirnya bunuh diri.

Dari gambaran tersebut, penting bagi saya memberitahukan kepada anda bahwa agar kita tidak mengalami masalah yang sama, kita dapat mengawalinya dengan menyadari diri sendiri dengan cara mengelola diri sendiri, ekspektasi, dan perhatian. Langkah menyadari diri sendiri saya anggap penting karena akan membantu kita memahami posisi atau peran kita sehingga kita tahu cara memanfaatkan media sosial sebagaimana mestinya.

Agar media sosial tidak menjadi candu, penting memiliki pemahaman bahwa standar apapun yang dibuat dan bekerja di media sosial itu palsu dan selalu di setting sedemikian rupa agar hanya memperlihatkan hal-hal terbaik. Percayalah, bahwa semua orang yang membagikan hal-hal terbaik mereka juga mengalami hal-hal paling menyebalkan dalam hidup dan memutuskan tidak perlu repot-repot menujukkannya kepada dunia. Meskipun ukuran hidup susah, menyebalkan setiap orang berbeda bergantung dengan latar belakangnya, namun yang kita rasakan sama dan nyata.

Sebagai penutup, saya pikir agar masalah dalam film tidak terjadi kepada generasi atau kehidupan bangsa kita. Diperlukan adanya regulasi yang jelas mengatur tentang media sosial dan berita hoax di dalamnya. Selain itu perlu adanya edukasi tentang konsep diri, mengatasi berita hoax, dan bermain media sosial sehingga generasi muda dan masyarakat umum secara lebih luas memiliki modal untuk menjadi pengguna yang mengontrol teknologinya.

Nothing vast enters the life of mortals without a curse ~ Sophocles

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun