Platform pembayaran digital sering kali menawarkan insentif menarik seperti cashback, diskon, dan poin yang bisa ditukar sehingga pembayaran digital menjadi lebih hemat. Gen Z yang cenderung hemat dan sadar anggaran memanfaatkan promosi ini sebagai cara untuk mengelola pengeluaran.
3. Keamanan yang Lebih Baik
Transaksi digital melalui QRIS menawarkan keamanan yang lebih tinggi dibandingkan membawa uang tunai yang rentan terhadap kehilangan atau pencurian. Penggunaan kode PIN atau otentikasi biometrik pada dompet digital juga menambah tingkat keamanan.
4. Dukungan Infrastruktur yang Semakin Luas
Penerimaan QRIS yang semakin luas di berbagai tempat usaha, mulai dari restoran hingga UMKM, membuat generasi Z semakin mudah mengakses layanan ini. Dukungan dari Bank Indonesia untuk meningkatkan adopsi QRIS juga berperan besar dalam memperluas jangkauan layanan ini di berbagai daerah di Indonesia.
Dampak Sosial dan Ekonomi dari Penggunaan QRIS di Kalangan Gen Z
Penggunaan QRIS di kalangan generasi Z berdampak pada perubahan sosial dan ekonomi yang cukup signifikan. Dalam hal sosial, generasi ini membangun gaya hidup yang serba digital yang membuat mereka semakin jarang berinteraksi dengan uang tunai. Mereka juga semakin terbiasa dengan layanan keuangan digital yang pada akhirnya meningkatkan literasi keuangan digital di masyarakat.
Secara ekonomi, adopsi QRIS mendukung pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. Semakin banyaknya transaksi digital memberikan data yang kaya bagi pelaku bisnis untuk memahami perilaku konsumen dan meningkatkan layanan mereka. Bagi UMKM, penggunaan QRIS juga membuka akses ke segmen pelanggan baru yang lebih muda dan cenderung memilih transaksi nontunai.
Kesenjangan Generasi dalam Penggunaan Teknologi Keuangan
Namun, di balik perkembangan positif ini, masih terdapat kesenjangan yang signifikan antara generasi muda dan generasi yang lebih tua dalam memahami serta mengadopsi teknologi keuangan. Meskipun Generasi Z dengan cepat menerima QRIS sebagai metode pembayaran utama, banyak orang tua yang masih merasa kesulitan dalam menggunakan teknologi ini. Contohnya, masih banyak kasus di mana orang tua harus diajari cara menggunakan QRIS atau bahkan situasi di mana pembayaran harus ditalangi oleh pengunjung lain karena mereka tidak dapat melakukan transaksi secara mandiri. Oleh karena itu, edukasi dan literasi keuangan yang lebih inklusif sangat diperlukan agar QRIS dapat diakses dan dimanfaatkan oleh semua lapisan masyarakat, termasuk generasi yang lebih senior.
Kesimpulan
Fenomena “Ga Ada Cash, Semua Ada di QRIS” yang terlihat di kalangan Generasi Z menggambarkan perubahan besar dalam cara bertransaksi di Indonesia, di mana ponsel kini menjadi alat utama dalam aktivitas keuangan sehari-hari. Generasi muda menunjukkan kenyamanan yang tinggi dalam melakukan transaksi melalui metode nontunai, meninggalkan dompet fisik dan uang tunai, berkat kemudahan dan kecepatan yang ditawarkan QRIS. Dalam hitungan detik, mereka dapat menyelesaikan pembayaran hanya dengan memindai kode QR yang menjawab kebutuhan akan efisiensi di dunia yang serba cepat saat ini.
Namun, meskipun kenyamanan ini semakin menjadi norma, muncul pertanyaan tentang relevansi uang tunai. Sementara Generasi Z mengadopsi teknologi keuangan dengan cepat, generasi yang lebih tua masih menghadapi tantangan dalam beradaptasi dengan metode pembayaran digital. Kesenjangan ini menunjukkan bahwa untuk mencapai inklusi keuangan yang menyeluruh, diperlukan upaya lebih dalam mendidik semua lapisan masyarakat, termasuk mereka yang mungkin tidak akrab dengan teknologi.
Dengan demikian, meskipun pembayaran digital semakin mendominasi, uang tunai tidak sepenuhnya hilang dari kehidupan sehari-hari. Uang tunai tetap memiliki peran penting, terutama bagi mereka yang belum sepenuhnya beralih ke era digital. Ke depan, penting bagi kita untuk menciptakan jembatan yang menghubungkan kedua generasi agar semua orang dapat menikmati manfaat dari kemajuan teknologi ini.