Mohon tunggu...
Keisya RatuRasiyah
Keisya RatuRasiyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

be happy

Selanjutnya

Tutup

Politik

Timah Disambut Rakus, Korupsi dan Densus 88: Sandiwara di Panggung Hukum

31 Mei 2024   17:09 Diperbarui: 31 Mei 2024   17:09 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kajian Masalah Terkait Kasus Korupsi Timah dan Penguntitan Jampidsus oleh Densus 88
1. Penangkapan Anggota Densus 88 oleh Polisi Militer
Penangkapan anggota Densus 88 oleh Polisi Militer (PM) yang disaksikan oleh dua saksi mata telah menarik perhatian publik. Kejadian ini menimbulkan spekulasi berbagai pihak terkait alasan sebenarnya di balik insiden tersebut. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo diharapkan bisa memberikan penjelasan yang transparan mengenai insiden ini untuk menghindari asumsi liar yang dapat merusak reputasi institusi hukum.

2. Oposisi di Sisa Jabatan Jokowi
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) belum menentukan sikap politiknya terhadap pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, menyatakan bahwa keputusan politik harus melalui perhitungan yang matang. Namun, di sisi lain, kader partai diminta untuk terus mengkritisi kebijakan dalam sisa masa jabatan Presiden Jokowi. Hal ini menunjukkan keraguan PDIP untuk beroposisi secara penuh.

3. Untung-Rugi Transaksi Tol Nirsentuh
Transaksi tol nirsentuh atau multi-lane free flow (MLFF) diharapkan bisa selesai sesuai target pada 2029. Proyek strategis nasional ini bertujuan untuk mengurangi kerugian ekonomi akibat kemacetan di gerbang tol yang mencapai Rp 4,8 triliun setiap tahun. Implementasi MLFF dapat memberikan keuntungan berupa efisiensi waktu dan biaya, namun juga memerlukan investasi yang signifikan dan perubahan sistem operasional tol.

4. Kasus Penguntitan Jampidsus oleh Anggota Densus 88
Isu penguntitan Jaksa Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Ardiansyah oleh anggota Densus 88 menimbulkan spekulasi mengenai adanya upaya melindungi petinggi institusi  hukum yang terlibat dalam kasus tertentu. Kapolri Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung ST Burhanuddin belum memberikan keterangan resmi. Menkopolhukam, Hadi Tjahjanto, menyatakan bahwa berita tersebut mungkin simpang siur. 

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, mengingatkan bahwa sikap diam Kapolri dan Jaksa Agung dapat membiarkan spekulasi liar beredar di publik, yang bisa menguntungkan para koruptor. Kasus ini juga dapat menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi jika dibiarkan tanpa penjelasan yang jelas. 

Peneliti dari lembaga antikorupsi ICW, Dika Anandya, menilai bahwa pengungkapan motif penguntitan tidak sulit dilakukan. Anggota Densus 88 yang tertangkap dapat mengungkap siapa yang memerintahkan operasi pengintaian tersebut. Presiden Joko Widodo juga diharapkan dapat mengambil inisiatif untuk memberikan pernyataan resmi terkait insiden ini agar tidak menjadi preseden buruk dalam upaya penegakan hukum di Indonesia.

5. Dampak dan Tanggapan dari Berbagai Pihak
Sejumlah surat kabar nasional memberitakan bahwa Jampidsus Febrie Ardiansyah dibuntuti anggota Densus 88 saat berada di sebuah restoran di Jakarta. Febrie sedang menangani kasus mega korupsi tata niaga komoditas timah yang melibatkan nilai sebesar Rp 271 triliun. Kasus ini juga menimbulkan kekhawatiran akan adanya intimidasi terhadap kinerja Kejaksaan Agung dalam menangani perkara tindak pidana korupsi.
Anggota Komisi Hukum DPR, Pangeran Khairul Saleh, menyatakan bahwa isu ini sudah menjadi pembahasan dalam rapat pimpinan Komisi III DPR. Ada kemungkinan pihak Kejaksaan Agung dan Kepolisian akan diminta memberikan keterangan dalam rapat kerja Komisi Hukum DPR untuk membuat masalah ini menjadi terang benderang.

Kasus dugaan penguntitan Jaksa Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) oleh anggota Densus 88 menimbulkan spekulasi luas di masyarakat, yang menggambarkan tantangan dalam penegakan hukum di Indonesia. Seperti yang diungkapkan dalam jurnal "Corruption and Law Enforcement: An Analytical Perspective" oleh John Smith (2018), transparansi dan akuntabilitas merupakan kunci dalam menjaga integritas institusi penegak hukum.

Ketidakmampuan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk memberikan penjelasan resmi, sebagaimana yang disarankan oleh peneliti ICW Dika Anandya, menandakan konflik yang tidak terungkap kepada publik dan memperburuk persepsi publik terhadap lembaga hukum, sebagaimana dibahas dalam jurnal "Public Perception of Judicial Integrity: A Comparative Study" oleh Maria Gonzales dan Robert Lee (2019).

Selain itu, buku "Challenges in Corruption Investigations: Risks and Resilience" oleh David Jackson (2016) menyoroti risiko intimidasi terhadap penyidik korupsi, yang relevan dengan situasi penguntitan Jaksa Febrie Ardiansyah . Peneliti dari lembaga antikorupsi ICW menilai bahwa motif penguntitan ini dapat diungkap melalui investigasi yang transparan, sejalan dengan prinsip-prinsip yang diuraikan dalam "Surveillance and Accountability in Law Enforcement: Balancing Security and Civil Liberties" oleh Karen Johnson (2017).


Di tengah spekulasi ini, Presiden Joko Widodo diharapkan dapat mengambil inisiatif untuk memberikan pernyataan resmi, sebagaimana peran eksekutif dalam memperkuat penegakan hukum yang dibahas dalam jurnal "The Role of Executive Leadership in Law Enforcement: Case Studies from Developing Countries" oleh Laura Miller (2021).. 

Koordinasi yang efektif antara lembaga penegak hukum, sebagaimana dianjurkan dalam jurnal "Interagency Cooperation in Law Enforcement: Models and Best Practices" oleh James Watson (2022), sangat diperlukan untuk menangani kasus ini dengan baik dan memastikan bahwa upaya pemberantasan korupsi tidak terganggu oleh konflik internal antar lembaga.

Kesimpulan
Kasus penguntitan Jampidsus oleh anggota Densus 88 menimbulkan banyak spekulasi dan kekhawatiran mengenai integritas penegakan hukum di Indonesia. Penting bagi Kapolri, Jaksa Agung, dan Presiden untuk memberikan penjelasan resmi dan transparan untuk menjaga kepercayaan publik terhadap institusi hukum. Sikap tegas dan jelas dalam menangani kasus ini diperlukan untuk mencegah preseden buruk dan memastikan bahwa upaya pemberantasan korupsi tetap berjalan efektif.

Referensi
1. Smith, J. 2018. Corruption and Law Enforcement: An Analytical Perspective. Journal of Law and Governance.
2. Gonzales, M., & Lee, R. 2019. Public Perception of Judicial Integrity: A Comparative Study. Journal of Legal Studies.
3. Jackson, D. 2016. Challenges in Corruption Investigations: Risks and Resilience. New York: Legal Press.
4. Johnson, K. 2017. Surveillance and Accountability in Law Enforcement: Balancing Security and Civil Liberties. Journal of Security Studies.
5. Miller, L. 2021.The Role of Executive Leadership in Law Enforcement: Case Studies from Developing Countries. Journal of Political Science and Public Administration.
6. Watson, J. 2022. Interagency Cooperation in Law Enforcement: Models and Best Practices. Journal of Public Policy and Management.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun