Cara paling efektif untuk sukses dalam mengelola perubahan adalah dengan menciptakannya.(Peter F. Drucker)
    Hari-hari pasca pemilu 14 Februari 2024 lalu menjadi hari yang dinamis di negara kita. Perubahan harga beras yang menurut wong cilik semakin menguras kantong, rencana peluncuran kurikulum nasional 2024 oleh kemendikbudristekdikti sebagai pengganti kurikulum merdeka dan banyak hal lain yang menegaskan adagium: semua hal akan berubah, kecuali perubahan itu sendiri, ia akan tetap dan konstan dalam "perilaku perubahannya". Berada pada zona nyaman adalah sebuah kenikmatan, namun ia bisa membunuh. Memilih untuk berubah adalah pilihan cerdas untuk eksis di tengah perubahan zaman. Tentunya hal itu merupakan suatu hal yang berisiko, kadang menyakitkan dan membutuhkan usaha dan kerja keras.
    Pemimpin lembaga pendidikan harus melihat perubahan sebagai sebuah peluang. Ia harus mengidentifikasi faktor-faktor perubahan, mengambil keputusan yang tepat untuk berubah, merencanakan, melaksanakan dan mengawasi perubahan yang terjadi, kemudian melakukan analisis efektifitasnya. Pembelajaran yang semakin bermakna, formulasi pendidikan karakter yang lebih efektif adalah diantara yang perlu diantisipasi dengan manajemen perubahan yang baik.
    Rhenald Kasali dalam Self Driving menyatakan bahwa ada tiga hal yang perlu dilakukan, yaitu bagaimana men-drive  diri sendiri (drive your self), men-drive  orang lain (drive your people) dan men-drive  bangsa (drive your nation).  Bukankah orang yang tidak bisa men-drive diri sendiri bisa dipastikan ia tidak akan bisa men-drive  orang lain apalagi men-drive  bangsa?. Pemimpin harus senantiasa menumbuhkan harapan dan selalu bertumbuh di tengah perubahan. Ia juga melakukan pembaruan-pembaruan dan menantang keterkungkungan dengan penuh keberanian, menginisiasi perubahan namun tetap rendah hati dan kaya empati.
    Memilih berubah adalah memilih mengambil risiko, namun tetap bertahan di dalam comfort zone  seringkali berimplikasi menjadi mati. Betapa banyak lembaga pendidikan yang dahulu pernah menjadi mercusuar peradaban, kini hanya tinggal sejarah dan cerita bagi generasi. Maka memilih berubah bukan sekadar opsi, namun sekaligus pembuktian  kemampuan adaptasi demi eksistensi.
    Alternatif Poin Tindakan: Adalah logis jika lebih memilih mengantisipasi masa depan dan menjadi pemimpin perubahan. Hal ini perlu didukung dengan penguasaan pengetahuan teknis dan konsep strategis. Pengalaman adalah hal yang penting, namun di era disrupsi seringkali prosedur dan cara untuk keberhasilan dan best practice dengan cepat menjadi tidak relevan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H