Mohon tunggu...
kelvin lutfi
kelvin lutfi Mohon Tunggu... -

thinking out loud

Selanjutnya

Tutup

Politik

 Mengenal BOT Grand Indonesia

10 Maret 2016   17:50 Diperbarui: 10 Maret 2016   18:04 1417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Singkatnya perjanjian Build, operate, and transfer (BOT) adalah perjanjian untuk suatu proyek yang dibangun oleh pemerintah dan membutuhkan dana yang besar, yang biasanya pembiayaannya dari pihak swasta, pemerintah dalam hal ini menyediakan lahan yang akan digunakan oleh swasta guna membangun proyek. Pihak pemerintah akan memberikan ijin untuk membangun, mengopersikan fasilitas dalam jangka waktu tertentu dan menyerahkan pengelolaannya kepada pembangunan proyek (swasta). Setelah melewati jangka waktu tertentu proyek atau fasilitas tersebut akan menjadi milik pemerintah selaku milik proyek.

Fakta (2) isi Kontrak Kerjasama BOT PT HIN dengan PT Grand Indonesia th 2004

Terkait dengan tuduhan pelanggaran yang dilakukan PT. Grand Indonesia terhadap kontrak BOT, ternyata pembangunan gedung perkantoran Menara BCA dan Apartemen Kempinski merupakan salah satu bentuk aplikasi kerjasama  BOT. Kontrak kerjasama BOT yang dimaksud dalam isu ini merupakan kesepakatan antara PT. Hotel Indonesia Natour (Persero) dan PT Cipta Karya Bumi Indah (CKBI) - PT Grand Indonesia (GI) pada Tahun 2004.

Dalam isu yang dituduhkan yaitu; PT Grand Indonesia dianggap melanggar hukum karena tidak mencantumkan kedua gedung (Menara BCA dan Apartemen Kempinski) tersebut dalam perjanjian, dan berpotensi merugikan keuangan negara. Anggapan itu ternyata keliru. Setelah ditelaah lebih dalam, gedung perkantoran dan apartemen itu termasuk dalam kategori bangunan-bangunan lainnya, seperti tercantum dalam perjanjian BOT itu sendiri. “Gedung dan fasilitas penunjang adalah bangunan-bangunan dan segala fasilitas pendukung yang wajib dibangun dan/atau direnovasi penerima hak BOT di atas tanah, yaitu, ANTARA LAIN, pusat perbelanjaan, hotel, dan bangunan-bangunan lainnya, berikut fasilitas  serta FASILITAS PENUNJANG LAINNYA.”

Selain persoalan kedua gedung tersebut Komisaris PT. Hotel Indonesia Natour Michael Umbas mempertanyakan beberapa hal yang sebenarnya sudah tercantum pada perjanjian BOT tersebut dan bahkan PT HIN sebenarnya sudah memiliki data/dokumen-dokumennya, seperti:

  • Komisaris PT. Hotel Indonesia Natour Michael Umbas mengaku tidak tahu menahu pembangunan dua gedung tersebut sejak awal. Padahal, pada Agustus 2004, pihak HIN mengajukan proposal permohonan Hak Pengelolaan Lahan atas nama PT. HIN kepada Badan Pertanahan Nasional. Permohonan ini adalah salah satu aspek penting yang tercantum dalam Perjanjian BOT. Tanah harus disesuaikan statusnya; yang tadinya HGB atas nama PT. HIN dilepaskan haknya untuk diajukan menjadi HPL atas nama PT. HIN.

  •  Selanjutnya, di atas tanah HPL itu diterbitkanlah HGB atas nama PT. GI. Ini tentu dilakukan untuk menjaga tanah kepemilikan negara. Ada fakta menarik yang saya temukan. Ternyata dalam proposal itu, pihak HIN sudah mengetahui rencana GI akan membangun gedung perkantoran dan apartemen pada April 2005. Dalam proposal dengan kop surat Inna Hotel Group itu, tertera jadwal konstruksi Mall A (September 2004), Mall B (Juli 2004), Hotel (Januari 2005), Kantor (April 2005) dan Apartemen (April 2005).

  • Komisaris PT. Hotel Indonesia Natour Michael Umbas menuding bahwa pengalihan hak BOT dari PT. CKBI ke PT. GI dilakukan sepihak. Padahal, berdasarkan pada persetujuan dari Menteri BUMN sesuai surat No. S-247/MBU/2004 tanggal 11 Mei 2004 sudah tercantum bahwa PT. CKBI menunjuk Grand Indonesia selaku pihak yang menerima dan melaksanakan hak PT. CKBI tersebut serta bertindak selaku Penerima Hak BOT dan bertanggungjawab penuh kepada PT. CKBI dalam melaksanakan BOT terhadap objek BOT.  Bahkan PT. HIN sudah menyetujui bahwa CKBI menunjuk PT. Grand Indonesia selaku pihak yang menerima dan melaksanakan hak PT. CKBI.

  • Persoalan Pengagunan sertifikat kepada pihak ketiga   Dalam pasal 9.5 dalam perjanjian BOT dinyatakan “Untuk menghindari keraguan, Penerima Hak BOT berhak untuk menjaminkan hak atas tanah sebagaimana diuraikan dalam sertifikat HGB di atas HPL maupun HMASRS berikut Gedung dan Fasilitas Penunjang yang terdaftar atas nama Penerima Hak BOT untuk mendapatkan pendanaan dari pihak ketiga ...” Dari pasal itupun sudah jelas kalau yang dapat dijaminkan HANYA HGB atas nama PT. GI.  Sementara sertifikat HPL tanah atas nama HIN tidak pernah dijaminkan karena dipegang oleh HIN.

 

Dari penjelasan dan analisa-analisa tersebut diatas, bisa kita simpulkan bahwa permasalahan perjanjian  BOT PT. HIN dengan PT. Grand Indonesia tidak ada pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Grand Indonesia, karena semua sudah tercantum dalam kontrak kerjasama dan PT. Grand Indonesia bersama dengan PT. HIN keduanya berperan dalam proses pembangunan hingga pengelolaan saat ini, transparan.

Saya pun berusaha megngambil hal positif dari permasalahan ini, kita jadi lebih tahu mengenai Perjanjian Kerjasama BOT yang merupakan salah satu bentuk  kerjasama antara Pemerintah (dalam hal ini diwakilkan oleh BUMN) dengan Swasta yang ingin berinvestasi.

Dan berdasarkan fakta tersebut saya berharap agar kasus ini tidak menjadi boomerang yang dapat membuat investor menjadi takut berinvestasi. Terlebih melalui kasus ini kita juga dapat membandingkan kerugian pengelolaan yang dilakukan oleh Pejabat Aparatur Negara dengan keuntungan Pengelola Swasta (dalam hal ini PT Grand Indonesia sebagai pengelola yang di tunjuk melalui perjanjian BOT oleh PT. HIN)

Selengkapnya :

  1.  satu
  2. dua 
  3. tiga
  4. empat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun