Kesejahteraan yang minim bagi para guru honorer di Indonesia telah menciptakan paradoks di dalam dunia pendidikan. Sebagian besar lulusan pendidikan enggan memilih karier sebagai guru jika mereka tidak dapat masuk melalui seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian dan keterbatasan dalam hal upah, tunjangan, serta perlindungan sosial yang diberikan kepada guru honorer.
Dalam konteks ini, status sebagai PNS atau P3K menjadi sebuah simbol yang diinginkan oleh banyak lulusan pendidikan dan guru honorer. Status tersebut tidak hanya memberikan jaminan akan kesejahteraan, tetapi juga memberikan stabilitas kerja dan berbagai fasilitas serta tunjangan yang tidak tersedia bagi guru honorer.
Tentunya, perlunya dilakukan evaluasi terhadap kebijakan ini guna memastikan bahwa upaya peningkatan kualitas tenaga pendidik tidak hanya berfokus pada aspek formalitas sertifikasi, tetapi juga memberikan ruang bagi inovasi dan pengembangan kemampuan para calon guru yang memiliki potensi untuk memberikan kontribusi positif dalam dunia pendidikan.