Fenomena Flexing Barang Mewah di Media Sosial dan Tinjauan Hukum Islam
Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena flexing atau pamer barang-barang mewah di media sosial telah menjadi tren yang kian populer, terutama di kalangan milenial dan generasi Z. Pengguna media sosial dengan bangga memamerkan barang-barang mewah seperti mobil sport, tas bermerk, jam tangan mahal, hingga liburan mewah. Meski terlihat sebagai bentuk ekspresi diri atau pencapaian, fenomena ini tak lepas dari sorotan negatif, termasuk kritik yang mempertanyakan dampaknya terhadap nilai sosial dan moral. Dalam konteks Islam, perbuatan flexing juga mendapatkan perhatian khusus, terutama terkait dengan ajaran tentang kesederhanaan, sikap rendah hati, serta larangan terhadap perilaku sombong dan riya.
Pengaruh Sosial dari Flexing Barang Mewah
Fenomena flexing mencerminkan gaya hidup konsumtif dan hedonis yang cenderung mementingkan penampilan di hadapan publik. Banyak individu menggunakan media sosial untuk menunjukkan keberhasilan materi, yang sering kali menimbulkan tekanan sosial bagi para pengikutnya. Akibatnya, hal ini dapat memicu perasaan iri hati, kecemburuan, dan bahkan memicu gaya hidup yang tidak realistis atau tidak sesuai dengan kemampuan finansial seseorang.
Selain itu, flexing juga dapat memperkuat budaya kompetisi materialistik di kalangan masyarakat. Orang-orang berlomba-lomba menunjukkan siapa yang memiliki barang lebih mewah dan kehidupan yang lebih glamor. Padahal, tak jarang barang-barang yang dipamerkan tersebut dibeli dengan cara berhutang atau sewa hanya demi penampilan di media sosial.
Hukum Islam dalam Menyikapi Flexing
Dalam pandangan Islam, segala bentuk perilaku dan gaya hidup diatur oleh prinsip-prinsip moral dan etika yang bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah. Terkait dengan fenomena flexing, ada beberapa poin yang perlu diperhatikan:
1. Larangan Sombong dan Riya
Islam sangat menentang perilaku sombong (takabbur) dan riya (beramal dengan niat ingin dipuji). Allah SWT berfirman dalam Surat Luqman ayat 18:
> "Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." (QS. Luqman: 18)
Flexing yang bertujuan untuk pamer, baik dengan niat sombong maupun sekedar mencari pengakuan dari orang lain, bertentangan dengan ajaran ini. Islam menekankan pentingnya sikap tawadhu' (rendah hati) dan tidak berlebihan dalam menunjukkan kenikmatan yang diberikan oleh Allah.
2. Kesederhanaan dan Hidup Bersahaja
Rasulullah SAW memberikan contoh hidup sederhana dan bersahaja meskipun beliau mampu hidup dengan kemewahan. Dalam Islam, hidup sederhana bukan hanya sekadar tidak berfoya-foya, tetapi juga menjauhkan diri dari perilaku konsumtif yang bisa menimbulkan kerusakan pada diri sendiri dan masyarakat.
Rasulullah bersabda:
> "Lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kamu dan janganlah melihat kepada orang yang lebih tinggi dari kamu. Dengan demikian, kamu tidak akan menganggap remeh nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini mengajarkan umat Islam untuk bersyukur atas apa yang dimiliki dan tidak terfokus pada penampilan luar atau kekayaan dunia.
3. Larangan Membuat Orang Lain Iri Hati
Flexing dapat menimbulkan iri hati dan kecemburuan di antara pengikut media sosial. Dalam Islam, umat dianjurkan untuk menghindari perilaku yang dapat menimbulkan perasaan negatif pada orang lain. Rasulullah SAW bersabda:
> "Janganlah kamu saling mendengki, saling membenci, saling membelakangi, dan janganlah sebagian kamu menjual barang di atas penjualan sebagian yang lain. Jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara." (HR. Muslim)
Hal ini menunjukkan bahwa perilaku pamer yang bisa menyebabkan kecemburuan atau kebencian antara sesama sangat tidak dianjurkan.
4. Tanggung Jawab Sosial dalam Menggunakan Harta
Dalam Islam, harta adalah titipan dari Allah yang harus digunakan dengan bijak dan bermanfaat. Harta bukan hanya untuk dinikmati sendiri, tetapi juga untuk membantu orang lain yang membutuhkan. Menyumbangkan harta untuk kepentingan sosial, seperti bersedekah, dianggap sebagai salah satu bentuk ibadah yang mulia.
Jika seseorang menggunakan hartanya hanya untuk kepentingan pribadi dan pamer, tanpa memberikan manfaat kepada orang lain, maka ia tidak menjalankan tanggung jawab sosial yang dianjurkan dalam Islam.
Kesimpulan :
Fenomena flexing di media sosial bukanlah sesuatu yang sejalan dengan nilai-nilai Islam. Meskipun memamerkan barang-barang mewah dapat menjadi bentuk ekspresi diri atau pencapaian, Islam menekankan pentingnya sikap rendah hati, kesederhanaan, dan tanggung jawab sosial. Umat Muslim didorong untuk menghindari perilaku yang dapat menimbulkan kesombongan, iri hati, atau dampak negatif lainnya terhadap diri sendiri maupun masyarakat. Sebaliknya, harta yang dimiliki sebaiknya digunakan dengan bijaksana dan memberikan manfaat bagi orang lain, sebagai bentuk rasa syukur dan ketaatan kepada Allah SWT.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H