Sementara itu perkembangan mesin ATM di Indonesia selama 3 tahun terakhir ini terbilang fluktuatif  dibandingkan dengan 5 tahun ke belakang. Sementara itu, menurut data Bank Indonesia (BI), jumlah mesin ATM juga hanya tumbuh tipis. Terhitung Juli 2017, jumlah ATM yang tersebar sebanyak 103.953 unit mesin, jumlah ini  hanya bertambah 0,51% dibandingkan posisi pada akhir tahun lalu .
 Seiring dengan berkembangnya teknologi dan juga keunggulan smartphone yang makin berkembang, perbankan mencoba untuk mengikuti perkembangan teknologi itu pula. Langkah pertama yang dilakukan perbankan untuk mengimbangi perkembangan teknologi ialah dengan mengeluarkan jasa sms banking. Meskipun terdengar kuno, fasilitas dari perbankan ini sempat menjadi salah satu solusi untuk mengirim uang dan melakukan pembayaran di wilayah yang jauh dari mesin atm.
Selain itu ada internet banking yang memudahkan para nasabahnya untuk melakukan berbagai transaksi mulai dari pengecekan saldo hingga membayar tagihan bulanan. Dengan internet banking anda bisa melakukan berbagai transaksi perbankan di berbagai penjuru dunia tanpa terikat waktu dan hanya membutuhkan koneksi internet. Setelah smartphone semakin mudah untuk dimiliki, berbagai bank mulai melirik aplikasi m-banking. Dibandingkan dengan sms banking dan juga internet banking, mbanking lebih diminati para nasabah. Mereka bisa menggunakan fasilitas mbanking dengan sangat mudah untuk menyelesaikan segala transaki perbankan.
Perkembangan pengguna e banking di Indonesia sendiri cukup pesat.  Otoritas Jasa Keuangan mengungkapkan secara data dan pengguna e-banking cukup meyakinkan. Di mana jumlah pengguna e-banking (SMS banking, phonebanking, mobile banking, dan internet banking) meningkat menjadi  270%, dari 13,6 juta nasabah pada tahun 2012 meningkat menjadi 50,4 juta nasabah pada 2016. Sementara jumlah transaksi pengguna e-banking meningkat 169%, dari 150,8 juta transaksi pada tahun 2012 menjadi 405,4 juta transaksi pada tahun 2016. Perkembangan perbankan 3 hingga 5 tahun terakhir ini memang didominasi oleh perkembangan teknologi perbankan menyusul perkembangan digital ekonomi, perbankan semakin memanjakan para nasabahnya dengan melakukan berbagai inovasi agar nasabah dapat melakukan transaksi keuangan tanpa harus kehilangan waktu berlebih.
Perkembangan teknologi dan internet yang semakin cepat dan gesit jangan dijadikan sebuah ancaman dan hambatan, melainkan dijadikan sebagai tantangan dan pemicu untuk berkreasi dan menghasilkan sesuatu yang akan membantu pekerjaan manusia lebih teratur dan terarah. Indonesia sendiri merupakan negara dengan pertumbuhan pengguna internet tercepat di dunia. Hal ini dibuktikan dengan survei yang dilakukan oleh perusahaan riset "We Are Social", mereka merilis data yang menunjukan pengguna internet di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Di Indonesia pada awal tahun 2016 pengguna internet berjumlah 88,1 juta jiwa dan bertambah sebesar 51 % menjadi 132, 7 juta jiwa. 69 % diantara pengguna internet tersebut mengakses internet menggunakan handphone genggam mereka. Dengan jumlah yang sangat besar ini, peluang usaha di dunia digital akan semakin berkembang termasuk dunia usaha perbankan di era digital ekonomi.
 Dunia digital sudah memasuki industri keuangan seperti e commerce yang semakin meningkat transaksinya dari hari ke hari. Masyarakat di era digital ini menginginkan dan menyukai kemudahan. Mereka dengan terbuka akan menerima segala keterbukaan dan kemajuan teknologi. Di industri keuangan sendiri sudah ada berbagai uang elektronik yang dimaksudkan untuk mempermudah berbagai kegiatan manusia sehari hari. Mulai dari uang elektronik yang tertempel di handphone hingga saldo di aplikasi tertentu untuk memudahkan pembayaran. Peluang dan tantangan di era digital ini akan dirasakan oleh semua sektor termasuk industri keuangan dan juga industri perbankan.
Di industri keuangan seperti pasar modal, tantangan terbesarnya ialah ketika pasar modal tidak lagi melihat peluang yang terjadi di era digital ini. Apabila pasar modal menanggapi kemajuan digital ekonomi ini dengan baik, maka pasar modal dapat menjaring banyak investor baru khususnya dari anak muda. Dengan mudahnya akses ke pasar modal yang tidak lagi terbatas, Dalam waktu yang cukup lama, pasar modal hanya terpusat di pulau jawa, sedangkan potensi investor dari luar pulau jawa cukup potensial. Dengan berkembangnya digital ekonomi, pasar modal akan menjangkau investor dari luar jawa. Hal ini dapat dicapai dengan menerapkan pembuatan sistem online untuk para investor yang saat ini sudah diterapkan dan dikembangkan di pasar modal.
Selain itu inovasi yang bisa terus dikembangkan ialah dengan membuat dan menjalankan sistem transaksi surat utang secara elektronik. Pendaftaran perusahaan go public di luar jawa juga akan lebih mudah, cepat dan juga efisien. OJK saat ini sudah melakukan berbagai rangkaian persiapan penerapan pendaftaran elektronik yang dibagi menjadi 2 tahap yaitu pada tahap pertama ialah registrasi online untuk pernyataan pendaftaraan dalam rangka penawaran umum efek bersifat ekuitas, Efek Bersifat Utang atau Sukuk, dan Penawaran Umum Berkelanjutan Efek Bersifat Utang dan atau Sukuk Untuk Penawaran Umum Terbatas, Pernyataan Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha dan Pernyataan Penawaran Tender (wajib dan sukarela) akan dilakukan pada tahap kedua yaitu pada 2018 -- 2019.
Sementara pada industri perbankan, tantangan di dunia digital ini semakin keras. Hal ini karena bank tidak hanya bersaing dengan bank lainnya, namun di era digital ekonomi ini bank juga harus bersaing dengan perusahaan teknologi keuangan lainnya yang menawarkan keamanan dan kenyamanan bagi para penggunanya. Menurut para ahli keuangan salah satunya  Mckinsey memprediksi terdapat risiko penurunan profit pada perbankan di tahun 2025 sebesar 60% dari bisnis pembiayaan, 35% pada SME lending dan payment channel, 30% pada wealth management, dan 30% pada mortgage. Namun, hal ini bukanlah ancaman yang berarti apabila perbankan melihatnya dari sisi yang positif. Perbankan bisa melakukan kerja sama dengan perusahaan teknologi untuk menghadapi persaingan yang ketat ini. Hingga saat ini sudah ada 45 % lembaga keuangan yang melakukan kerjasama dengan perusahaan teknologi untuk mengembangkan bisnisnya.Â
Tantangan terbesar bagi perbankan ialah perubahan perilaku para nasabahnya. Para nasabah saat ini lebih menyukai cara digital yang membuat bisnis mereka lebih cepat, lebih aman dan juga hemat waktu. Para nasabah menyukai cara bertransaksi yang tidak lagi dibatasi waktu dan juga tempat, inilah sebenarnya yang menjadi tantangan bagi perbankan di dunia digital ini. Tantangan yang tidak kalah mengkhawatirkan ialah terjadinya tren penurunan margin. Hal ini dikarenakan persaingan yang sangat ketat diantara pelaku usaha yang menyebabkan penurunan kulaitas kredit dan juga dikarenakan kebijakan terhadap besar kecilnya suku bunga dasar pinjaman. Untuk menghadapi segala tantangan ini bank harus melakukan penyesuaian atas perubahan kebutuhan mendasar.Â
Pada tahun 2013, 95.5% transaksi di Indonesia dilakukan secara cash (Bank Indonesia, 2013). Sampai dengan tahun 2014, transaksi secara cash masih mendominasi (KPMG, 2017). Walaupun demikian, sesuai survey mengenai penetrasi dan perilaku pengguna internet di Indonesia yang diadakan oleh APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet di Indonesia) pada tahun 2016, terdapat potensi pertumbuhan transaksi digital dari kelompok masyarakat pengguna internet dan telepon selular terutama mahasiswa dan pelajar. Sebanyak 132.7 juta jiwa penduduk Indonesia (atau 51% dari total jumlah penduduk) telah mengakses internet.