Sejarah Gunung Kelud
Gunung Kelud memiliki sejarah letusan yang panjang dan sering kali merusak. Letusan tercatat pertama kali pada abad ke-13. Letusan terbesar terjadi pada tahun 1586, yang mengakibatkan perubahan topografi dan pembentukan kaldera.Â
Letusan signifikan lainnya terjadi pada tahun 1919, 1951, 1966, 1990, 2007, dan yang lebih baru pada tahun 2014. Letusan-letusan ini sering kali menghasilkan awan panas, abu vulkanik, dan material piroklastik yang dapat sangat merusak dan mematikan.
Kawasan sekitar Gunung Kelud memiliki populasi padat, dan letusan-letusannya dapat menyebabkan dampak yang merugikan bagi penduduk dan infrastruktur di daerah tersebut. Letusan dapat menghasilkan awan panas yang dapat menjalar ke lereng gunung dan merusak segala yang ada di jalurnya.
Letusan terakhir Gunung Kelud pada tahun 2014 telah menyebabkan dampak negatif yaitu korban jiwa dan dampak abu vulkanik menyebabkan kelumpuhan aktivitas di daerah Jawa. Hal ini dikarenakan hampir seluruh wilayah tertutup abu vulkanik, diperkirakan ketebalan abu vulkanik untuk daerah Yogyakarta dan Sleman mencapai 2 cm dan daerah Kebumen mencapai ketebalan 3 cm.Â
Hujan abu vulkanik juga mengarah ke daerah Barat Jawa. Hujan abu vulkanik menyebabkan ditutupnya tujuh bandara di Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Malang, Semarang, Cilacap dan Bandung,.
Saat terjadinya peristiwa letusan Gunung Kelud pada tanggal 13 Februari 2014, daerah desa Gadungan belum mengungsi dikarenakan saat pagi status Gunung Kelud masih dalam status Siaga dan malam harinya diumumkan Gunung Kelud berada dalam status bahaya tertinggi (Awas). Berdasarkan keterangan warga setempat, dampak yang diterima akibat abu vulkanik tidak terlalu besar dikarenakan arah mata angin yang bertiup ke arah Barat Jawa.
Sehubung dengan kondisi Gunung Kelud yang masih aktif hingga sekarang, Desa Gadungan yang terletak di kaki Gunung Gedang yang merupakan deretan dari Gunung Kelud memasuki area RING 1.Â
Pelaksanaan Kegiatan Simulasi dan Pelatihan
Pada tanggal 21 Juli 2023, Tim Mahasiswa Membangun Desa Universitas Brawijaya (MMD UB) Desa Gadungan bekerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Blitar melaksanakan simulasi bencana dan pelatihan pertolongan pertama saat bencana alam gunung meletus di Desa Gadungan.Â
Tujuan dari pelaksanaan pelaksanaan kegiatan simulasi bencana di Desa Gadungan yaitu sebagai salah satu program kerja Desa Tanggap Bencana (DESTANA) agar warga mampu mengetahui alur penyelamatan dan evakuasi serta pertolongan pertama ketika terjadi bencana alam gunung meletus.Â
Simulasi lapangan tersebut dihadiri oleh peserta, mulai dari anggota BPBD, warga Sukomulyo dan mahasiswa dari MMD UB Desa Gadungan. Simulasi dilaksanakan berdasarkan aba-aba sirine dari pihak BPBD Kabupaten Blitar. Adapun kegiatan simulasi yang dilakukan yaitu pertolongan pertama pada lansia dan ibu hamil yang dibantu oleh Mahasiswa MMD Kelompok 362. Untuk Informasi tentang MMD UB Kelompok 362 Klik Disini
Petugas BPBD Kabupaten Blitar Bapak M. Jamhari juga mensosialisasikan aplikasi Inarisk Personal, Jumat (21/7/023) aplikasi ini akan memberikan manfaat kepada masyarakat untuk lebih tahu tentang resiko bencana yang ada di daerah mereka.Â
Aplikasi ini akan memberikan informasi tentang tingkat risiko bencana di tempat mereka berada. "Bagi adik-adik mahasiswa yang belum mengunduh aplikasi Inarisk Personal dapat mengunduhnya melalui Google Play/App Store" Imbuh Bapak M. Jamhari
Infromasi lengkap tentang Inarisk dapat dilihat Disini. Anda juga dapat mengunjungi website Inarisk BNBP dengan Klik Disini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H