Mohon tunggu...
Kelvin Cahyadi
Kelvin Cahyadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - menulis apapun yang saya rasa menarik!

selamat datang di laman kompasiana milik Kelvin! semoga tulisan-tulisan saya menghibur, memberi insight, dan silahkan berikan masukan opini kamu juga di komentar!

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa Jaksel: Petaka atau Jenaka?

23 Februari 2022   00:25 Diperbarui: 23 Februari 2022   00:28 2636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewasa ini, Indonesia dihadapkan dengan berbagai hal di sekitar kita. Hadirnya Virus Corona  yang belum kunjung usai, berbagai kejadian bencana alam, hingga tren-tren yang menjamur di tengah masyarakat. 

Berbagai tren mulai dari gaya berpakaian, tren candaan, tren minuman dan makanan, hingga yang paling marak saat ini adalah tren bahasa. Kini kita tidak asing mendengar kata 'Bahasa Jaksel' yang merupakan pemahaman dari kosakata yang kerap kali disebutkan berasal dari selatan kota Jakarta, entah benarkah asalnya dari sana atau bukan. 

Sehari-hari kita mendengar seseorang berbicara dengan bahasa Indonesia saja, sudah pasti sangat biasa. Mendengar orang lain berbicara dengan bahasa Inggris juga sudah biasa. 

Tren ini berisikan penggabungan kata menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris menjadi sebuah kalimat. Sudahkah terbayang bagaimana bentuknya? Berikut sedikit contoh bahasa Jaksel tersebut:

Koleksi pribadi
Koleksi pribadi
Selain menggabungkan dua bahasa menjadi sebuah kalimat (seperti contoh diatas), rupanya tren bahasa Jaksel juga memberikan makna baru dalam beberapa kata atau kegiatan seseorang. 

Kosakata -- kosakata yang awalnya menggunakan bahasa Indonesia, diubah menjadi bahasa Inggris dengan makna yang baru. Berikut beberapa kosakata bahasa Jaksel yang kerap kali digunakan anak muda saat ini:
 

Koleksi pribadi
Koleksi pribadi

Menanggapi fenomena ini, sisi lain pikiran saya pun mulai bermain-main: mungkinkah hal ini menjadi ancaman bagi generasi muda? Ataukah hal ini lumrah karena sekedar candaan? 

Namun saya pun kembali bertanya kepada diri saya sendiri, apakah cukup pantas bahasa nasional dicampur adukkan dengan bahasa asing? Atau saya yang terlalu kolot dengan diri sendiri? Begitu banyak pertanyaan muncul menghadapi kreativitas teman-teman muda belakangan ini melalui fenomena bahasa Jaksel yang terus meluas.

Nyatanya, sejauh ini fenomena bahasa Jaksel dirasa belum cukup dianggap sebagai ancaman bagi bahasa nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Bernadette Kushartanti, seorang Pakar Linguistik asal Universitas Indonesia. 

Disampaikan Bernadette, fenomena bahasa Jaksel merupakan hasil risiko kontak bahasa yang kita jumpai sehari hari. Lanjutnya, pakar linguistik ini berpesan bahwa guru atau tenaga pendidik memiliki peran dalam menuntun para remaja sejak di bangku sekolah. 

Pendidikan mengenai kemampuan menggunakan dan menyusun bahasa dengan struktur yang rapi adalah hal yang penting, sehingga orang dapat memahami makna kalimat meskipun ada lebih dari satu bahasa yang digunakan dalam menyampaikannya.

Ivan Lanin, seorang pakar bahasa yang juga penulis buku memiliki pendapat yang kurang lebih searah dengan Bernadette. "Sejak zaman penjajahan Belanda pun bahkan pendiri negara juga bicara bahasa campuran, tapi yang dicampur bahasa Belanda dan bahasa daerah," ucap Ivan Lanin. 

Penulis buku "Xenoglosofilia, Kenapa Harus Nginggris?" ini menyatakan bahwa selama penggunaan bahasa campur ini dalam obrolan sehari-hari, hal ini bukanlah ancaman. Disampaikan oleh Ivan, bahwa hal ini dapat menjadi ancaman apabila dilakukan dalam situasi dan pembicaraan formal.

Meski dianggap bukan sebuah ancaman nyata, sebagai sesama masyarakat Indonesia saya lebih menganjurkan kita lebih membudayakan pencampuran bahasa Indonesia dengan bahasa daerah. 

Selain untuk meningkatkan rasa nasionalisme, mengapa kita tidak mengangkat budaya asli yang makin ditinggalkan ini? Nyatanya, Indonesia memiliki lebih sekitar 652 bahasa seperti yang disampaikan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Badan Bahasa Kemendikbud) Indonesia.

Meski bukan budaya asli, rasanya penggunaan bahasa Jaksel juga memiliki manfaat. Dengan menggunakan bahasa Jaksel, kita pun jadi mempelajari penggunaan kosakata bahasa Inggris. 

Dengan mempelajari bahasa Inggris yang lebih baik, mungkin saja negara Indonesia bisa lebih cepat menjadi negara maju? I Hope kita bisa segera jadi negara maju as soon as possible. Begitulah kata saya yang mempelajari bahasa Jaksel hahaha.

Sumber:
Azanella, Lutfhia Ayu. 2018. Candaan Gaya Berbahasa "Anak Jaksel", Mengapa Fenomena Ini Terjadi?. Diakses dari https://megapolitan.kompas.com/read/2018/09/14/07185141/candaan-gaya-berbahasa-anak-jaksel-mengapa-fenomena-ini-terjadi?page=all 
BBC News Indonesia. 2018. Apakah kita perlu khawatir dengan penggunaan bahasa 'anak Jaksel'?. Diakses dari https://www.bbc.com/indonesia/trensosial-45499464
Pengelola Web Kemendikbud. 2018. Badan Bahasa Petakan 652 Bahasa Daerah di Indonesia. Diakses dari https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2018/07/badan-bahasa-petakan-652-bahasa-daerah-di-indonesia
Putri, Loretta Novelia. 2018. Fenomena Gaya Bahasa Anak Jaksel, Apakah Mengancam Bahasa Indonesia?. Diakses dari https://nationalgeographic.grid.id/read/13940384/fenomena-gaya-bahasa-anak-jaksel-apakah-mengancam-bahasa-indonesia?page=all

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun