Selasa, 4 September 2018. IHSG Sesi pertama turun 7 poin, rupiah kembali melemah diatas 14.100. Para investor saat ini banyak yang kebingungan dalam menentukan saham yang cocok untuk di investasikan pada kondisi pelemahan rupiah saat ini. Sudah hampir satu pekan pergerakan rupiah turun dari Rp13.700 an per 1 dolar AS. Lalu kenapa ini bisa terjadi dan bagaimana dampaknya terhadap emiten dan harga saham?
Dilansir dari (Financialku.com) pelemahan nilai rupiah ini terjadi karena di tahun 2018, the fed berencana menaikan kembali suku bunganya beberapa kali dari 0,25% hingga 1.5% saat ini. Dampak dari kebijakan ini mengakibatkan nilai rupiah mengalami penurunan dari Rp13.100 an hingga Rp13.700 an.Â
Lalu apakah benar, kenaikan suku bunga ikut serta mempengaruhi harga saham ? jika kita berkaca dari krisis ekonomi pada tahun 1998 pada saat itu rupiah terakhir kali menyentuh level Rp15.000/dolar AS. Dampak dari penurunan nilai rupiah pada saat ini mengakibatkan saham terkoreksi lebih dari 50%. Lalu, apakah kita cocok membandingkan, kondisi pelemahan nilai rupiah pada tahun 1998 dengan saat ini ?
Jika kita liat pada kondisi perekonomian dan kesiapan Negara kita menghadapi krisis perekonomian pada tahun 1998 dengan tahun 2018 ini tentulah cukup berbeda. Pada tahun 1998 kondisi kesehatan perbankan dalam negeri sangatlah rapuh. Pada saat itu perbakan cendrung tidak berhati -- hati dalam menyalurkan kredit.Â
Akibatnya ketika dolar melemah, begitu banyak kredit yang masuk pada kategori kredit bermasalah (non perfoming loan / NPL). Tentulah berbeda dengan kondisi di tahun 2018 untuk itu tidak lah cocok jika kita membandingkan kondisi saat ini dengan tahun 1998.Â
Maka oleh sebab itu akan lebih baik kita membandingkannya dengan kondisi yang terjadi pada tahun 2015. Jika kita liat kembali pada kondisi penurunan nilai rupiah yang cukup tajam terjadi pada tahun 2015. Dimana pada saat itu, rupiah juga mengalami pelemahan yang besar -- besaran karena normalisasi suku bunga acuan oleh Fed selaku Bank Sentral Amerika.Â
Kebijakan ini mengakibatkan rupiah terdpresiasi sebesar 11,35%. Pada periode tersebut IHSG anjlok hingga 21,25 %, sementara tingkat pengembalian obligasi naik sebesar 174 bps. Setelah tekanan itu  nilai bursa saham kembali berangsur -- angsur menguat.
Kembali pada pertanyaan di awal, terbuktilah jika suku bunga ikut serta dalam mempengaruhi harga saham. Jadi secara historical memang terlihat korelasi positif antara nilai tukar rupiah dengan IHSG. Dimana jika rupiah melemah secara signifikan maka IHSG juga akan ikut melemah.Â
Namun kita harus tetap memperhatikan, pelemahan harga saham yang terjadi apakah masih dalam kategori wajar atau atau tidak wajar. Untuk membandingkannya kita bisa melihat kondisi di tahun-tahun sebelumnya dengan saat ini. Lalu , Bagaimana sih dampak pelemahan mata uang rupiah terhadap emiten ?
Secara umum, pelemahan nilai rupiah sangat berdampak pada kegiatan ekspor dan impor. Pelemahan nilai rupiah akan berakibat buruk pada emiten. Yakni, emiten yang menggunakan bahan baku atau komponen impor dan emiten yang memiliki beban utang dalam bentuk dollar.Â
Melamahnya nilai rupiah terhadap dolar. Mampu menyebabkan emiten yang menggunakan bahan baku dari luar harus membayar biaya impor yang lebih tinggi. Begitupun yang terjadi dengan emiten yang memiliki beban utang dalam bentuk dollar, beban keuangannya juga pasti akan meningkat.Â
Biasanya emiten yang menggunakan bahan baku dari luar itu terdapat pada sektor farmasi, ritel, besi, baja, dan industry dasar. Untuk emiten yang memiliki beban utang dalam bentuk dolar seperti sektor property. Apakah masih ada emiten yang diuntungkan dengan kondisi melemahnya nilai rupiah ini ?
Ternyata di balik dampak negatif dari melemahnya nilai rupiah. Masih ada beberapa emiten yang di untungkan dengan kondisi ini. Yakni, emiten yang banyak melakukan penjualan ekspor. Kusus nya emiten yang melakukan penjualan dalam dollar dan untuk biaya operasional nya dalam rupiah.Â
Contoh emiten tersebut seperti PT Adaro Energy Tbk ( ADRO) yang kegiatannya berorientasi pada ekspor, lalu seperi PT Sri Rejeki Isman (SRIL) yang mana banyak mengekspor produk tekstilnya. Lalu emiten di sektor perikanan yang 90% produknya di ekspor. Dengan kondisi saat ini, strategi investasi apa yang cocok untuk dilakukan ?
Dari berbagai penjelasan diatas, penulis ingin memberikan beberapa strategi investasi yang cocok di terapkan di kondisi saat ini. Yakni, dengan melihat kondisi fundamental perusahaan yang akan di investasikkan.Â
Cek kegiatan utama perusahaan, apakah perusahaan tersebut menggunakan bahan baku impor dari luar atau lebih sering melakukan kegiatan ekspor.Â
Setelah di cek, pilih lah perusahaan yang banyak melakukan kegiatan ekspor dengan biaya operasionalnya dalam rupiah. Lalu cek komponen utang dan beban keuangan di perusahaan, apakah beban keuangan yang ada pembayarannya dalam bentuk dollar atau tidak. Terakhir, liat perusahan yang berpotensi akan mendapatkan keuntungan kurs.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H