Siapa diantara kita yang tidak pernah mendengar kata Facebook? Saya yakin kita semua pasti sudah pernah mendengar kata Facebook atau bahkan sudah dan masih menggunakan sosial media ini. Facebook yang berdiri semenjak 4 Februari 2004 merupakan media sosial yang menjadi media untuk membantu penggunanya agar dapat terhubung dengan teman, keluarga, dan menemukan komunitas. Tidak hanya itu, Facebook juga membantu bisnis agar dapat terus bertumbuh.Â
Facebook sampai saat ini masih menjadi media sosial yang memiliki pengguna terbanyak di dunia. Dilansir dari databoks.katadata.com, menyatakan bahwa Facebook memiliki pengguna aktif bulanan sebanyak 2,7 miliar pengguna. Hal ini menunjukan bahwa Facebook menjadi salah satu budaya populer yang digandrungi oleh masyarakat dunia karena Facebook memberikan kemudahan bagi manusia.Â
Namun adanya Facebook tidak hanya memberikan dampak baik bagi manusia tetapi juga memberikan dampak buruk. Facebook dapat membuat seseorang menerima informasi hoaks, mempengaruhi interaksi didunia yang sebenarnya, ketagihan permainan daring yang ada di Facebook, dan dampak-dampak lainnya. Â Hal ini sangat disayangkan dan menimbulkan lahirnya kelompok orang yang tidak senang terhadap Facebook dan kemudian membuat kritik terhadap Facebook. Kritik kepada media mainstream dapat kita bahas dengan konsep Postmodernisme yang ingin melakukan perlawanan kepada suatu dominasi budaya.Â
Konsep Postmodernisme menyatakan bahwa terdapat adanya perlawanan terhadap dominasi kebudayaan. Facebook dapat kita pahami sebagai salah satu dominasi kebudayaan mengingat Facebook merupakan media sosial yang memiliki pengguna terbanyak di dunia dan menjadi salah satu media yang muncul pada awal tahun 2000-an. Facebook melahirkan budaya-budaya baru yang tidak ada sebelumnya, seperti adanya komunikasi secara daring dan melahirkan kelompok orang yang melupakan interaksi secara langsung atau bahkan memiliki sikap anti sosial.Â
Hal ini lah yang membuat postmodernisme ingin melakukan perlawanan, karena adanya dominasi ini membuat tidak mengindahkan unsur pluralisme. Pluralisme merupakan ciri utama dari postmodernisme, dimana adanya keberagaman dan kemajemukan. Oleh karena inilah, lahir kritik dari postmodernisme yaitu Culture Jamming.
Apa yang dimaksud dengan Culture Jamming? Culture Jamming merupakan kegiatan kritik kepada arus media mainstream. Salah satu bentuk dari Culture Jamming adalah meme. Meme merupakan gambar ringkas yang memuat visual, verbal, musikal, atau perilaku yang membuat individu dapat dengan mengimitasinya dan meneruskannya pada individu lain (Triputra dan Sugita, 2016). Meme menjadi media untuk menyampaikan kritik dalam bentuk humor. Salah satu meme yang muncul terhadap Facebook adalah meme "Fakebook".Â
Meme ini ingin menyampaikan bahwa apa yang ada di dalam Facebook adalah palsu (Fake). Mengapa Facebook disebut palsu? Banyak hal yang kemudian membuat pemikiran ini muncul. Salah satunya karena Facebook tidak menyediakan pilihan untuk memberikan unlike atau tidak suka. Facebook hanya memberikan pilihan ikon like atau menyukai dan beberapa emoticon, salah satu emotikon yang membingungkan adalah emoticon wajah marah.Â
Hal ini membuat Facebook menjadi media yang hanya ingin memberikan hal-hal positif kepada pengguna yang kemudian menjelaskan mengapa Facebook disebut palsu. Hal ini dikarenakan Facebook tidak memberikan opsi unlike yang membuat para pengguna menjadi tidak bebas dalam mengekspresikan diri.Â
Dari beberapa pembahasan ini, maka sekarang kita mengetahui bahwa Facebook merupakan salah satu budaya populer yang mendapatkan kritik melalui Postmodernisme dalam Culture Jamming. Apakah kalian sebagai pengguna Facebook setuju apabila Facebook disebut sebagai Fakebook? Apakah disebutnya Facebook sebagai media yang memunculkan banyak hal palsu membuat penggunanya juga menjadi seseorang yang palsu? Tulislah pendapatmu di kolom komentar ya!
Sumber:
Databoks.katadata.com. (2021. 17 Februari). Facebook Media Sosial Paling Banyak digunakan di Dunia. Diakses dari sini
Facebook.com. About. Diakses dari, about.fb.com/
Wuryanta, Eka W. Cultural Studies, Multiculturalism, and Media Culture. Universitas Indonesia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H