[caption caption="Indonesia Perlu Belajar Sadar (Gambar : Karya Kita)"][/caption]
Tau lirik lagu “Padamu Negeri” ga?
Banyak yang salah dengan lirik pertama dan kedua, "berjakti"
Pada mu negeri kami berjanji
Padamu negeri kami mengabdi
Anak Indonesia tunjukkan taji
Mimpi indah kita bisa terjadi
Halo Mas Bro dan Mbak Bro.
Lagu apa yang paling sering kita denger lagu Indonesia atau barat?
Satu minggu terakhir saya sering nonton Sacha Stevenson di youtube. Muncul dalam tayangan singkat dengan membawa micropon dan bertanya sama anak muda. Yap, betul sekali tebakannya Mas Bro dan Mbak Bro, iklan Nescafe. Ada 3 iklan dengan pertanyaan, seperti berikut:
- Iklan Pertama
Bangga ga jadi orang Indonesia?
Suka ga lagu-lagu dalam negeri?
Boleh liat playlist-nya?
Injit-injit semut tau ga? - Iklan Kedua
Musik Indonesia atau musik barat?
Tau lagu daerah Indonesia ga? - Iklan Ketiga
Lebih suka lagu Indonesia atau lagu barat?
Pencipta lagu Indonesia Raya?
Delapan pertanyaan itu mengarah pada satu poin penting. Sebagai orang Indonesia kita wajib tau lagu nasional, lagu karya seniman Indonesia, dan lagu daerah. Tiga poin itu menjadi kewajiban untuk kita tau dan kita nikmati. Sayangnya dalam iklan itu menunjukkan “poin negatif” anak muda Indonesia yang perlu kita perbaiki bersama. Ibarat pacaran, bilangnya sayang tapi ga tau bibit bebet dan bobotnya.
Sebelum ngobrol lebih panjang silahkan jawab satu persatu jawaban diatas.
#
Sudah?
Jadi apa kesimpulan yang Mas Bro dan Mbak Bro dapatkan?
Silahkan direnungkan.
Dalam ketiga iklan itu, anak muda Indonesia mengaku suka lagu nasional. Tapi saat diperiksa daftar putar lagu di-hape-nya ternyata kebanyakan lagu barat. Ada yang mengaku suka lagu daerah tapi saat diminta tebal lagu daerah dengan nada tertentu, ga bisa jawab. Begitu juga saat tebak nada lagu nasional ga bisa juga. Lebih disayangkan lagi saat ditanya pencipta lagu Indonesia Raya. Ada yang ga bisa jawab bahkan salah jawab, Ismail Marzuki. Hah ...
Mungkin ya, sekali lagi mungkin. Saat beberapa diantara kita menonton iklan itu merespon, “Aku tau”, “goblok”, “masa gitu aja aja ga tau”, “dulu upacara sering cabut nih”, dan respon negatif lainnya. Apapun itu tapi harus disadari mereka dalam iklan itu adalah gambaran kita.
[caption caption="Belajar bukan paksaan tapi kesadaran supaya bisa dinikmati "]
[/caption]
“Belajar dan menikmati lagu daerah, lagu ciptaan seniman dalam negeri, dan lagu nasional bukan paksaan tapi kesadaran.”
Ga ada gunanya saat sekolah setiap murid dipaksa menghapal lagu daerah. Tapi ga diberikan pengertian kenapa dan untuk apa. Nilai kesadaran ini perlu ditanamkan sejak dini sama anak-anak. Untuk angkatan 90an pasti mengalami masa-masa menghapal lagu daerah dan menjadi poin penilaian saat ujian. Saya harus akui menghapal itu semata-mata karena berpengaruh sama nilai rapot. Kalau ga, mungkin saya ga akan menghapalnya. Saya harus akui juga kalau “pemaksaan” itu bermanfaat. Sayangnya saya baru menyadari itu penting saat sudah dewasa.
“Nilai kesadaran itu jangan ditanamkan dibangku sekolah tapi diotak dan hati siswa.”
Kenapa ketiga lagu tadi jarang didengerin sederhana, ga asik. Alasan yang pernah saya denger adalah lagu barat lebih enak, ga suka lagu dangdut, dan bahasanya ga dimengerti. Anak muda ga perlu disalahkan dalam fakta ini. Karena dari sudut pandang lain, sistem pendidikan, seniman, dan industri musik nasional juga perlu koreksi diri.
Sistem pendidikan perlu disesuaikan mulai dari SD sampai kuliah. Ada mata pelajaran dan mata kuliah yang mengajarkan anak dan mahasiswa untuk belajar “nilai kedaerahan dan nasionalisme”. Salah satunya dengan belajar lagu daerah bersama. Alasan ga ngerti bahasanya, menjadi tugas pendidikan di Indonesia. Satu poin penting, jangan dilakukan diruangan kelas. Karena faktanya dulu ditahun 90an, menyanyi dalam kelas itu membosankan.
Alasan ga asik, lebih enak lagu barat, dan ga suka lagu dangdut menjadi tugas seniman Indonesia dan setiap pekerja di industri musik nasional. Pastinya lagu baru dengan nuansa daerah bisa menjadi pilihan. Mengover lagu daerah menjadi lebih asik tentu perlu dilakukan. Label nasional perlu membuat aransemen rutin untuk lagu daerah biar lebih asik. “Jogja Istimewa” dengan lirik yang berbahasa jawa aja enak didengar. Kenapa lagu daerah lain nggak?. Terakhir soal ga suka lagu dangdut, itu sudah terbentur masalah selera. Dangdut adalah masik Indonesia. Kalau ga suka silahkan nikmati genre lain.
Ucapan terimakasih buat [1]Nescafe, meskipun produk yang berkantor pusat di Swiss ini bukan produk asli Indonesia. Tapi mau memikirkan konten lokal sebagai materi promosi untuk produknya. Semoga produk karya anak muda Indonesia lainnya bisa melakukan hal yang lebih baik.
Semoga berguna.
Senang bisa berbagi cerita dengan kalian.
Jogja, Jogja, Jogja istimewa
Istimewa kotanya istimewa orangnya
Indonesia harus banyak berdoa
Berdoa dan bekerja untuk kemajuannya
Kertanegara, Semarang
12:1 WIB 25 Februari 2016
2016/02/27/7-20
Tulisan Kita
Diposting ulang di kekitaan.com
[1] Nama dagang dari sejenis minuman kopi yang diproduksi oleh Nestle pertama kali pada 1938
Kalau ada pertanyaan atau hal-hal yang mau didiskusikan silahkan memberikan komentar dibawah.
Terimakasih
Tentang Kita
Twitter : keKITAan_
Facebook : Tentang Kita
Instagram : kekitaan_
Youtube : Kita/
Website : kekitaan.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H