Myanmar merupakan salah satu negara yang terletak di Asia Tenggara sekaligus tergabung dengan organisasi bilateral, ASEAN. Negara ini berbatasan langsung dengan Thailand dan Laos di sebelah timur, sedangkan di utara berbatasan langsung dengan China, selain itu di barat berbatasan langsung juga dengan Bangladesh dan India.Â
Menurut data yang diambil dari APHD Chanel menunjukkan bahwasannya populasi penduduk Myanmar pada tahun 2020 berada di kisaran 54 juta penduduk, angka itu membuat Myanmar menempati peringkat kelima populasi penduduk terbanyak di ASEAN satu tingkat di bawah Thailand dan satu tingkat di atas Malaysia. Dengan populasi yang bisa dikatakan cukup tinggi itu, mayoritas penduduknya memeluk agama Buddha. Meskipun demikian, masih ada beberapa etnis yang memeluk agama lain seperti Islam dan Kristen.
Myanmar sendiri merdeka dari jajahan Inggris pada 4 Januari 1948. Jenderal Aung San, merupakan orang yang cukup dihormati di Myanmar, beliau dikenal sebagai Bapak kemerdekaan Burma. Ia membuat "Burma National Army" dengan bantuan Jepang untuk mengusir penjajah demi kemerdekaan. Namun pada akhirnya ia harus tewas dibunuh pada tahun 1947, tepat setahun sebelum kemerdekaan Myanmar berhasil didapat. Meskipun beliau telah meninggal, legasinya masih cukup besar dalam dunia ketentaraan dan juga mendapat dukungan penuh dari masyarakat Myanmar secara luas pada kala itu.
 Pasca kemerdekaan, negara yang sering dijuluki dengan negeri pagoda emas itu dipimpin dan dikepala negarai oleh para Jenderal atau Tentara dari mulai tahun 1962-2011. Di Myanmar sendiri Tentara memiliki tempat yang bisa dibilang "enak". Sesuai konstitusi yang ditetapkan pemerintahan Myanmar pada tahun 2008 menyebutkan bahwa kekuasaan Tentara dalam pemerintahan adalah selamanya,Â
hal itu dipertegas dengan diberikannya jatah kursi parlemen pada pihak Tentara sebesar 25% serta mendapat keistimewaan penting dalam jabatan strategis lainnya. Selain mengatur hal tersebut, dalam konstitusi itu disebutkan bahwa kekayaan alam seperti Minyak dan Gas (Migas) sepenuhnya diatur oleh tentara. Beberapa hal di atas merupakan bukti nyata betapa kuatnya dan istimewanya tentara di Myanmar.
Pada tahun 1988-2000 Myanmar pernah berupaya untuk menerapkan sistem demokrasi di negaranya. Saat itu diadakan pemilihan umum pertama  di Myanmar yang kemudian dimenangkan oleh partai National League for Democracy (NLD) yang diwakili oleh Aung San Suu Kyi. Alih-alih pemerintahan diberikan, yang ada Tentara bersikeras enggan untuk memberikan kekuasaan tersebut. Akibat hal tersebut Aung San Suu Kyi, penerima anugerah Nobel keamanan dan perdamaian dalam perjuangan menegakkan demokrasi dan HAM itu harus di bui selama 20 tahun, dari tahun 1989-2010.
Masa transisi demokrasi tersebut bisa dikatakan tidak berjalan dengan lancar, tentara memenjarakan kaum minoritas, ahli politik, Jurnalis, dan masyarakat yang mencoba melawan kehendaknya. Keadaan di atas ternyata kembali terulang kini, 1 Februari 2021 Myanmar kembali mengalami ujian demokrasi di negerinya. 8 Nopember 2020 lalu diadakan pemilu serentak di Myanmar di tengah pandemi dan kembali, pemilu tersebut dimenangkan oleh Aung San Suu Kyi dari partai NLD.Â
Namun lagi-lagi kemenangan tersebut tidak menjadikannya menjadi pemimpin nomor satu di Myanmar, hal tersebut terjadi karena Aung San Suu Kyi dituduh melakukan kecurangan dan pelanggaran sebelum dan selama berlangsungnya pemilu tersebut. Selain itu, Aung San Suu Kyi, pemimpin De Facto Myanmar itu terancam diseret ke penjara karena pelaporan oleh kepolisian Myanmar terkait impor alat komunikasi secara illegal dan diancam hukuman 3 tahun penjara. Menurut informasi dari laman CNBC Indonesia barang bukti alat komunikasi ilegal
tersebut ditemukan saat penggeledahan terjadi di kediaman Aung San Suu Kyi di Nay Pyi Taw.
militer Myanmar tesebut keadaan nasioanal di Myanmar  menjadi kacau dan balau, demo penolakan diselenggarakan di beberapa titik, mereka menyuarakan agar militer melepaskan Aung San Suu Kyi dan jajarannya, serta meminta agar tidak memblokir akses internet yang sempat diputus selama 5 jam. Seperti yang dikatakan CNBC Indonesia, demonstrasi yang terjadi di Myanmar sekarang dinilai sebagai demonstrasi terbesar pasca era revolusi Myanmar pada tahun 2007 lalu. Selain itu, pada hari pertama kudeta masyarakat panik dengan melakukan pengambilan besar-besaran di ATM dan berbelanja makanan pokok untuk kebutuhan yang cukup lama.
Akibat kudeta yang dilakukanDunia internasional pun ikut mengecam kudeta ini, hal ini dianggap menodai demokrasi dan membuatnya seakan berjalan mundur. Indonesia selaku negara tetangga sekaligus negara sahabat sudah mengeluarkan keterangan press, menurut Jokowi hukum yang ada harus ditaati untuk mewujudkan visi komunitas ASEAN. "Kita prihatin dengan perkembangan politik di Myanmar dan berharap perbedaan politik itu dapat diselesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku," kata Jokwi usai pertemuan dengan PM Muhyidin dari Malaysia.
Berbeda dengan Indonesia, AS menanggapi kudeta ini dengan cukup ekstrem, Joe Biden pada 11 Februari 2021 lalu menjatuhkan sanksi ke Myanmar, ia mengatakan akan memutus aliran keuangan bagi pemimpin militer sebesar 1 Miliar USD atau setara dengan 13,9 Triliun Rupiah. Biden sebelumnya telah meminta militer Myanmar untuk membebaskan para pemimpin  dan aktivis politik yang demokratis. "Jika ada lebih banyak kekerasan terhadap pengunjuk rasa damai, militer Myanmar akan menemukan bahwa sanksi hari ini hanyalah yang pertama" Joe Biden menambahkan.
Referensi:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H