Pendahuluan
1. Pengantar pentingnya K3
Tingkat keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Indonesia masih terbilang rendah jika dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya (Tyas, 2019). Masih banyak masalah K3 yang diabaikan dilihat dari banyaknya angka cedera yang masih tinggi (Khanifatul Khusna et al., 2023). Banyak faktor yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja, yaitu faktor manusia (unsafe acts) dan faktor lingkungan (unsafe condition). Faktor manusia biasanya akibat kelalaian pekerja dan faktor lingkungan akibat lingkungan yang tidak aman (Safira et al., 2023).
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan upaya perlindungan untuk tenaga kerja dan orang lain selain pekerja yang berada di tempat kerja agar selalu ada dalam kondisi selamat dan sehat (Safira et al., 2023). Tujuan dari adanya penerapan K3 adalah mengurangi angka kecelakaan kerja agar tidak ada kerugian yang ditimbulkan baik untuk pekerja maupun untuk perusahaan. Penerapan K3 sendiri harus diterapkan secara universal untuk semua pekerja, termasuk untuk pekerja disabilitas.
2. Gambaran umum mengenai pekerja disabilitas di Indonesia
Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 2016, penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Meskipun memiliki keterbatasan tersebut, penyandang disabilitas juga memiliki hak yang sama untuk memperoleh pekerjaan yang layak atau sesuai dengan kemampuannya.
Berdasarkan publikasi "Indikator Pekerjaan Layak di Indonesia 2023" yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2023 terdapat 763.925 pekerja disabilitas di Indonesia. Angka tersebut menunjukkan suatu peningkatan dibandingkan dengan tahun 2022, yang tercatat sebanyak 720.748 pekerja disabilitas. Peningkatan jumlah pekerja disabilitas ini menunjukkan bahwa semakin banyak kesempatan kerja yang tersedia bagi mereka.
Pembahasan
1. Regulasi dan kebijakan K3 untuk pekerja disabilitas
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Mengatur terkait perlindungan pekerja, termasuk pekerja disabilitas, dengan memberikan hak yang sama dalam mendapatkan pekerjaan dan perlindungan K3.
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Menjamin hak pekerja disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, serta kewajiban pengusaha untuk menyediakan akomodasi yang wajar dan lingkungan kerja yang aman. Pasal 11 huruf (d) menjamin hak pekerja disabilitas tidak diberhentikan karena alasan disabilitas dan bila dimutasi, maka penempatan kerja dilakukan berdasarkan penempatan kerja yang adil, proporsional, dan bermartabat.
- Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Unit Layanan Disabilitas Bidang Ketenagakerjaan. Menekankan pentingnya penyediaan aksesibilitas dan akomodasi yang wajar di tempat kerja, serta pelatihan dan pendidikan K3 yang inklusif.
2. Tantangan dalam Menerapkan K3 bagi Pekerja Disabilitas
1. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja yang kurang ramah disabilitas dapat menjadi hambatan bagi pekerja disabilitas.
2. Keterbatasan Fisik
Keterbatasan fisik dapat menjadi hambatan dalam pelaksanaan pekerjaan, terutama pekerjaan yang memiliki risiko tinggi.
3. Akses komunikasi
Kesulitan dalam berkomunikasi informasi keselamatan dan prosedur kepada pekerja dengan disabilitas, terutama mereka dengan gangguan sensorik atau kognitif.
4. Pendidikan dan pelatihan terbatas
Pendidikan dan pelatihan K3 yang tidak memadai untuk pekerja dengan disabilitas, yang dapat menyebabkan kekurangan pemahaman prosedur keselamatan dan protokol.
5. Risiko cedera lebih tinggi Pekerja dengan disabilitas mungkin berada di bawah risiko cedera yang lebih tinggi karena disabilitas mereka, dan mungkin memerlukan langkah keselamatan tambahan untuk ditempatkan.
3. Strategi dan Solusi untuk Meningkatkan K3 bagi Pekerja Disabilitas
Beberapa tahun terakhir peningkatan jumlah penyandang disabilitas tidak sedikit, sayangnya nilai dan kemampuan mereka masih kerap diabaikan dalam dunia kerja akibat pandangan tertentu yang merugikan. Dalam hal ini diperlukan strategi pengelolaan penyandang disabilitas yang harus dirumuskan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, kebijakan dan tata cara nasional, dengan memperhitungkan berbagai lembaga dan organisasi nasional di lapangan. Strategi di tingkat tempat kerja, perlu melengkapi strategi pengembangan sumber daya manusia dalam tujuannya untuk memaksimalkan kontribusi dan kemampuan semua staf, termasuk mereka yang menjadi penyandang disabilitas dan mendukung kepatuhan pada standar keselamatan dan kesehatan kerja serta prosedur intervensi dan perujukan awal sesuai dengan prinsip-prinsip peraturan ini. Adapun strategi yang dilakukan dapat berupa memberikan upah karyawan penyandang disabilitas secara setara, modifikasi lingkungan kerja menjadi ramah disabilitas, kenali dan rangkul neurodiversitas, serta tekankan rasa saling menghormati.
Solusi untuk meningkatkan K3 bagi pekerja disabilitas dengan menetapkan UU Disabilitas seperti tercantum pada "Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas)" dan UU No 8 Tahun 2016 selain itu adapun cara lain dengan melengkapi beberapa fasilitas bagi para disabilitas dengan akomodasi dan aksesibilitas seperti: kamar mandi khusus disabilitas. Juga lainnya seperti memberikan jaminan kepada setiap pekerja disabilitas agar pekerja disabilitas merasa di lindungi akan pekerjaan yang mereka ambil.
4. Peran Stakeholder dalam Meningkatkan K3 bagi Pekerja Disabilitas
Pekerja disabilitas memiliki kebutuhan dan kesulitan yang berbeda dari pekerja lainnya, yang memerlukan perhatian khusus dalam implementasi K3. Dalam melindungi pekerja disabilitas, tentu ada peran penting dari stakeholder. Beberapa peran stakeholder dalam meningkatkan K3 bagi pekerja disabilitas, antara lain yaitu :
A. Peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah
- Menjamin bahwa dalam proses rekrutmen,penerimaan,pelatihan,penempatan,keberlanjutan kerja, dan pengembangan karir dilakukan dengan adil dan tanpa diskriminasi.
- Menyusun dan menerapkan regulasi yang mendukung perlindungan bagi pekerja disabilitas, seperti merumuskan aturan tentang aksesibilitas di tempat kerja dan penerapan kerja dan penegakan standar K3 yang inklusif.
- Mensosialisasikan penyediaan akomodasi yang layak dan fasilitas yang mudah diakses oleh pekerja disabilitas.
- Menjamin bahwa pekerja disabilitas mendapatkan perlakuan dan akses yang setara terhadap manfaat dan program dalam sistem jaminan sosial nasional di bidang ketenagakerjaan.
- Memiliki Unit Layanan Disabilitas di dinas yang mengelola urusan ketenagakerjaan daerah dengan tugas merencanakan perlindungan dan pemenuhan hak pekerjaan bagi pekerja disabilitas.
- Melakukan pengawasan dan penegakan hukum melalui inspeksi rutin untuk memastikan bahwa perusahaan memenuhi standar K3 terkait pekerja disabilitas.
B. Peran Pemberi Kerja/Perusahaan
- Menyediakan fasilitas dan akomodasi di tempat kerja yang sesuai dengan kebutuhan pekerja disabilitas, seperti ramp, lift, dan workstation yang ergonomis.
- Dalam proses penempatan kerja, pemberi kerja wajib memberikan kesempatan untuk mendapatkan masa orientasi pada awal bekerja, menyediakan lingkungan yang inklusif,menyediakan waktu istirahat,mengurangi target kerja,memberikan pendampingan dalam pelaksanaan pekerjaan jika dibutuhkan, dan memberikan cuti untuk berobat.
- Menyediakan pelatihan K3 yang secara khusus dirancang untuk penyandang disabilitas dan memastikan seluruh pekerja tersebut memahami pentingnya inklusivitas dan keselamatan di tempat kerja.
- Menciptakan budaya perusahaan yang inklusif dan berkomitmen pada keselamatan dan kesehatan kerja untuk pekerja.
C. Organisasi Ketenagakerjaan
- Meningkatkan kesadaran mengenai hak-hak pekerja disabilitas dan pentingnya penerapan K3 yang inklusif melalui kampanye dan advokasi. Contoh organisasi ketenagakerjaan yaitu Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI).
- Menyediakan dukungan bagi pekerja disabilitas seperti layanan konseling dan program pengembangan keterampilan.
Kesimpulan
Dalam konteks keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi pekerja disabilitas di Indonesia, permasalahan utama yang masih dihadapi adalah tingkat implementasi yang rendah meskipun telah ada kerangka regulasi yang jelas. Meskipun Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dan Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 telah menetapkan perlindungan yang signifikan bagi pekerja disabilitas, realitas di lapangan menunjukkan bahwa lingkungan kerja yang belum ramah dan keterbatasan dalam pendidikan K3 yang sesuai masih menjadi tantangan besar. Pentingnya perbaikan ini tidak hanya terletak pada kepatuhan terhadap regulasi, tetapi juga pada peningkatan kesadaran dan komitmen dari pemerintah, perusahaan, dan masyarakat secara luas untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan aman bagi semua pekerja.
Strategi untuk meningkatkan K3 bagi pekerja disabilitas harus meliputi penyediaan aksesibilitas yang memadai, seperti fasilitas fisik yang ramah disabilitas dan teknologi yang mendukung, serta pelatihan K3 yang disesuaikan dengan kebutuhan individu. Selain itu, penting juga untuk meningkatkan pemahaman tentang pentingnya inklusivitas di tempat kerja, baik melalui kampanye kesadaran maupun pelatihan untuk manajemen dan staf. Dengan mengintegrasikan kebijakan yang inklusif dan implementasi yang konsisten, Indonesia dapat memastikan bahwa pekerja disabilitas tidak hanya dilindungi secara hukum tetapi juga dapat berpartisipasi aktif dan aman dalam kegiatan kerja mereka, sesuai dengan hak-hak yang setara dan tanpa diskriminasi.
Penulis:
Keisha Najmina Zata Amani, Aulia Ikka Maharani, Adzra Arifah Mahira, Celsa Indri Putri, Luthfia Zalfa Kamilina, Andi Annisa Maharani, Sofia Januarti Sinurat.
Pengarah Tugas:
Afif Amir Amrullah, S.Kep., M.K.K.K.
Referensi
Khanifatul Khusna, Muhsyi, A., Naulus Sadah, & Santi Berliana C. (2023). Urgensi Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Organisasi Publik di Kabupten Jember. Aplikasi Administrasi: Media Analisa Masalah Administrasi, 26(1), 49--56. https://doi.org/10.30649/aamama.v26i1.146
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 21. (2020). Pedoman Penyelenggaraan Unit Layanan Disabilitas Bidang Ketenagakerjaan.
Safira, Z., Sari, F., Salsa, D., Riwayati, S., Qolby, D., & Wahyu, D. (2023). Pentingnya Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Mata Kuliah Produksi Busana Wanita di Universitas Negeri Semarang. Jurnal Implementasi, 3(1), 26--32.
Tyas, A. A. W. P. (2019). Pentingnya Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Karyawan. Forum Ilmiah, 8(3), 217--223.
BPS. 2024. Indikator Pekerjaan Layak di Indonesia Tahun 2023. https://www.bps.go.id/id/publication/2024/04/30/8fe6c4f34d5f1b9953903873/indikator-pekerjaan-layak-di-indonesia-2023.html
Undang-Undang Nomor 13. (2003). Ketenagakerjaan.
UU Nomor 8 Tahun. (2016). Penyandang Disabilitas.
Wiraputra, A. D. (2021). Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Penyandang Disabilitas. " Dharmasisya" Jurnal Program Magister Hukum FHUI, 1(1), 19.
Siregar, T. (2022). Perlindungan Pekerja Disabilitas. Media Indonesia
Pedoman International Labour Organization (ILO). (2013). Pengelolaan Penyandang Disabilitas di Tempat Kerja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H