Pemilu serentak telah usai pada hari Rabu, 17 April 2019 lalu. Kejutan-kejutan perlahan muncul seiring hasil quick qount yang dilakukan oleh berbagai lembaga survei nasional. Salah satunya datang dari Partai Berkarya.Â
Partai yang mengandalkan nama besar pak Harto atau boleh juga disebut berideologikan Soehartoisme itu memang didirikan oleh anak beliau sendiri, yakni Tommy Soeharto. Berbagai lembaga survei sepakat menempatkan partai yang baru didirikan di tahun 2016 itu pada posisi kesebelas dengan kisaran 2-2,5 persen suara.Â
Hebatnya Partai Berkarya berhasil mengungguli perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang hanya memperoleh suara sekitar 2 persen dan berada pada urutan keduabelas di bawah Berkarya.
Dengan perolehan kisaran 2-2,5 persen suara itu, secara teknis memang partai berkarya gagal memenuhi ambang batas 4 persen untuk masuk ke dalam parlemen (DPR).
Namun ketidaklolosan itu tidak menarik perhatian saya sama sekali. Karena pada dasarnya saya yakin Partai Berkarya pasti akan gagal memenuhi ambang batas tersebut.Â
Yang menjadi perhatian saya adalah angka 2-2,5 persen suara hasil quick qount. Padahal sebelum adanya hasil quick qount pemilu legislatif, Partai Berkarya digadang-gadang oleh berberapa lembaga survei hanya mampu mendulang kisaran 0,5 persen suara. Perolehan suara quick qount Partai Berkarya pun melonjak hampir lima kali lipat dari survei sebelumnya.Â
Dengan angka 2-2,5 persen tersebut berarti ada sekitaran 3,8 juta warga Indonesia yang menjatuhkan pilihannya kepada Partai Berkarya. Tentunya dengan asumsi semua pemilih yang jumlahnya 190 juta turut serta dalam pemilihan umum tersebut.
Fenomena Berkarya ini cukup menunjukkan bahwa ternyata "masih" ada saja warga Indonesia yang ingin kembali lagi ke zaman orde baru dan jumlahnya itu cukup banyak.Â
Reformasi yang telah berjalan lebih dari 20 tahun ini belum mampu membuat seluruh warga kita sadar akan brengseknya zaman keotoriteran itu. Memilukan sebenarnya namun juga membuat penasaran pemilih muda seperti saya.
Fakta yang mengagetkan lagi adalah bahwa partai ini cukup minim sekali sumbangan dana kampanye dari pemilih loyalnya, yaitu hanya sejumlah dua juta rupiah saja. Paling sedikit di antara partai lainnya. Pengamatan empiris saya juga menunjukkan bahwa Partai Berkarya ini jarang sekali menampilkan spanduk ataupun poster kampanye di sepanjang jalan yang saya di kota-kota yang saya singgahi.Â