Mohon tunggu...
Mas Riyanto Riadi
Mas Riyanto Riadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Belajar dan terus belajar adalah kunci utama dalam mencapai sebuah kesuksesan hakiki

Selanjutnya

Tutup

Roman

Bioskop Tua dan Surat Cinta Pak Marisu

30 Desember 2024   10:57 Diperbarui: 30 Desember 2024   10:57 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Lama Sutrisno dan Tunangannya

Malam itu, di sebuah kamar sempit di gang kecil kota, Marisu duduk di depan meja kayu usang dengan lampu minyak yang temaram. Di tangannya ada selembar kertas yang sudah ditulis berulang kali. Tulisannya berisi ungkapan rasa yang tak pernah ia sampaikan secara langsung. Surat itu untuk Karmia, gadis yang ia lihat pertama kali di taman depan kantor tempatnya bekerja. Karmia, dengan rambutnya yang terurai dan matanya yang menyiratkan kehangatan, adalah sosok yang membuat hari-hari Marisu lebih berarti.

Namun, Marisu hanyalah seorang pemuda desa yang bekerja sebagai pesuruh di perusahaan Belanda. Bagaimana mungkin ia bisa menarik perhatian seorang gadis seperti Karmia? Pertanyaan itu terus mengusiknya. Tapi malam itu, keberanian datang dari suatu tempat yang tak ia pahami. Ia menulis dengan hati-hati, mencurahkan kekagumannya kepada Karmia, lalu menyisipkan surat itu di buku yang sering dibaca Karmia di perpustakaan perusahaan.

Hari berganti, dan kegelisahan Marisu kian memuncak. Ia tak tahu apakah suratnya telah sampai ke tangan Karmia atau justru berakhir di tempat sampah. Namun, harapannya hidup kembali ketika suatu hari, di meja kerjanya, ia menemukan selembar kertas kecil dengan tulisan rapi: "Terima kasih atas suratnya. Saya ingin mengenal Anda lebih baik."

Karmia ternyata membalas suratnya. Sejak itu, ribuan kata mengalir di antara mereka lewat surat-surat. Mereka berbicara tentang mimpi, kehidupan, dan cinta. Dalam surat-suratnya, Karmia sering bercerita tentang mimpinya menjadi penulis besar, sementara Marisu bercerita tentang rindu akan desanya yang tenang dan penuh kenangan masa kecil.

Pada suatu hari, Marisu mengajak Karmia untuk bertemu di sebuah bioskop tua di pusat kota. Bioskop itu adalah tempat yang pernah ia kunjungi sekali, dengan bangku kayu yang berderit dan layar yang terkadang berkerut. Tapi bagi Marisu, tempat itu memiliki pesona tersendiri.

Saat hari yang dijanjikan tiba, Marisu menunggu dengan cemas di depan bioskop tua. Hatinya seperti gemuruh angin badai. Ia mengenakan kemeja terbaik yang ia miliki, meski warnanya sudah mulai pudar. Ketika Karmia muncul dengan senyum lembutnya, semua kecemasan Marisu sirna.

"Terima kasih sudah mengajak saya ke sini," kata Karmia sambil memegang undangan kecil yang Marisu kirimkan di surat terakhirnya.

Di dalam bioskop, mereka duduk bersebelahan, menonton film bisu dengan sesekali mencuri pandang satu sama lain. Tawa kecil Karmia ketika adegan lucu muncul membuat jantung Marisu berdebar lebih kencang. Itu adalah momen sederhana, tapi bagi Marisu, rasanya seperti mimpi yang menjadi nyata.

Ketika film selesai, mereka berjalan di trotoar kota yang dipenuhi lampu gas yang berkelip. Di bawah langit malam, Marisu akhirnya mengumpulkan keberanian.

"Karmia," katanya dengan suara pelan. "Aku bukan siapa-siapa, hanya seorang pemuda desa. Tapi aku ingin menjadi seseorang yang membuatmu bahagia."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun