Mohon tunggu...
Kemas Ahmad Adnan ZA
Kemas Ahmad Adnan ZA Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Mahasiswa yang sedang belajar mengamati dan menuangkan pikiran lewat tulisan, semoga bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Youtube: Salah Satu Media Sosial Paling Bernilai dengan Jumlah Traffic Mencapai 430 juta!

10 Juni 2021   20:26 Diperbarui: 10 Juni 2021   21:59 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahukah kamu? Pada tahun 2016, Mckinsey & Company yang dikenal sebagai "The World Biggest Management Consultant Company"  merilis sebuah artikel dengan judul menarik dan isi yang mencengangkan yaitu "Unlocking Indonesia's digital opportunity"[1]. Meskipun sudah ditulis dengan selisih waktu cukup lama yakni 5 tahun, saya pikir materi di dalam laporan tersebut masih bernilai dikarenakan semua pernyataan dan argumen yang ditulis di dalam artikel berusaha memvalidasi proyeksi nilai pertumbuhan ekonomi 'akibat' aktivitas online di Indonesia yang mencapai angka USD 150 miliar di tahun 2025, iyaa kawan, 150 MILIAR DOLAR GILA!. Dalam uraian umum artikel tersebut, ditulis bahwa masyarakat Indonesia (saat itu) memiliki pengguna internet paling aktif di seluruh dunia dan juga memiliki ekosistem start-up yang dinilai dinamis, namun sayangnya terdapat paradoks karena 2 privilege tersebut nyatanya terhambat oleh karena kurangnya fasilitas untuk menerima manfaat dari kehadiran teknologi modern (saya menangkapnya, kemungkinan karena jaringan internet kita yang biasa saja, dan meskipun lebih cepat, hanya dimanfaatkan untuk download film skidipapap hahaha). Kenyataan dari paradoks tersebut menurut mereka normal dan biasa saja (sebenarnya) dikarenakan Indonesia (saat itu) masih dalam tahap pembangunan infrastruktur dan adaptasi ke era teknologi digitalisasi. 

Sekarang di tahun 2021, dalam dunia teknologi digital dewasa ini, masyarakat yang sudah mapan telah memiliki kemampuan untuk mengakses internet. istilah "mapan" dapat diukur melalui kemampuan seseorang untuk menyediakan sarana guna mengakses internet seperti misalnya gadget dan paket data internet. Dalam sebuah data tahun 2021 yang dikembangkan dari hasil kolaborasi antara Hootsuite dan We Are Social, ditemukan individu di Indonesia yang mengakses internet mencapai 202.6 juta dari jumlah keseluruhan masyarakat Indonesia yaitu 274.9 juta jiwa [2] (sudah pernah saya ulas dalam akun sebelumnya yang saya lupa passwordnya hahahaha, sila dicek gais). Ketika individu mengakses internet, saya termasuk yang percaya, bahwa 'biasanya' terdapat tujuan maupun ekspektasi tertentu yang hendak dipenuhi oleh individu dalam aktivitas onlinenya seperti misalnya mencari hiburan, informasi ataupun mempertegas eksistensi.

Oleh karena kebutuhan tersebut, internet saat ini telah tumbuh dan berkembang menjadi salah satu support system dalam kehidupan sehari-hari manusia. Karena mengakses salah satu bentuk support system yang telah ditemukan, berdampak signifikan, dan telah dikembangkan berulang kali oleh manusia melalui internet yaitu Digital Media, yang 'mengambil' waktu seseorang sekitar 8 jam sehari hanya untuk online. Digital Media atau media digital dapat diibaratkan sebagai sebuah panci atau wadah yang menjadi perantara antara "isi" atau konten di dalamnya dengan audiens yang membutuhkannya. Sebagai media perantara atau panci, agar konten-konten atau 'makanan' yang sudah diproduksi dapat dijangkau dengan baik oleh audiens, maka media digital perlu disesuaikan dengan latar belakang atau ciri khas tertentu sekaligus konten yang telah diproduksi juga diformat sedemikian rupa agar menarik dan bermanfaat sehingga nilai konten dapat dikonsumsi dengan baik oleh audiens. 

Beberapa media digital yang saya pikir masih populer dan saat ini telah mencapai ribuan bahkan jutaan pengunjung di Indonesia karena konten-konten di dalamnya antara lain ada Youtube, Facebook, Instagram, Twitter, maupun Google. Dalam sumber data yang sama, ditemukan sekitar 20 website yang memiliki total jumlah traffic tertinggi di Indonesia diantaranya ada Google dengan angka 1.4 miliar dan menjadi yang paling tinggi kemudian ada 430 juta untuk Youtube, 184 juta untuk Facebook, 63.5 juta untuk Instagram dan  60.4 juta untuk Twitter. Traffic dapat didefinisikan sebagai aktivitas keluar masuknya pengguna dalam sebuah media digital. Untuk itu, jika menghubungkan antara definisi traffic dengan angka diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan atau aktivitas penggunaan internet di Indonesia termasuk tinggi.

Youtube Sebagai Salah Satu Media Potensial

Dalam data yang sama, ditemukan bahwa Youtube yang terhitung sebagai media sosial, memiliki jumlah persentase digunakan mencapai 93.8% yang dinilai dari seberapa banyak media digital diakses oleh pengguna dalam rentang usia 16-64 tahun dalam kurun waktu satu bulan. Angka yang menarik untuk dibayangkan tentang bagaimana kita manusia bisa begitu terikat dan bergantung kepada 'konten-konten' di dalam Youtube. Seolah mengamini penemuan tersebut, dari sumber data yang sama, ditemukan jenis konten yang diakses oleh pengguna internet di Indonesia dibagi dalam 5 bentuk antara lain ada aktivitas menonton video online, vlog, mendengarkan layanan streaming musik, radio online, dan podcast. Untuk aktivitas menonton video online maupun vlog, jumlah persentasenya mencapai 98.5% dan 74.3% Waow! bombastis.

Untuk fenomena menonton video online ataupun vlog, dalam sumber data dari Social Blade.com [3] ditemukan bahwa 10 besar konten kreator dengan subscriber terbanyak dari 100 orang didominasi melalui konsep entertainment dengan subscriber tertinggi dikumpulkan oleh Atta Halilintar dan Ria Ricis, yang masing-masing dari mereka berdua mengumpulkan 27.6 dan 25.7 juta subscriber, What The F***. Kemudian ada konsep video gaming yang menduduki posisi kedua konten yang menarik minat masyarakat dengan subscriber terbanyak jatuh kepada Jess no Limit 22.5 juta dan Frost Diamond 18.6 juta. Selain itu, jika menilai kualitas konten diukur dari jumlah viewers atau penonton, maka angka tertinggi disentuh oleh RCTI dengan 10,535, 316,349 (Wow! 10 miliar, tapi kelihatannya sudah bisa dibayangkan ya teman-teman apa jenis konten yang diakses dan audiens setianya) disusul Trans7 dengan jumlah viewers mencapai 9 miliar. Semua angka ini seolah menyimpulkan betapa berharganya konten yang diproduksi dengan tepat dan dapat dijangkau audiens.

Dari setiap data yang telah saya temukan, saya berkesimpulan bahwa selain Google, Youtube menjadi salah satu platform paling menjanjikan dan bernilai ketika berbicara tentang content creation. Kenapa? pertama, karena jumlah pengguna internet yang mengakses Youtube termasuk tinggi. Kedua, dari sumber data Digital Report 2021 juga, tertulis jika jumlah pengguna yang dapat dijangkau oleh iklan dalam setiap konten sekitar 107 juta orang, iya kawan, 107 JUTA ORANG, sekali anda mengiklankan brand anda ke Youtube, bisa dipastikan brand anda akan mendapat perhatian saat itu juga (seperti binomo, jadi nyebelin karena ganggu hahaha). Ketiga dan terakhir, konten video adalah salah satu dari 5 jenis konten yang menarik perhatian pengguna Internet di Indonesia.

Meskipun Youtube bagi saya adalah platform atau media digital yang bernilai tinggi, saya percaya membuat konten dengan format video dan mengedarkannya ke Youtube sudah pasti akan merasakan kesulitan. Beberapa hal dan langkah yang saya temukan selama menjadi pengguna sekaligus juga pembuat konten amatiran agar memudahkan proses produksi ada riset audiens, riset isu, dan riset konten. 

Riset audiens berfungsi untuk memahami persebaran audiens Youtube dan seleranya, tujuannya agar creator dapat menentukan strategi branding yang tepat untuk memperkenalkan chanelnya. Kemudian, ada riset isu, fungsinya untuk melacak tren-tren yang ada di masyarakat khususnya sedang diikuti oleh audiensnya sehingga akan mempermudah usaha creator untuk terhubung dengan audiensnya. Terakhir, riset konten berfungsi untuk menentukan isi dan cara mengolah serta menyampaikan pesan sehingga akan memudahkan creator untuk menarik audiens dan mempertahankan atensi serta kebutuhan mereka kepada nilai di dalam konten kita.  

Kesimpulannya, Indonesia masih memiliki kesempatan untuk berkembang dan merealisasikan proyeksi yang sudah ditulis dalam artikel Mckinsey & Company. Jika dalam artikel tersebut ditujukan untuk menghimbau agar bisnis perusahaan nasional maupun multinasional dapat suitable dengan tren masyarakat internasional yang mengubah aktivitas bisnisnya menuju era Digitalisasi, maka dari materi dalam artikel tersebut yang saya rasa penting, saya menghimbau kepada kawanku dan pembaca budiman untuk memikirkan kembali penafsiran dan pemahaman anda tentang content creation. Salah satu cara yang saya pikir akan 'mempercepat' proyeksi artikel Mckinsey & Company  menjadi kenyataan adalah dengan memberikan bantuan dan dukungan kepada para penggiat content creation misalnya dengan menentukan ukuran standar konten disebut mendidik atau berdampak kemudian jika sesuai akan diberi modal dan dibantu mengiklankan ke masyarakat. Meskipun sepele, apabila benar-benar diaplikasikan, maka akan membuka kesempatan atau ruang dimana creator-creator muda, berbakat namun terkendala modal dapat memproduksi konten yang berkualitas, viral, dan bernilai tinggi sehingga ketika undang-undang yang mengatur pajak content creation di Youtube sah, maka pemerintah akan mendapat pemasukan yang tidak main-main hehe.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun