Sebagai individu, mengidolakan sosok selebritis adalah hal yang sangat wajar. Orang seringkali mencari sosok yang dapat ditiru dan dijadikan sebagai motivasi dalam hidupnya. Sebagian besar tokoh yang diidolakan adalah tokoh yang tampak di layar kaca. Orang cenderung mengidolakan sosok yang sesuai dengan bidang yang mereka minati. Misalnya, tokoh politik, pemuka agama, peneliti, musisi, artis, dan public figure lainnya.Â
Manfaat Memiliki Idola
Banyak orang menjadikan artis sebagai idolanya. Baik dari kalangan musisi, selebgram, podcaster, komedian, dan lainnya. Ada kalanya mengidolakan seseorang memberikan dampak positif. Ada kalanya malah sebaliknya. Ketika kita mengidolakan seseorang, kita akan mendapatkan banyak hal baru. Misalnya, kita mengidolakan musisi. Kita akan mendapat banyak informasi tentang musik darinya. Kita juga bisa mempunyai banyak teman baru. Mempunyai idola yang sama seperti orang lain akan memudahkan kita untuk mencari teman baru. Kita bisa menjalin pertemanan karena memiliki topik pembicaraan yang serupa. Dari idola, kita juga bisa mengetahui makna dari perjuangan. Kita bisa belajar dari kisah hidup mereka. Terakhir, mengidolakan seseorang dapat memberikan kita hiburan. Di tengah kesibukan aktivitas sehari-hari, menonton idola kita di layar kaca dapat merilekskan pikiran kita.Â
Celebrity Worship SyndromeÂ
Namun, apa yang terjadi ketika rasa kagum pada idola berubah menjadi obsesi? Dilansir dari laman hellosehat.com, Celebrity Worship Syndrome (CWS) adalah kondisi ketika seseorang mengagumi idolanya secara berlebihan. Orang tidak lagi fokus pada karya yang dibuat idolanya, melainkan mulai fokus pada kehidupan pribadinya. Sampai saat ini, CWS memang belum dikategorikan sebagai gangguan mental. Akan tetapi, CWS sering kali mengubah perilaku seseorang. Kondisi berlebih inilah yang akhirnya memunculkan dampak negatif pada seseorang ketika mereka memiliki idola.Â
Ciri-Ciri Celebrity Worship Syndrome
Ketika seseorang mengidolakan seseorang, mereka mungkin tidak sadar bahwa mereka mengalami celebrity worship syndrome. Mengapa demikian? Pasalnya, mereka menganggap bahwa yang mereka lakukan masih dalam batas wajar. Mereka tidak merasa bahwa perilakunya sudah mengarah pada obsesi berlebih. Beberapa ciri yang menunjukkan seseorang bisa jadi mengalami CWS adalah,
Melakukan penguntitan/stalking.
Melakukan impulsive buying pada barang-barang yang berkaitan dengan idolanya.
Berusaha melakukan upaya yang tidak pantas.
Kesulitan membangun hubungan romantis dengan orang lain.
Rela melakukan perubahan pada anggota tubuhnya supaya bisa terlihat mirip dengan idolanya.
Dilansir dari laman Innovations in Clinical Neuroscience, orang dengan obsesi pada idolanya mungkin menunjukkan ciri-ciri narsistik, disosiasi, kecenderungan kecanduan, perilaku menguntit, dan pembelian kompulsif. Penelitian juga menunjukkan bahwa individu dengan tingkat pemujaan yang tinggi cenderung memiliki kesehatan mental yang lebih buruk serta gejala klinis depresi, kecemasan, dan disfungsi sosial. Dengan catatan, sampai saat ini belum ada penelitian yang meneliti gangguan jiwa Aksis I dan II pada orang dengan obsesi tinggi pada idola. Namun, CWS ini sering kali dikaitkan dengan sejumlah potensi penyakit psikologis.Â
Penelitian Pada Celebrity Worship Syndrome
Dalam meneliti fenomena CWS ini, sudah ada beberapa skala yang dikembangkan untuk mengukur tingkat obsesi dari seseorang. Beberapa skala tersebut adalah, The Celebrity Worship Scale yang berisi 17 hal mendasar untuk mendeteksi seseorang pada 3 tahap pemujaan (tingkat rendah, tingkat menengah, dan tingkat tinggi), The Celebrity Attitudes Scale yang berisi 22/23/34 hal mendasar untuk mendeteksi seseorang dalam 3 subskala (subskala hiburan-sosial, subskala intens-pribadi, dan subskala ambang patologis), dan The Public Figure and Preoccupation Inventory yang berisi 50 hal mendasar untuk menilai sikap dan perilaku terhadap seorang figur publik.
Penelitian juga menunjukkan adanya kemungkinan sindrom kejiwaan klinis yang dialami oleh orang-orang yang mengalami CWS. Namun, penting untuk ditekankan bahwa sampai saat ini belum ada penelitian yang secara sistematis meneliti gangguan kejiwaan Aksis I atau II pada CWS.Â
- Disosiasi. Berkaitan dengan tingkat obsesi dan kecenderungan terhadap fantasi dan disosiasi. Penelitian menunjukkan bahwa tingkat obsesi sedang dan tinggi dikaitkan dengan kecenderungan fantasi dan disosiasi. Penelitian yang dilakukan seperti menjalin kontak dengan seorang selebriti (didasarkan pada fantasi dan keyakinan yang tidak akurat) dan perasaan terhadap selebriti favorit.
- Kecenderungan Menuju Kecanduan. Penelitian menunjukkan adanya hubungan statistik positif antara tingkat obsesi seseorang dengan kecanduan.Â
- Depresi dan Kecemasan. Penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara depresi dan kecemasan dengan tingkat obsesi seseorang pada idolanya berkorelasi dengan gejala somatik. Secara khusus, responden dengan tingkat obsesi yang lebih tinggi memiliki tingkat kecemasan, depresi, gejala somatik, dan disfungsi sosial yang lebih tinggi serta tingkat kepuasan hidup yang lebih rendah dan pengaruh positif yang lebih sedikit. Â
Kesimpulan
Walaupun belum ada penelitian yang secara sistematis memasukkan celebrity worship syndrome, beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara tingkat obsesi dengan potensi patologis, kesulitan emosional, dan kondisi psikologis seseorang. Hal ini menjadikan fenomena ini menjadi kajian yang siap untuk diteliti. Sebagai mahasiswa Universitas Airlangga, penting untuk ikut berkontribusi positif pada fenomena ini. Fenomena ini juga linier dengan studi psikologi yang sedang saya lakukan. Penting bagi kita, untuk bersikap sewajarnya pada orang yang kita jadikan sebagai idola. Cukup ambil apa yang baik tanpa harus menjadikan mereka seolah-olah satu-satunya sumber kebahagiaan bagi kita. Hal ini akan tetap menjaga mental kita tetap sehat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H