"Chadwick Boseman memang telah tiada, tetapi warisannya telah meninggalkan kesan yang tak dapat tergantikan."
Setidaknya itulah yang muncul dalam benak kita setelah menyaksikan film "Black Panther ; Wakanda Forever". Saat dimana banyak orang mengkritik peran Letitia Wright (Shuri) karena dianggap terlalu dipaksakan, saya justru melihat cakapnya Marvel mengubah duka menjadi sebuah karya yang brilliant.
Mari jujur saja, kita juga berkaca-kaca ketika menyaksikan film ini bukan? Moment paling mengena bagi saya adalah ketika Shuri mengatakan demikian,
“If i sit and think about my brother for too long, it won't be these clothes i burn. It will be the world.”
Manuver Marvel
Cara Marvel bermanuver mendadak sungguh tak bisa dianggap enteng. Betapa tidak, hampir tak pernah kita mendapati film-film Marvel siap tayang secara tiba-tiba mengalami perubahan yang esensial. Dalam sekuel "Avengers End Game" saja, dimana Iron Man wafat di tangan Thanos, kita sudah bisa menebak-nebak akhir ceritanya.
Bayangkan, bagaimana bila pemerannya kemudian tiba-tiba tiada? tentu akan sulit mengubahnya. Maka, tidak adil rasanya bila kita menganggap manuver Marvel kali ini biasa-biasa saja. Marvel, melalui film ini telah mengambil keputusan yang patut diacungi jempol.
Dalam film "Fast&Furious 7", ketika Brian O'Conner mengalami tragedi kecelakaan mobil, 'Justin Lin' sang sutradara tetap memilih mempertahankan karakternya dengan menggunakan teknologi deep fake dalam pencitraan grafisnya.
Maka bukan tidak mungkin rasanya bagi Marvel, untuk menggunakan teknologi yang sama dan tetap mempertahankan karakter Chadwick sebagai T'Challa dalam film "Black Panther; Wakanda Forever".
Empati dan Penghormatan Terakhir dari Marvel
Marvel secara khusus memberikan penghormatan istimewa dengan membuat durasi adegan-adegan emosional menjadi lebih banyak.
Suasana duka itu sudah bisa kita rasakan pada bagian opening awal, dimana prosesi pemakaman T'Challa dilangsungkan dengan sangat megah. Begitu pula pada bagian ending, Marvel sengaja menaruh kilas balik scene-scene yang diperankan Chadwick pada film Black Panther pertama. Tujuannya tentu saja, supaya kita kembali mengingat kenangan-kenangan tersebut.
Langkah yang diambil Marvel ini merupakan langkah yang tepat. Sudah sepantasnya penonton diberi ruang untuk merasakan emosi kesedihan yang sama. Nah, tentu saja ini akan beda cerita bila Marvel memutuskan untuk mempertahankan karakter Chadwick dengan menggunakan teknologi deep fake. Kita tentu tidak mengharapkan itu terjadi.
Deep Fake tidak hanya akan menghilangkan unsur empati tadi, tapi feeling of presence atau perasaan kehadiran terhadap karakter tersebut juga akan terasa hampa. Persis dengan apa yang kita rasakan ketika menyaksikan kembali kehadiran sosok Brian dalam "Fast&Furious 7", memukau tapi terasa hampa.
Zoll dan Enz, salah satu pakar psikologi mendefinisikan empati sebagai,"kemampuan dan kecenderungan seseorang (“observer”) untuk memahami apa yang orang lain (“target”) pikirkan dan rasakan pada situasi tertentu."
Lantas, bagaimana bisa kita turut merasakan moment-moment karakter tersebut, bila dari awal kita sudah tahu pemeran karakter tersebut telah tiada? Bisa-bisa kita juga merasakan kehampaan itu setiap kali menyaksikan karakter tersebut.
Alasan Marvel Tidak Me-recast Karakter T'Challa
“It just felt like it was much too soon to recast,” Kevin Feige-Marvel’s president said. He compared the T’Challa recast decision to Marvel’s approach to comics.
President Marvel "Kevin Feige", sengaja tidak me-recast karakter T'Challa dikarenakan keputusan itu juga dinilai terlalu dini dan terburu-buru. Sementara kepergian Chadwick Boseman, juga belum lama berlalu.
Menurutnya, keputusan tersebut juga bertentangan dengan semangat dasar Marvel yang diinginkan oleh Stan Lee (Founders Marvel).
Stan Lee menginginkan Marvel bisa menjadi representasi dunia melalui film-film superhero yang mereka tampilkan di layar kaca. Bagi Stan Lee, Marvel haruslah bisa tetap relatable dan relevant, sejalan dengan kisah-kisah karakter superhero yang mereka ciptakan.
Pada akhirnya, keputusan Marvel dan tim untuk merubah alur cerita "Wakanda Forever" adalah keputusan yang luar biasa sulit. Marvel, pada akhirnya memilih untuk move on, meneruskan tongkat estafet "The Black Panther" pada Shuri, adik dari T'Challa.
Pelajaran Penting
Proses pengambilan keputusan Marvel, dengan segala keterbatasan waktu dan situasinya, telah berhasil menampilkan kisah story telling yang adaptif tetapi juga tidak meninggalkan value-value yang dimiliki Marvel.
Marvel, sebagai sebagai studio animasi memilih untuk mengubah alur cerita dan menampilkan sisi empati pada perubahan cerita 'Wakanda Forever' alih-alih mengambil langkah-langkah taktis menyelamatkan karakter tersebut.
Terakhir, Marvel tidak hanya mengambil langkah besar untuk menampilkan jalan cerita karakter superhero yang dinamis, tetapi juga relevan sesuai dengan berbagai kesulitan dan permasalahan yang sedang dialami. Bravo, Marvel!
Salam Hangat,
Penulis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H