Mohon tunggu...
Kelinci Madu
Kelinci Madu Mohon Tunggu... Wiraswasta -

ungkapkan dengan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Begitu Jelekkah Bahasa Kita?

29 Agustus 2015   15:36 Diperbarui: 29 Agustus 2015   15:51 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berawal dari kebulatan tekad para pemuda indonesia dalam membentuk persatuan dan kesatuan untuk melawan imperealisme dan mendapatkan kedaulatan berbangsa dan bernegara maka seluruh pemuda indonesia mengikrarkan “sumpah pemuda” pada tanggal 28 oktober 1928. Isi sumpah tersebut diantaranya (1) Bertumpah Darah Satu, Tanah Indonesia (2) Berbangsa Indonesia, Bangsa Indonesia (3) Menunjunjung Tinggi Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia. Sumpah pemuda memiliki “kekuatan magis” yang dapat menyentakan semangat dan gelora bangsa indonesia dalam merebut kemerdekaan tidak secara individual ataupun sukuisme melainkan secara serentak diseluruh menjuru nusantara. Perbedaan budaya dan bahasa tidak lagi menjadi penghalang dalam menyuarakan kedaulatan negara dimata dunia, segala perbedaan itu kemudian diikat kedalam Bhineka Tunggal Ika dengan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara yang menjadi bahasa pemersatu suku bangsa di bumi nusantara.

Nusantara memiliki beragam budaya dan bahasa yang tersebar diseluruh pelosok negeri, dengan adanya Bahasa Indonesia kita dapat menjelajahi seluruh penjuru nusantara tanpa terkendala interaksi dan komunikasi dengan masyarakat setempat mengingat keseluruhan rakyat Indonesia telah memahami dan pengerti bahasa persatuan ini. Bahasa Indonesia memiliki kosa kata yang indah untuk didengar dan begitu menyenangan jika dipahami, terasa sangat menenangkan juga penuh keramahan dan kesantuanan, Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi negara dan telah menghubungkan ribuan komunikasi dalam sejuta bahasa daerah. Seiring perkembangan zaman dan pengaruh era globalisasi Bahasa Pemersatu kini mulai kehilangan “kekuatan magisnya” , bahasa resmi negara ini telah kalah pamor dengan bahasa asing seperti Bahasa Inggris. Seseorang yang bisa berkomunikasi secara aktif dengan menggunakan bahasa asing merupakan kebanggaan besar bagi masyarakat luas terutama jika digunakan dalam lingkungan “Bhineka Tunggal Ika”, dapat berbahasa asing bukanlah hal yang dilarang oleh pemerintah namun demikian lebih tepat penggunaanya di kawasan atau dengan orang asing pula.

Pemerintah sendiri terkesan biasa saja dengan imperialisme bahasa asing ini, dalam menyambut program-program global serta meningkatkan kerjasama antarnegara penggunaan bahasa asing dirasakan perlu bahkan juga ditingkatkan demi kemajuan bersama dari segala aspek, tentu saja untuk tujuan tersebut penggunaan bahasa asing makin marak ditengah masyarakat namun demikian identitas kita sebagai warga negara Indonesia tidak boleh ditinggalkan. Imperealisme bahasa asing ini semakin kuat mencengkam hal ini dibuktikan dengan banyaknya istilah asing yang digunakan terutama dalam lingkup pemerintahan dimana yang semestinya penyelenggara pemeritahan harus memberikan contoh yang kongkrit dalam meningkatkan nasionalisme. Bahasa asing tentu saja sangat tidak dilarang namun alangkah baiknya kita menjaga sastra kita sendiri dan mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasayarakat, berbangsa dan bernegara.

Bahasa Indonesia tidak sejelek yang dibayangkan, kenapa harus malu menggunakan Bahasa Indonesia dalam kehidupan keseharian, bukankah lebih nyaman menggunakan bahasa yang kita mengerti dari pada bahasa yang setengah dimengerti. Jika dibiarkan secara berlarut-larut maka bahasa Indonesia akan menjadi bahasa yang “langka” sehingga perlu dilestarikan agar tidak punah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, hal ini mungkin saja bisa terjadi jika penggunakan bahasa resmi negara telah tergeser posisinya dengan bahasa asing. Sekali lagi bahasa Indonesia tidak sejelek yang dibayangkan, keindahan ada dalam setiap katanya, kesantunan ada dalam setiap penggunaanya. Jika generasi penerus kemerdekaan enggan melanjutkan cita-cita dan perjuangan para pahlawan dulu maka siapa lagi yang wajib menjaga dan melestarikan cita-cita kemerdekaan. Mempelajari budaya, sastra dan bahasa lain memang perlu dilakukan namun tetap tidak menanggalkan identitas kita, identitas kita sebagai Indonesia. Mari sama-sama kita jaga bahasa persatuan kita agar tetap menjadi bahasa persatuan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun