Sekilas BUMN & Perannya Dalam Perekonomian Indonesia
Pembentukan beberapa perusahaan pasca kemerdekaan RI, menjadi cikal bakal dari BUMN yang saat ini berjumlah 140 BUMN. Peran BUMN bagi perekonomian Indonesia sangat besar, karena tidak hanya dari jumlah semata tetapi seluruh sektor ekonomi di Indonesia terdapat BUMN. Sesuai dengan perkembangan situasi ekonomi dan kebijakan Pemerintah dalam mengelola BUMN, maka peran dan kinerja BUMN berbeda setiap periode Pemerintahan.
Sebagai penjabaran dari Pasal 33 UUD 1945, maka perekonomian Indonesia akan menggabungkan antara Koperasi, BUMN dan BUMS
Tabel 1 : Pembagian peran pelaku ekonomi (Koperasi, BUMN & BUMS) dalam pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945
Pasal
Isi Pasal
Pelaku Ekonomi
(1)
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Koperasi
(2)
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
BUMN
(3)
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
BUMN (dominan)
BUMD/BUMS (supporting)
(4)
Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisien berkeadilan, kemandirian serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
BUMS dan
pelaku ekonomi lainnya
Sesuai dengan Visi Ekonomi 2014-2019 dari Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada Pemilu 2014, keberadaan BUMN diarahkan untuk memperkuat daya saing perekonomian nasional. Seiring dengan telah diberlakukannya ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) tahun 2010 dan akan diterapkannya ASEAN Economic Community 2015, maka kebijakan BUMN yang diarahkan pada memperkuat daya saing perekonomian nasional harus mampu dijabarkan menjadi Visi, Misi dan Langkah Operasional Kementerian BUMN 2014-2019 agar nantinya BUMN tidak hanya dituntut mampu menjadi jawara di pasar domestik, tetapi mampu menjadi jawara di pasar regional (ASEAN).
BUMN “8” & SWASTA “3”
Sumber: Kementerian BUMN
Sub judul judul diatas bukanlah hasil pertandingan sepak bola ataupun skor yang lain. Tetapi merupakan jumlah peraturan perundangan yang harus ditaati, dalam hal ini BUMN harus menaati dan melaksanakan 8 regulasi sedangkan SWASTA “hanya 3 regulasi”. Dapat dibayangkan jika BUMN adalah manusia, maka sebegitu banyak peraturan yang harus dijalani, ibarat lomba lari BUMN harus memakai pakaian yang ketat dan berat sehingga menjadi sangat sulit bergerak semisal harus pakai : sepatu, celana pendek, celana panjang, kaos, baju, jas, tas ransel, gerobak. Sedangkan SWASTA hanya cukup pakai sepatu, celana pendek dan kaos. Jika mereka lomba lari, tentu SWASTA memiliki “keuntungan awal” yang jauh lebih besar.
Sehingga dapat dikatakan BUMN tidak berada pada “level playing field” yang sama dengan BUMS. Konsekuensi dari ketatnya aturan yang harus dijalankan oleh BUMN memberikan implikasi pada 2 (dua) kemungkinan, yaitu :
a)BUMN semakin kuat karena mampu menjalankan bisnis dan memenuhi ketentuan regulasi sama baiknya. Sehingga memiliki kompetensi yang baik tidak hanya pada aspek teknis, termasuk kompetensi non teknis. Kemampuan menyelesaikan aspek non teknis dapat menjadi sangat bermanfaat jika suatu saat BUMN tersebut berekspansi ke luar negeri, karena memiliki kemampuan adaptasi yang baik pada negara yang menjadi tujuan ekspansi.
b)BUMN tidak berkembang karena sumber daya yang dimiliki disibukkan dengan kegiatan yang bersifat non teknis. Di tengah persaingan pasar bebas, terlebih dengan berlakunya ASEAN Economic Community 2015, maka jika BUMN terbelenggu dengan persoalan aturan, maka akan melemahkan daya saing yang dimilikinya, sehingga ada ancaman bahwa BUMN akan menjadi penonton di negerinya sendiri.
Mewujudkan kemandirian BUMN dilakukan melalui 2 (dua) hal yaitu : independensi BUMN yang semakin baik dan strategi pengembangan BUMN. Independensi BUMN diwujudkan dengan mendorong BUMN untuk menerapkan manajemen yang profesional dan menghindari campur tangan Pemerintah selaku pemegang saham dalam pengelolaan BUMN. Independensi diwujudkan pula dengan memberikan keleluasaan dan mengurangi hambatan-hambatan yang membuat keputusan manajemen BUMN menjadi lama/terhambat. Ditengah persaingan bisnis yang semakin ketat, maka kecepatan mengambil keputusan dan melakukan tindakan merupakan salah satu komponen penting untuk memenangkan persaingan. Regulasi yang semakin “pro bisnis” hendaknya dapat dinikmati pula oleh BUMN, agar peran BUMN sebagai instrumen negara mampu berjalan sebagaimana mestinya dan menjadi tulang punggung eknomi nasional.
Mendorong BUMN naik kelas
Memperhatikan aset BUMN yang besar dan penjualan baru mencapai sekitar 50% menunjukkan ruang pertumbuhan masih besar. Begitu besar aset BUMN yang “idle” harus mampu dimanfaatkan dengan memperluas cakupan bisnis BUMN tersebut ataupun melakukan sinergi dengan BUMN lain. Mendorong BUMN naik kelas sangat penting untuk tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi semata tetapi juga menyehatkan keuangan negara. Masih adanya BUMN yang mengalami kerugian akan menjadi beban bagi negara, karena seharusnya pendapatan yang dapat digunakan untuk pembangunan justru digunakan untuk mensubsidi BUMN dalam rangka penyelamatan. Pemerintah melalui kementerian BUMN harus memiliki strategi untuk mendorong setiap BUMN naik kelas, yang jika dilakukan dengan konsisten, dimasa depan dapat memaksimalkan kontribusi BUMN bagi pembangunan ekonomi nasional. Upaya mendorong BUMN naik kelas dapat dilakukan antara lain :
·Mengurangi jumlah BUMN yang merugi
·Mengurangi nilai kerugian BUMN
·Mendorong nilai bisnis maupun rasio keuangan BUMN berada minimal pada level standar industrinya bahkan diatas standar industrinya.
·Mendorong BUMN untuk Go Publik
Seluruh BUMN yang Go Public, kinerjanya jauh meningkatkan dibandingkan sebelum Go Public, sehingga saat ini dari 10 perusahaan dengan kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia, maka 5 diantaranya adalah BUMN yaitu Telkom, Bank Mandiri, Bank BRI, PGN, Semen Indonesia. Begitu dominannya BUMN di Bursa, maka akan dilunurkan Indeks BUMN pada September 2014 sebagaimana disampaikan oleh Frederica Widyasari Dewi, Direktur Pengembangan BEI mengatakan yang dikutip Kontan.
BUMN saat ini dapat dikatakan sudah lebih baik dalam segala hal dengan telah diterapkannya Good Corporate Governance (GCG) dan berbagai aturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Keberadaan BUMN sudah bergeser dari alat ekonomi dan politik Pemerintah menjadi salah satu pilar pembangunan ekonomi di Indonesia. BUMN sebagai pilar pembangunan ekonomi telah ditempatkan sebagai entitas yang penting menjadi generator pertumbuhan ekonomi dan pemerataan di Indonesia. Kinerja BUMN yang membaik memberikan dampak positif bagi keuangan negara. Kontribusi BUMN dalam bentuk pajak dan deviden pada tahun 2013 untuk APBN sangat besar. Untuk deviden sekitar Rp 40 triliun.
Transparansi dan manajemen BUMN yang profesional dapat dilihat publik jika membandingkan data di Bursa Efek Indonesia. Jumlah BUMN yang go public sampai Juni 2013 sebanyak 20 BUMN dibandingkan dengan total keseluruhan perusahaan yang tercatat di BEI sebanyak 465 perusahaan atau hanya 4,3%. Namun BUMN memberikan kontribusi kapitalisasi pasar di BEI sebesar 25,93% dan sebanyak 5 BUMN pada 30 Juni 2013 tercatat memiliki kapitalisasi terbesar di BEI yaitu PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk dengan market capitalization Rp 227 triliun, Bank Mandiri (Persero) Tbk Rp 208 triliun, Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk Rp 189 triliun, Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk Rp 139 triliun dan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk Rp 101 triliun.
Fakta diatas menunjukkan bahwa BUMN memiliki peran yang penting, tidak hanya bagi APBN tetapi juga bagi pertumbuhan pasar modal di Indonesia. Dalam era pasar yang semakin terbuka dan diberlakukannya ASEAN Economic Community 2015, Visi Pengelolaan BUMN harus mampu diarahkan pada penguatan daya saing BUMN yang semakin baik karena tantangan BUMN semakin besar. Pesaing BUMN tidak hanya perusahaan di Indonesia tetapi BUMN negara ASEAN dan perusahaan swasta negara ASEAN.
Sinergi antar BUMNbelum optimal. Sektor bisnis BUMN yang menjangkau seluruh sendi perekonomian, mestinya adalah peluang yang besar jika sinergi BUMN dari sektor hulu dan hilir berjalan dengan baik. Sinergi dapat dilakukan pada BUMN sejenis dan lintas BUMN. Sejak tahun 1998 Pemerintah telah mengambil langkah penyehatan BUMN yang lebih baik dan komperehensif. Sejak diterbitkannya UU No 19 Tahun 2003 tentang BUMN, maka berbagai regulasi terus diterbitkan dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan BUMN, termasuk regulasi bagi Kementerian BUMN sebagai pembina BUMN di Indonesia.
Sebagai kementerian yang membawahi korporasi, maka pola kerja dan kualitas PNS di Kementerian BUMN harus memiliki standar sebagai SDM korporasi. Tidak berlebihan pula jika dikatakan bahwa kualitas SDM di Kementerian BUMN semestinya setara bahkan lebih baik dibandingkan kualitas SDM di BUMN. Berkaca pada institusi keuangan, bagaimana perbankan dikelola oleh Bank Indonesia, maka di BUMN diharapkan tercermin hal yang serupa. Kinerja pimpinan dan staf di Kementerian BUMN juga harus mampu menjangkau jauh ke masa depan, sehingga persoalan dan rencana BUMN di masa depan hendaknya tidak hanya menunggu laporan dari manajemen BUMN, tetapi dari Kementerian BUMN sudah dapat memprediksi hal tersebut. Kemampuan China dan Singapura menjadikan BUMN sebagai lokomoti perekonomian negaranya, bahkan menjadi salah satu perusahaan investasi kelas dunia yang terbaik, menunjukkan bahwa BUMN adalah sebuah potensi. Aset BUMN yang besar dan mencapai lebih dari 3.500 triliun jika dibandingkan dengan PDB Indonesia tahun 2013 yang sekitar Rp9.084 triliun atau sekitar 40% adalah modal yang solid, ditambah penguasaan bisnis BUMN yang menguasai aspek hulu dan hilir sektor perekonomian Indonesia.
Menjadi Juara ASEAN
Menghadapi pasar bebas ASEAN 2015, sudah selayaknya semangat Indonesia Champion ditingkatkan menjadi ASEAN Championagar mampu menjadi pemenang di ASEAN , melalui strategi penguatan bisnis dan sinergi BUMN agar mampu mempertahankan dan meningkatkan penguasannya di pasar domestik dan secara bertahap melalui sektor-sektor tertentu di dorong untuk mampu bersaing dipasar ASEAN
Beberapa BUMN memiliki kesiapan dan bahkan ada yang sudah masuk pasar ASEAN. BUMN di sektor perbankan, telekomunikasi, semen, pelabuhan, jasa angkutan udara adalah sektor usaha yang sudah memiliki daya saing tidak hanya mempertahankan dan meningkatkan pasar domestik, tetapi sudah memiliki daya saing di pasar ASEAN. Dukungan Pemerintah untuk mendorong BUMN mampu berkiprah di pasar ASEAN adalah investasi Pemerintah di masa depan. Melalui kebijakan pengurangan deviden, insentif keuangan maupun non keuangan serta dukungan kebijakan lainnya, diharapkan akan mampu mengakselerasi kemampuan BUMN yang didorong masuk pasar ASEAN. Keberhasilan BUMN memasuki pasar negara lain di ASEAN akan memperkuat struktur perekonomian negara dengan semakin bertambahnya devisa negara dari sektor yang selama ini menyumbang defisit neraca perdagangan yaitu dari produk dan jasa. BUMN diharapkan dapat merintis dan menjadi lokomotif bagi pasar ekspor yang memiliki nilai tambah dan bukan dari sumber daya alam.
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk Menjadi Juara Asia Tenggara
Semen Indonesia Group pun terus memperbesar kapasitasnya sebagai upaya antisipasi meningkatnya permintaan semen di masa depan. Untuk kondisi saat ini, Indonesia memangmasih kekurangan pasokan semen meski dalam jumlah yang belum signifikan. Di Asia Tenggara, saat ini ada dua negara yang tercatat mengalami kelebihan pasokan yakni Vietnam dan Thailand. Sementara Malaysia sudah mulai seimbang antara produksi dan permintaan. Untuk Singapura memang tidak pernah memroduksi dan selalu impor. Sedangkan yang masih mengalami kekurangan pasokan adalah Indonesia dan Myanmar.
Dari sisi permintaan, Indonesia saat ini sudah melewati Vietnam, meski tahun 2012 permintaan semen dari Vietnam lebih tinggi dari Indonesia. Dengan total kapasitas pabrik di Indonesia mencapai 60 juta ton, terjadi defisit sekitar 1-2 juta ton. Sementara Vietnam, kapasitas produksinya mencapai 70 juta ton, namun permintaan hanya 50 juta ton sehingga terjadi kelebihan pasokan semen.
Saat ini, konsumsi semen Indonesia berkisar 223 kg per kapita. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan negara-negara di kawasan regional seperti Thailand dan Vietnam yangtelah mencapai kisaran 400-500 kg per kapita, bahkan Malaysia dan Singapura telah mencapai 700 kg per kapita. Dengan demikian, potensi kenaikan permintaan semen di masa mendatang sangat terbuka. Hal tersebut memberikan peluang besar bagi pertumbuhan usaha perusahaan, sekaligus memberi tantangan yang harus diantisipasi dengan seksama.
Dengan perkiraan tingkat kenaikan konsumsi domestik tersebut, maka SMIG harus membangun pabrik baru untuk mempertahankan pangsa pasar. Untuk mengimbangi angka kenaikan permintaan sesuai perhitungan di atas, maka harus dibangun pabrik baru berkapasitas 3 juta ton per tahun setiap 2 tahun sekali. Setelah masa 5 tahun pertama, maka SMIG harus membangun 1 pabrik setiap tahun. Penyelesaian pembangunan 2 pabrik berkapasitas desain masing-masing 3 juta ton di tahun 2012, diperkirakan membuat SMIG mampu memenuhi peningkatan permintaan semen untuk 2 tahun mendatang. Oleh karenanya, SMIG telah mulai membangun 2 pabrik baru di tahun 2014 yaitu pabrik Indarung VI di Padang Sumatera Barat dan pabrik Rembang I di Rembang Jawa Tengah. Mengingat masalah yang harus dihadapi saat pembangunan pabrik semen baru cukup kompleks, maka SMIG mencanangkan wacana pengembangan anorganik yakni akuisisi produsen semen dalam mengembangkan kapasitas produksi dan usahanya.
SMIG melakukan kajian secara seksama dalam merealisasikan pola ekspansi anorganik. Kajian tersebut melibatkan konsultan independen bereputasi internasional. Dilakukan pula serangkaian penjajakan ke perusahaan target akuisisi yang memiliki fondasi cukup kuat dan prospek untuk dikembangkan dalam pola sinergi yang member keuntungantimbal balik dalam jangka panjang.
Perusahaan lebih berkonsentrasi menjadiprodusen di kawasan regional, dengan mempertimbangkan beberapa hal, mencakup :
a.Produsensemen lebih ekonomis jika didistribusikan dekat dengan daerah pemasaran utama;
b.Wujud dari realisasi visi perusahaan menjadi pemain industri persemenan terkemuka di pasar regional;
c.Partisipasi pada upaya peningkatan peran Indonesia dalam bidang ekonomi di kawasan regional;
d.Menurunkan risiko kondisi negara sebagai area pemasaran utama melalui perluasan area pemasaran ke kawasan regional;
e.Kawasan regional Asia Tenggara merupakan daerah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil ditengah gejolak perekonomian global;
f.Sebagai antisipasi pemberlakuan ketentuan ASEAN Free Trade Area (AFTA).
Setelah mempertimbangkan berbagai kajian, masukan, dan keyakinan prospek pengembangan di masa mendatang, SMIG memutuskan untuk merealisasikan program pengembangan ke Vietnam. SMIG mengakuisisi produsen semen di Vietnam, Thang Long Joint Stock Company (TLCC).
TLCC merupakan salah satu produsen semen terkemuka di Vietnam dengan total kapasitas produksi sebesar 2,3 juta ton semen per tahun. TLCC memiliki pabrik semendi provinsi Quang Ninh yang terintegrasi dengan pelabuhan laut Cai Lan, dan pabrik penggilingan di pinggiran kota Ho Chi Minh dengan jalur transportasi sungai Mekong, serta jalan raya antar daerah dan pelabuhan internasional. Integrasi itu menjadikan pabrik TLCC memiliki sistem distribusi yangefektif dan efisien. TLCC juga memiliki persediaan bahan baku yang besar, sehingga berpeluang besar untuk dikembangkan di masa mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H