Mohon tunggu...
Kemal harja
Kemal harja Mohon Tunggu... Psikolog - mahasiswa

Seorang Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Kasus Pembullyan Pada Kalangan Remaja Dilihat Dari Psikologi Fenomenologis: Komunikasi Di Dalam Dan Di Antara Manusia

6 Mei 2024   22:16 Diperbarui: 6 Mei 2024   22:20 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAHULUAN

Di tengah kemajuan zaman yang semakin cepat, karakter setiap orang tentu mengalami transformasi, bahkan penyimpangan. Salah satu perilaku yang masih sering dijumpai di kalangan remaja adalah tindakan agresif yang bisa mengarah pada kecenderungan untuk membully rekan mereka. Asal-usul kata 'bullying' berasal dari Bahasa Inggris, yang berasal dari kata 'bully' yang berarti banteng yang cenderung menyerang ke berbagai arah. Dari segi etimologi dalam Bahasa Indonesia, 'bully' memiliki makna mengancam atau orang yang senang mengganggu individu yang lebih lemah. Berdasarkan terminology definisi bullying menurut Ken Rigby (dalam Zakiyah dkk, 2017) merupakan suatu keinginan untuk menyakiti yang ditujukan ke dalam tindakan, sehingga membuat orang lain menderita. Perilaku ini seringkali terjadi secara spontan oleh individu atau kelompok yang memiliki kekuatan lebih, tidak bertanggung jawab, dan cenderung terjadi secara berulang, serta timbul kepuasan tersendiri saat melakukannya.

Banyak terjadi kasus bullying atau penindasan pada remaja secara kelompok maupun individu, bullying ini sangat berdampak besar pada kehidupan korban dan pelaku itu sendiri, kasus bullying meningkat selama 2023 Januari-Agustus 2023, terdapat 2.355 kasus pelanggaran terhadap perlindungan anak, bullying yang terjadi akhir-akhir ini telah menjadi masalah sosial yang meresahkan di masyarakat, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan para orang tua (Sekolah Relawan, 2024). Tindakan bullying dapat meliputi secara fisik maupun secara verbal, baik mengolok-olok hingga memberi hinaan dan ancaman. Bullying tidak langsung mencakup memberikan pandangan sinis, sikap tidak peduli, menyebarkan gosip, serta memerintahkan orang lain untuk melakukan tindakan kekerasan namun juga tindakan seperti merusak atau mencuri barang milik orang lain, serta meminta uang secara paksa juga termasuk dalam kategori bullying (Dewi dkk, 2016).

Maraknya kasus bullying yang terjadi, tentu saja menjadi perhatian bagi semua pihak maupun kalangan untuk menimalisir kasus bullying baik secara pencegahan maupun penanggulangan. Carl Rogers seorang psikolog mengemukakan sebuah teori Solusi komunikasi untuk memahami pihak lain, dengan menciptakan situasi Dimana masing-masing pihak dapat memahami pihak lain dari sudut pandang pihak lain tersebut. Pendekatan Rogers bisa dikatakan normatif atau preskriptif, dimana sering disebut sebagai 'teori diri' dengan pendekatan yang dilakukan banyak membahas mengenai hubungan. Hal ini perlu diterapkan untuk semua kalangan baik para remaja secara khusus maupun kalangan luas secara umumnya. Dalam konteks psikologi fenomenologis Carl Rogers, pendekatan terhadap komunikasi di dalam dan di antara manusia menjadi penting dalam pemahaman kasus bullying remaja. Carl Rogers menekankan pentingnya empati, pemahaman yang mendalam, dan kesadaran diri dalam proses komunikasi.

PEMBAHASAN

Dalam kasus bullying remaja, terdapat dinamika komunikasi yang kompleks antara pelaku, korban, dan saksi. Pelaku mungkin memiliki kebutuhan untuk merasa kuat atau berkuasa, dan mereka mungkin menggunakan perilaku agresif sebagai cara untuk memperoleh pengakuan atau mengatasi ketidakamanan internal mereka. Di sisi lain, korban mungkin mengalami tekanan emosional yang signifikan dan merasa terisolasi atau tidak berdaya. Pemahaman fenomenologis juga mempertimbangkan perspektif individu dalam konteks komunikasi. Pelaku bullying mungkin memiliki pengalaman atau latar belakang yang memengaruhi persepsi dan interaksi mereka dengan orang lain. Demikian pula, korban mungkin memiliki pengalaman pribadi yang memengaruhi cara mereka menanggapi perilaku bullying.

1. Teori Diri dan Konsep Diri

DeVito (1997: 56) menegaskan bahwa dari semua komponen tindak komunikasi, yang paling penting adalah diri (self). Kemudian Kleinke (1978, dalam DeVito, 1997) berkesimpulan bahwa "kesadaran diri merupakan landasan bagi semua bentuk dan fungsi komunikasi". Rogers memandang manusia sebagai bentuk-bentuk dari konsep dirinya (self-concept) dan pengalaman di satu sisi, serta interpretasinya mengenai stimulus lingkungan pada sisi yang lain (Sobur, 2013). Dalam teori kepribadian Carl Rogers, "diri" (self) adalah inti yang sangat penting. Ini mencakup semua ide, persepsi, nilai-nilai, dan pengalaman yang menggambarkan individu sebagai individu yang unik. Diri dalam pemahaman Rogers melibatkan kesadaran terhadap identitas diri, termasuk pemahaman tentang siapa diri kita (apa yang saya), apa yang kita rasakan, dan apa yang kita nilai (apa yang dapat saya lakukan).

Dalam konteks kasus bullying pada remaja, konsep diri menjadi sangat relevan. Bagi korban bullying, pengalaman merasa dikucilkan, dihina, atau disalahpahami dapat memengaruhi persepsi diri mereka secara negatif. Mereka mungkin merasa rendah diri, tidak berharga, atau tidak mampu melindungi diri mereka sendiri. Ini dapat mempengaruhi konsep diri mereka, menghasilkan kebingungan tentang identitas dan peran mereka dalam hubungan sosial.

Di sisi lain, bagi pelaku bullying, konsep diri juga dapat berperan. Mereka mungkin menggunakan perilaku agresif sebagai cara untuk memperkuat atau melindungi gambaran diri mereka sendiri di hadapan orang lain. Pelaku bullying mungkin merasa perlu untuk mendominasi atau mendapat pengakuan dari orang lain untuk memperkuat konsep diri mereka.

Dalam kedua kasus, pemahaman tentang diri dan bagaimana individu meresponsnya terhadap situasi bullying sangat penting. Terapi atau pendekatan lain yang berfokus pada pemahaman diri dan pengembangan konsep diri yang positif dapat membantu korban bullying untuk mendapatkan kembali rasa harga diri dan kepercayaan diri mereka, sementara juga membantu pelaku bullying untuk memahami dan mengelola emosi serta memperbaiki interaksi sosial mereka. Dengan memperkuat konsep diri yang positif, individu dapat lebih mampu menghadapi dan mengatasi tantangan sosial seperti bullying.

2. Komunikasi Empatik: Membangun Hubungan 

Sigmund Freud, misalnya, tokoh psikoanalisis ini mengartikan empati sebagai "memahami orang lain yang tidak mempunyai arti emosional bagi kita" (dalam Sobur, 2013). Bennett (1979) dalam (Sobur, 2013) menyebutnya sebagai imaginative intellectual and emotional participation in another person's experience. Dalam teori Carl Rogers, komunikasi empatik adalah suatu bentuk komunikasi yang dilakukan dengan penuh pengertian dan kehadiran sepenuh hati terhadap pengalaman dan perasaan orang lain. Ini melibatkan kemampuan untuk mendengarkan secara aktif, mengakui dan memahami perasaan, pikiran, dan pengalaman orang lain tanpa penilaian atau kritik. Komunikasi empatik juga mencakup kemampuan untuk menempatkan diri dalam posisi orang lain, merasakan apa yang mereka rasakan, dan memahami dunia mereka dari sudut pandang mereka sendiri.

Dalam konteks kasus bullying di kalangan remaja, komunikasi empatik dapat berperan penting dalam mengatasi dan mencegah perilaku bullying. Korban bullying sering kali merasa terisolasi, tidak didengar, dan tidak dipahami oleh orang lain. Dalam situasi seperti itu, komunikasi empatik dari teman sebaya, guru, atau orang dewasa yang dapat dipercaya dapat memberikan dukungan yang sangat dibutuhkan. Mendengarkan secara aktif, mengakui perasaan korban, dan menawarkan dukungan tanpa syarat dapat membantu memperkuat rasa harga diri dan kepercayaan diri korban.

Di sisi lain, komunikasi empatik juga dapat digunakan untuk memahami faktor-faktor yang mendasari perilaku pelaku bullying. Seringkali, pelaku bullying memiliki masalah atau ketidakseimbangan emosional yang mendorong mereka untuk menggunakan perilaku agresif terhadap orang lain. Dengan berkomunikasi secara empatik, kita dapat mencoba memahami penyebab atau pemicu perilaku agresif ini dan memberikan dukungan yang diperlukan untuk membantu mereka mengatasi masalah tersebut tanpa merugikan orang lain.

Dalam kedua kasus, komunikasi empatik dapat membantu membangun hubungan yang lebih baik antara individu, meningkatkan pemahaman antar individu, dan menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan mendukung di mana bullying memiliki peluang lebih kecil untuk berkembang.

PENUTUP

Dalam hal ini, pendekatan Rogers menekankan pentingnya menciptakan lingkungan komunikatif yang mendukung, di mana individu merasa didengar, dipahami, dan diterima. Penanganan kasus bullying remaja harus memperhatikan aspek-aspek meliputi konsep diri hingga komunikasi empatik untuk membangun hubungan. Psikologi fenomenologis yakni komunikasi di dalam dan di antara manusia dapat memberikan perhatian yang mendalam terhadap perasaan dan kebutuhan individu, serta mempromosikan komunikasi yang terbuka, jujur, dan penuh empati di antara semua pihak yang terlibat. Melalui pendekatan ini, diharapkan dapat menciptakan perubahan positif dalam dinamika komunikasi dan mengurangi insiden bullying di kalangan remaja.

REFERENSI

Sobur, Alex. 2013. Filsafat Komunikasi (Tradisi dan Metode Fenomenologi). Edisi pertama. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Pratiwi, Eka Fauziah. Sa'aadah, Salwa Siti. Dewi, Dinie Anggraeni. Furnamasari, Yayang Furi. 2021. Implementasi Pendidikan Kewarganegaraan melalui Nilai Pancasila dalam Menangani Kasus Bullying. Jurnal Basicedu Vol 5 No 6 hlmn. 5472-5480.

https://sekolahrelawan.org/artikel/kasus-bullying-di-sekolah-meningkat-kpai-sebut-ada-2355-kasus-pelanggaran-perlindungan-anak-selama-2023 diakses pada 04 Mei 2024

Sulisrudatin, Nunuk. 2015. Kasus Bullying dalam kalangan pelajar (suatu tinjauan kriminologi). Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara Vol 5 No 2.

Nama : Kemal Harja Zutamansa

Mata Kuliah : Filsafat dan Etika Komunikasi

Dosen Pengampu : Dr. Nani Nurani Muksin, M.Si.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun