Mohon tunggu...
kelvin lutfi
kelvin lutfi Mohon Tunggu... -

thinking out loud

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sulap Hukum Perdata atau Pidana, Dagelan Poli(tikus) dalam Lembaga Hukum Indonesia

24 Maret 2016   09:37 Diperbarui: 24 Maret 2016   11:01 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kita telisik rekam sosok pemimpin Kejaksaan Agung di duga Ada indikasi politik dalam penyidikan Kejaksaan Agung pada kasus BOT  PT. Hin dengan PT. GI. Usut punya usut ternyata Kejaksaan Agung yang dikomandoi HM Prasetyo yang merupakan politisi Partai Nasional Demokrat kerap melakukan penyelidikan perkara yang sebenarnya bukan kewenangannya, salah satunya yaitu kasus BOT ini. Komisaris PT HIN Michael Umbas berbicara di media bahwa PT GI membangun Apartemen Kempinski dan Menara BCA di kawasan Bundaran Hotel Indonesia secara ilegal karena gedung tersebut tidak tertera dalam perjanjian awal. Entah bagaimana caranya, Kejagung masuk dalam kasus ini dan Jampidsus Arminsyah menyatakan tengah menyidik kasus tersebut karena merugikan negara Rp 1,2 triliun.

Lalu apakah Kejagung akan memilih lupa pada kasus-kasus “abuse of power” yang pernah mereka Lakukan? Atau mungkin tidak masalah, karena ini contoh “abuse of power” baru dimana Sosok Kejagung merasa mendapat dukungan Politik? Apa lagi ada anggapan bahwa HM Prasetyo (Kejagung) terlalu tebang pilih kasus. Hal itu dilihat dari kasus dugaan keterlibatan Ketua Umum NasDem Surya Paloh dalam kasus penyelewengan dana Bansos yang dilakoni Gubernur Sumut nonaktif Gatot Pudjo Nugroho. Lihat  

Lupa Diri

Sebenarnya sudah banyak pengamat Hukum yang memberikan pandangan dan masukan terhadap kasus BOT PT. HIN-PT. GI. Bahwa kasus ini adalah delik kasus Perdata, bukan Pidana. Saya coba merangkum pendapat mereka seperti;

Pendapat dari Mrgarito Kamis (Pakar Hukum dan Tata Negara) yang mengatakan: "Bagaimana (bisa) sebuah perjanjian kesepakatan perdata, lalu dipidanakan, hanya karena ada klaim kelemahan dari salah satu pihak yang membuat kesepakatan?"

“Kejaksaan Agung diingatkan tidak boleh seenaknya saja membawa perkara kerja sama dengan sistem membangun, mengelola, dan menyerahkan (built, operate, and transfer/BOT) antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Hotel Indonesia Natour (Persero) dan PT Cipta Karya Bumi Indah (CKBI) - PT Grand Indonesia (GI) ke ranah pidana. Pasalnya, perkara tersebut adalah domain perdata.” Jumat (11/3).

Lihat : http://hukum.rmol.co/read/2016/03/11/239049/Margarito-Kamis:-Kasus-Hotel-Indonesia-Bukan-Ranah-Pidana-

Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) Teuku Nasrullah juga mengatakan, “Wajib bagi Kejagung untuk menuntaskan kasus kerja sama BOT ini secara fair. Jika ditemukan kesalahan, ya diselidiki dan diumumkan secara benar. Namun jika tidak ditemukan, jangan mencari cari kesalahan dan kemudian menyebut ada pidana,” 

Lihat : http://nasional.sindonews.com/read/1095124/13/jangan-ada-kriminalisasi-kasus-hotel-indonesia-1458707145

Sedangkan menurut pengamat hukum Universitas Diponegoro (Undip) Mirza Harera, baik PT Grand Indonesia sebagai pemegang Built-Operate-Transfer (BOT) dan PT HIN telah melakukan transaksi ekonomi yang dasar penyelesaiannya masuk ranah perdata.

"Ini sangat jelas duduk persoalannya. Jika PT HIN merasa dirugikan atas pembangunan Apartemen Kempinski dan Menara BCA harusnya mereka menggugat secara perdata." Mirza menyatakan keheranannya mengapa pihak Kejaksaan Agung tiba-tiba melakukan penyidikan dalam kasus tersebut. Seharusnya, jika ada indikasi kerugian negara maka yang berhak melayangkan gugatan adalah PT HIN sebagai pihak yang dirugikan. "Sejauh ini PT HIN belum melakukan upaya hukum apapun dan belum melaporkan dugaan kerugian ini ke manapun. Lalu mengapa tiba-tiba Kejagung datang dan menyeret kasus ini ke ranah pidana? Bagi saya ini aneh. Kasus ini bisa menambah sorotan dan apriori publik terhadap institusi Kejagung." Lihat  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun