Mohon tunggu...
Kelik Wardiyono
Kelik Wardiyono Mohon Tunggu... Guru - Pendidik di SMAIT Ibnu Abbas Klaten

Seorang yang menyukai bersepeda, membaca buku dan travelling untuk menambah wawasan dan kearifan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Promosi dalam Sekotak Snack Roti

25 November 2024   07:07 Diperbarui: 25 November 2024   08:23 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Begitu banyak dari apa yang kita sebut manajemen terletak pada tindakan menyulitkan orang untuk bekerja".  (Peter Drucker)

       Saya teringat beberapa peristiwa perbincangan tentang promosi dan market-ing PSB Ibnu Abbas dengan beberapa asatidz. Pembicaraan tentang service excellence, beyond service excellence bahkan istilah enchantment acapkali muncul dalam diskusi yang asyik dan menarik.

       Saya membuat ilustrasi promosi dan market-ing seperti ini: Di depan kita ada sebuah kotak snack yang bagus, tampilan desain dan warnanya indah, bahan kotak itu dari kertas tebal dan terlaminasi, mengkilat, terlihat menarik dan glossy. Ketika kita membuka kotak snack itu, isinya ada 5 jenis roti. Setelah mencicipi kelima roti itu, ternyata 4 dari 5 roti itu rasanya hambar, tidak enak dan penilaian kita terhadap kualitas roti di dalam kotak snack yang indah itu adalah buruk. Apakah kita akan membeli roti itu lagi jika di kemudian hari ingin makan roti? Jika saudara, teman dan kerabat ingin membeli roti, kita akan merekomendasikannya?

       Dunia yang semakin terhubung membuat pola promosi dan interaksi dengan customer pun berubah. Saat ini, seperti dikatakan oleh Philip Kotler, Hermawan Kartajaya dan Iwan Setiawan, kebanyakan manusia lebih mempercayai faktor f (friends-teman, families-keluarga, fans-facebook dan follower-twitter) daripada iklan dan pendapat pakar. Kotler, Kartajaya dan Setiawan dalam Marketing 4.0 Bergerak dari Tradisional ke Digital menyebutkan penelitian Nielsen tahun 2015 yang menyatakan bahwa 83% responden di 60 negara bergantung pada teman dan keluarga sebagai sumber yang paling bisa dipercaya terkait "iklan", dan 66% memperhatikan pendapat orang lain yang diposting secara online.

       Efeknya, pemahaman tentang perilaku manusia dalam melakukan satu pembelian produk pun mengalami perubahan. Pada era pra-keterhubungan, pola E. St Elmo Lewis yang terkenal dengan AIDA (Attention-perhatian, Interest-minat, Desire-keinginan dan Action-tindakan) menjadi patron dalam mendekati customer. Pada era-keterhubungan, pendekatan ini berubah sebagaimana yang ditawarkan oleh Derek Rucker dari Kellogg School of Management  yaitu 4 A (Aware, menyadari, Attitude-sikap, Act-bertindak dan Act Again-bertindak lagi). Belakangan, pola 4A ini kemudian dikembangkan Kotler menjadi pola 5A (Aware-menyadari, Appeal-tertarik, Ask-bertanya, Act-bertindak, dan Advocate-menganjurkan) menyesuaikan kompleksitas era internet of things (IoT).

       Sebagai insan pendidikan, pemahaman terhadap bagaimana calon wali siswa dan siswa memilih lembaga pendidikan/sekolah perlu untuk didiskusikan dan dielaborasikan sehingga bisa ditetapkan langkah-langkah teknis promosi dan market-ing yang tepat. Namun perlu disadari sepenuhnya, ketika customer lembaga pendidikan telah memilih lembaga pendidikan untuk anaknya (Action), faktor kunci yang perlu dipikirkan dan dilakukan adalah memberikan pengalaman positif dan berkesan atas layanan pendidikan yang dirasakan oleh customer tersebut.

       Tentunya konteks peristiwa dalam hal ini sama seperti  ketika saya merasakan roti dalam sekardus snack yang  disediakan staf saya jika tim manajemen mengadakan rapat. Saya kadang terpukau dengan keindahan kardus kotak snack yang tersaji, namun kemudian mengajukan complain karena isi di dalamnya tidak sesuai ekspektasi, dan meminta staf untuk tidak lagi membeli, dan menganjurkan tempat dan merk lain untuk snack rapat di kemudian hari. Selamat merenung!

 

       Alternatif Poin Tindakan: Jika anda memaksa pikiran anda untuk berpikir, sekaligus membuat staf anda bertindak untuk menghasilkan pengalaman yang positif dan berkesan atas layanan pendidikan, bukan tidak mungkin siswa dan wali siswa berubah dari orang yang memilih lembaga pendidikan menjadi penganjur kerabat, teman dan lingkungan sekitarnya untuk memilih lembaga anda sebagai tempat pendidikan yang tepat. Bayangkan berapa banyaknya mulut yang akan menggaungkan lembaga pendidikan anda (word of mouth)  di era keterhubungan ini dengan kesan dan anjuran positif yang akan didapatkan dengan biaya yang lebih murah dan efisien. Demikian pula sebaliknya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun