Menurut statistik Balis Bapeten 2.0 tahun 2019, terdapat sekitar 1890 peralatan dan pesawat sinar-X yang tersebar di seluruh Indonesia. Radiodiagnostik adalah istilah untuk penggunaan ini dalam bidang medis, yaitu radiologi. Subspesialisasi radiologi yang dikenal sebagai radiodiagnostik menggunakan radiasi pengion untuk membuat gambar dan mendiagnosis kondisi medis. Hal ini memiliki kemungkinan konsekuensi negatif terhadap karyawan, masyarakat, dan lingkungan selain konsekuensi positif. Menurut data tahun 2020, faktor manusia menyumbang 23,3% dari kesalahan radiasi dan kecelakaan di unit fasilitas radiologi diagnostik dan intervensi, menjadikannya penyebab paling umum kedua (Omar, 2020). Angka kasus kecelakaan kerja dalam catatan Kementerian Ketenagakerjaan meningkat pada tahun 2018 sebesar 5.318, dengan total pekerja sebanyak 139 yang terdiri atas 87 pekerja meninggal dunia dan 52 pekerja yang mengalami catat. Untuk memperkecil efek merugikan yang didapat serta angka faktor kecelakaan dalam bekerja maka perlu adanya proteksi radiasi. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Kerja No. 8 Tahun 2011, Proteksi Radiasi adalah Tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan radiasi. Oleh karena itu, IAEA (International Atomic Energy Agency) atau Badan Tenaga Atom Internasional memberikan rekomendasi kepada Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) untuk membentukatau menunjuk personel yang kompeten yang ditugaskan untuk bertanggung jawab melaksanakan pengendalian terhadap penggunaan radiasi dalam unit maupun instansi pemegang izin yang disebut dengan Petugas Proteksi Radiasi (PPR). (PPR) (GSR Part 3 IAEA.2014). Dalam bidang medis sendiri Petugas Proteksi Radiasi (PPR) disebut PPR Medis. Adanya PPR merupakan salah satu syarat penting dalam penggunaan energi tenaga nuklir.
PPR medis berada di garda terdepan untuk meminimalisir terkena efek radiasi berkelanjutan yang timbul dan sangat berbahaya, memastikan penggunaan radiasi sesuai dengan anjuran perundang-undangan dan perlindungan pekerja radiasi. PPR membantu menjembatani (memastikan) agar pelaksanaan proteksi radiasi yang dilakukan oleh tenaga medis terutama radiografer telah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Jika semua pihak mulai dari radiografer, fisikawan medis, dokter spesialis, dan PPR menyatu membuat suatu proteksi radiasi ini berjalan lancar, maka pelaksanaan pengambilan citra yang memiliki tujuan untuk memanfaatkan radiasi semaksimal mungkin dengan efek yang diberikan seminimal mungkin akan terlaksana. Tugas yang di emban oleh PPR tidak semata-mata untuk memberi perlindungan diri sendiri tetapi juga Untuk mengetahui lebih lanjut tentang tiga prinsip kerja proteksi radiasi utama - justifikasi, limitasi, dan optimasi - lihat PERKA-BAPETEN No. 4 Tahun 2020. Argumennya adalah bahwa sumber radiasi harus memberikan lebih banyak keuntungan daripada kerugian. Hal ini menyiratkan bahwa persetujuan untuk menggunakan sumber radiasi harus benar-benar berasal dari pasien dan staf medis di unit radiologi. Tenaga medis profesional bertanggung jawab untuk menginformasikan kepada pasien mengenai efek potensial dari paparan radiasi, dan pasien sendiri harus sepenuhnya menyadari tujuan dan hasil dari paparan radiasi pada tubuh mereka. Akibatnya, harus ada keadaan darurat yang nyata di balik keinginan untuk memanfaatkan radiasi. Kedua, Pembatasan, yang menunjukkan bahwa Nilai Batas Dosis (NBD) telah digunakan untuk menetapkan dosis radiasi yang akan diterima oleh masyarakat dan karyawan. Ketiga, optimasi, yang meminta manfaat paling potensial yang dapat diperoleh pada paparan dosis radiasi serendah mungkin, atau bahkan sesingkat mungkin. Filosofi ALARA (Serendah yang Dapat Dicapai Secara Wajar) diikuti dalam hal ini. Selain itu, Dewan Internasional untuk Proteksi Radiologi (2015) telah mengidentifikasi tiga prinsip proteksi radiasi eksternal yang harus dipertimbangkan. terdiri dari proteksi, waktu, dan jarak. Dalam konteks ini, “jarak” mengacu pada jarak minimum yang diperlukan antara pekerja dan sumber radiasi.. Waktu disini berarti saat pengambilan hasil citra harus sesingkat mungkin. Pelindung disini yaitu diharapkan ketika sedang bekerja (bagi pekerja radiasi) dan masyarakat. Pelindung ini seperti apron, gonad, kacamata Pb, dll.
Agar mendapatkan hasil citra yang berkualitas serta sesuai dengan kebijakan yang berlaku maka semua komponen tenaga medis harus saling bekerja sama. Proteksi radiasi bukan hanya tanggung jawab bagi petugas proteksi radiasi (PPR), melainkan tanggung jawab semua tenaga medis. Implementasi dari proteksi radiasi harus terus berjalan ketika menggunakan alat/sumber radiasi agar Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) dapat berjalan dengan baik dan benar.
REFERENSI
- Omer Kasalak, Derya Yakar (2020). Patient Safety In Radiology Frequency And Distribution Of Incident Types. Acta Radiologica Journal. Https://Doi.Org/10.1177/0284185120937386.
- Ridasta, B.A. 2020. Penilaian Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Laboratorium Kimia. HIGEIA (Journal of Public Health Research and Development), 4(1): 64-75.
- BAPETEN. 2011. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik Dan Intervensional. Jakarta: Badan Pengawas Tenaga Nuklir.
- Rahman, F. U. A., Nurrachman, A. S., Astuti, E. R., Epsilawati, L., & Azhari, A. (2020). Paradigma baru konsep proteksi radiasi dalam pemeriksaan radiologi kedokteran gigi: dari ALARA menjadi ALADAIP. Jurnal Radiologi Dentomaksilofasial Indonesia (JRDI), 4(2), 27-34.
- Riri Melani Gustia. (2021). Analisis Sebaran Radiasi Hambur Pesawat Sinar X Konvensional di Instalasi Radiologi RSIA Zainab. Karya Tulis Ilmiah. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Awal Bros, Pekanbaru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H