The best investment opportunities are often scary - Robert D. Arnott
Belakangan ini sangat banyak tren-tren yang begitu menonjol di Indonesia.Â
Salah satunya adalah tren "investor dadakan". Beberapa dari mereka tidak mengetahui apapun mengenai risk and reward dari investasi yang mereka lakukan terutama investasi saham. Perlu ditekankan bahwa memang investasi saham membawa hasil yang bisa saja sangat besar yang bahkan tidak pernah dibayangkan oleh investor itu sendiri.Â
Namun, bak dua sisi matang uang, investasi saham juga mempunyai risiko yang bahkan jauh lebih besar dari hasil yang akan didapatkan. Di dunia investasi saham, dikenal istilah high risk high reward. Apakah frasa tersebut hanya sekedar kumpulan kata keren yang tak ada artinya ?
Pada dasarnya, sebelum terjun ke dunia investasi terutama investasi saham, investor perlu mengetahui apa risiko yang akan dihadapi karena pasar modal setiap harinya berfluktuasi dan semua yang terlibat dalam pasar modal tidak ada yang tahu bagaimana pergerakan harga yang terjadi setiap hari, setiap bulan, dan setiap tahunnya.Â
Bila saja pasar modal memberikan informasi proyeksi nyata dan tepat mengenai pergerakan harga di setiap periode tertentu, maka semua investor akan menikmati hasil yang sesuai dengan keinginan tanpa perlu memperhitungkan tingkat risiko yang akan dihadapi. Namun, kenyataannya tidaklah semudah itu, ada suatu risiko yang selalu melekat setiap kali seorang investor melakukan investasi di pasar modal, yang risiko tersebut adalah risiko pasar.Â
Risiko pasar ini adalah suatu risiko yang membuat Nilai Aktiva Bersih (NAB) dapat turun ataupun naik yang dikarenakan perubahan sentimen pasar. Investor yang semata-mata berfokus pada hasil dan tidak memperhitungkan risiko pasar, cenderung akan mengalami kerugian. Inilah yang membuat beberapa investor menganggap ketidakpastian pasar modal tersebut sebagai ancaman yang harus diminimalkan.Â
Semakin lama investor berinvestasi, maka semakin banyak pengetahuannya mengenai risiko yang ada di suatu pasar modal. Namun, akan lebih baik bila kita mengetahui risiko tersebut terlebih dahulu sebelum memasuki pasar modal.Â
Tujuannya agar kita tidak terkena kerugian yang begitu besar, akibat ketidakpastian pasar yang terjadi.Â
Apakah Budaya Risiko Penting untuk Investor ?
Sebelum mengetahui bagaimana hubungan antara budaya risiko dengan para investor, terlebih dahulu kita harus mendefiniskan budaya risiko. "Budaya risiko adalah istilah yang menggambarkan nilai-nilai, keyakinan, pengetahuan, dan pemahaman tentang risiko secara bersama oleh sekelompok orang dengan memiliki tujuan yang sama" (Embun Prowanta, 2019:20). Pada konteks ini, budaya risiko juga dapat diterapkan secara individual kepada masing-masing investor.
Budaya risiko ini melekat pada kebiasaan sehari-hari dan seharusnya investor perlu menerapkan budaya risiko ini sebelum terjun ke dunia investasi saham.Â
Oleh karena itu, budaya risiko menjadi sangat penting bagi para investor. Investor haruslah mengetahui seberapa besar kerugian yang akan terjadi, bila suatu investor melakukan investasi terhadap suatu perusahaan.Â
Di sinilah budaya risiko muncul sebagai sesuatu yang dapat meminimalkan ketidakpastian pasar yang tentu saja dapat membuat nilai investasi turun. Memang sangat sulit untuk diterapkan, namun investor harus sadar sedini mungkin.
Contoh nyatanya adalah ketika PT Bukalapak melakukan IPO (Initial Public Offering), banyak sekali investor yang berbondong-bondong melakukan pembelian saham PT Bukalapak, tanpa mengetahui kinerja perusahaan bahkan tak menguasai jenis sektor industri yang berkaitan dengan PT Bukalapak. Seorang investor dengan penerapan budaya risiko yang baik, tentu saja sudah menduga risiko yang akan terjadi untuk setiap perusahaan baru yang melakukan IPO.Â
Investor yang hanya ikut-ikutan rekomendasi ataupun berinvestasi atas dasar brand image suatu perusahaan, tentu saja akan mengalami risiko investasi yang jauh lebih tinggi dibandingkan investor yang melakukan evaluasi kinerja perusahaan melalui laporan keuangan (analisis fundamental)
PT Bukalapak beberapa hari kemudian setelah IPO Â mengalami anjlok harga dengan ARB (Auto Rejection Bawah)Â dari harga penawaran saham umum perdana. Diketahui bahwa saham PT Bukalapak menjadi sasaran transaksi pihak asing. Alhasil, banyak sekali investor yang berbondong-bondong menjual saham tersebut dengan mengalami capital loss.Â
Ini merupakan contoh konkrit bagi seorang investor untuk menerapkan budaya risiko ketika berinvestasi. Tidak ada yang dapat memprediksi apa yang akan terjadi terhadap saham suatu perusahaan yang kita investasikan.Â
Bisa saja kita ingin investasi selama 10 tahun terhadap suatu perusahaan, namun ternyata perusahaan tersebut tidak dapat bertahan selama waktu yang kita inginkan.Â
Oleh karena itu, risiko haruslah diperhitungkan dari awal sebelum menanamkan modal di suatu perusahaan. Jangan semata-mata kita diiming-imingi nama besar dari perusahaan, namun perlu juga untuk melakukan menilai kinerja perusahaan lewat laporan keuangan.
Penerapan Budaya Risiko bagi Investor Harus BerkelanjutanÂ
Jika ditanya apakah menerapkan budaya risiko dapat dilakukan secara instan, maka jawaban yang tepat untuk pertanyaan tersebut adalah tidak. Hal ini dikarenakan budaya risiko merupakan suatu proses yang berkelanjutan yang mengubah kerangka berpikir individual atau kelompok untuk sadar terhadap risiko. Budaya risiko tidak dapat terbentuk dalam waktu satu hari saja, namun butuh waktu yang sangat panjang untuk membentuk budaya risiko tersebut terutama untuk investor.
Investor harus menanamkan 4 kata kunci perilaku, yakni tahu-sadar-mampu-mau. Bila investor tahu bahwa risiko itu dapat mempengaruhi investasinya, maka investor akan sadar untuk melakukan perubahan. Kemudian investor merasa mampu untuk melakukan perubahan menuju budaya risiko dan mau menjalani progres secara berkelanjutan.
ISO 31000 dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan manajemen risiko oleh para investor untuk mengelola investasi dengan mempertimbangkan risiko yang akan terjadi di pasar modal
Apabila setiap investor sudah memahami dampak dari risiko dan sudah membentuk budaya risiko, maka investor akan melakukan analisis kinerja suatu perusahaan beberapa tahun sebelumnya, melakukan valuasi nilai intrinsik saham suatu perusahaan, memantau sektor yang kinerjanya stabil, serta menentukan waktu yang tepat untuk melakukan pembelian saham. Teknik seperti ini dinamakan Value Investing.
Teknik tersebut sangatlah berguna bagi investor yang ingin berinvestasi dalam jangka waktu yang lama sekaligus mengelola risiko yang ada dalam suatu investasi saham.Â
Dapat dikatakan ketika investor sudah melakukan teknik value investing, maka investor tersebut sudah menerapkan budaya risiko dalam dirinya. Hal ini dicerminkan dari waktu yang dibutuhkan untuk melakukan analisa tersebut tentu saja tidak singkat dan berkelanjutan, yang mana selaras dengan penerapan budaya risiko oleh investor.
Budaya Risiko Menjadi Sebuah Keharusan Bagi Investor
Tidak dapat dipungkiri bahwa risiko memainkan peran penting dalam investasi.Â
Oleh karena itu, pengelolaan risiko tersebut haruslah dilakukan sebelum investor memasuki pasar modal. Tujuannya agar kerugian yang diderita dari dampak ketidakpastian pasar tidak akan membuat investor mengambil keputusan yang terburu-buru untuk menjual sahamnya.
Investor yang memiliki budaya risiko akan percaya pada hasil analisisnya terkait saham suatu perusahaan dan tidak akan ragu dalam mengambil keputusan.Â
Namun, semuanya balik lagi ke diri masing-masing investor, apakah 4 kata kunci perilaku yang sudah disampaikan di bahasan sebelumnya ingin diterapkan oleh para investor.
Tidak menutup kemungkinan budaya risiko akan menjadi sebuah tuntutan untuk para investor ke depannya. Mau tidak mau investor harus menerapkan budaya risiko ketika berinvestasi. Jika tidak ingin berubah, maka investor akan selalu menyalahkan pasar ketika kerugian dari ketidakpastian pasar terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H