JKN dan dokter keluarga
Januari 2014, tersisa tujuh bulan lagi Indonesia akan menerapkan konsep universal coverage, yaitu Sistem Jaminan Sosial Nasional. Konsep SJSN adalah memberikan jaminan dasar yang menunjang aspek kesejahteraan kepada seluruh penduduk. Jaminan tersebut berupa jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan program jaminan yang dijalankan terlebih dahulu. “kesehatan untuk semua” telah menjadi komitmen global. Hal ini juga mendasari pengembangan pelayanan kesehatan, terutama pelayanan kesehatan primer. Seiring dengan “kesehatan untuk semua”, semangat keadilan sosial juga merupakan konsep utama dalam sistem pelayanan kesehatan di seluruh dunia.
Kompetensi yang harus dimiliki oleh penyedia layanan primer di era SJSN diantaranya adalah memiliki karakteristik yang sejalan dengan prinsip dokter keluarga, seperti pelayanan tingkat pertama, pelayanan bersifat personal, pelayanan paripurna, pelayanan menyeluruh, pelayanan terpadu, pelayanan berkesinambungan, koordinatif dan kerja sama, berorientasi pada keluarga dan komunitas, pelayanan yang menjunjung etika dan hokum, pelayanan sadar biaya dan mutu, serta pelayanan yang dapat diaudit dan dipertanggungjawabkan.
Pelayanan primer berupa dokter keluarga merupakan bagian suatu jaringan pelayanan kesehatan terpadu yang melibatkan dokter spesialis di tingkat pelayanan sekunder dan rumah sakit rujukan sebagai tempat pelayanan rawat inap, diselenggarakan secara komprehensif, kontinu, integratif, holistik, koordinatif dengan mengutamakan pencegahan, menimbang peran keluarga dan lingkungannya serta pekerjaannya. Pelayanan diberikan kepada semua pasien tanpa memilah jenis kelamin, usia serta faktor-faktor lainnya. (The American Academy of Family Physician, 1969; Geyman, 1971; McWhinney, 1981)
Di Indonesia, istilah dokter keluarga sudah tidak asing. Sekitar tahun 1976, dokter keluarga mulai dikembangkan dengan membentuk Kelompok Studi Dokter Keluarga (KSDK) yang menghimpun anggotanya dari berbagai provinsi di Indonesia. Tahun 1986 Indonesia menjadi anggota organisasi dokter keluarga sedunia (WONCA). Pada tahun 1990, setelah Kongres Nasional di Bogor yang bersamaan dengan Kongres Dokter Keluarga Asia-Pasifik di Bali, namanya diubah menjadi Kolese Dokter Keluarga Indonesia (KDKI), namun tetap sebagai organisasi dokter seminat. Pada tahun 2003, ditasbihkan dengan nama Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI) sebagai perhimpunan profesi yang anggotanya terdiri atas dokter praktik umum. Di tahun 2006 didirikan Kolegium Ilmu Kedokteran Keluarga (KIKK).
Beberapa manfaat yang diperoleh dari pelayanan dokter keluarga, yaitu:
1.Pelayanan kesehatan lebih memperhatikan pasien sebagai manusia seutuhnya, tidak hanya memperhatikan organ yang sakit atau keluhan yang disampaikan
2.Pelayanan pencegahan penyakit yang berkesinambungan dapat diselenggarakan
3.Apabila dibutuhkan pelayanan spesialis, pengaturannya akan lebih baik dan terarah, terutama di tengah-tengah kompleksitas pelayanan kesehatan saat ini
4.Pelayanan kesehatan lebih terpadu sehingga penanganan suatu masalah kesehatan tidak menimbulkan pelbagai masalah lainnya
5.Jika seluruh anggota keluarga ikut serta dalam pelayanan, maka segala keterangan tentang keluarga tersebut, baik tentang kesehatan maupun keadaan social, dapat dimanfaatkan dalam menanganu masalah kesehatan yang dihadapi
6.Memperhitungkan berbagai factor yang mempengaruhi timbulnya penyakit, termasuk factor social dan psikologis
7.Penanganan kasus penyakit diselenggarakan dengan tata cara yang lebih sederhana dan tidak begitu mahal
8.Pemakaian pelbagai peralatan kedokteran canggih yang tidak diperlukan dan hanya akan menambah biaya kesehatan dapat dicegah.
Penerapan Dokter Keluaga dalam JKN
Dalam penerapan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dokter keluarga akan berperan sebagai:
1. Pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bermutu dan efisien (Health provider).
2.Arif dalam mengatur agar terjadi pemanfaatan pelayanan kesehatan secara tepat oleh pasien dan keluarga/koordinator pelayanan rujukan (Gate keeper).
3.Penasihat setiap masalah kesehatan (Health consular).
4.Pengatur pemakaian sumber kesehatan (Resources allocator ).
Kendala selama ini
Pengembangan Dokter Keluarga di Indonesia menghadapi beberapa kendala. Pertama, penjenjangan (strukturisasi) pelayanan kesehatan di Indonesia belum tertata dengan baik sehingga tidak mendukung pengembangan pelayanan dokter keluarga. Kemudian sistem pembiayaan pelayanan kesehatan masih didominasi dengan cara tunai (fee for service) sehingga tidak memberi insentif terhadap strukturisasi pelayanan kesehatan. Selain itu, kompetensi para dokter di tingkat pelayanan primer sangat beragam yang mengakibatkan beragam pula mutu pelayanan kesehatan di tingkat primer serta belum jelasnya kedudukan dokter keluarga pada Sistem Kesehatan Nasional (SKN).
Dalam Kebijakan Akselerasi Pengembangan Pelayanan Dokter Keluarga (Depkes, 2007) disebutkan bahwa masalah yang menjadi kendala pengembangan dokter keluarga di Indonesia antara lain:
1.Penjenjangan pelayanan kesehatan dan system pembiayaan kesehatan belum tertata baik untuk berkembangnya pelayanan dokter keluarga
2.Mutu upaya kesehatan perorangan strata pertama sangat beragam dan belum merata
3.Fokus pelayanan kesehatan strata pertama belum sepenuhnya berorientasi pada kebutuhan klien, masih berorientasi pada provider.
4.Standar perizinan dan akreditasi belum menjadi bagian dari pembinaan dan penilaian kinerja institusi pelayanan medik dasar
5.Masih perlu dipertanyakan terkait proporsi tenaga kesehatan sekarang dan sepuluh tahun mendatang sudah mencerminkan penjenjangan pelayanan kesehatan atau belum karena sepuluh tahun mendatang dibutuhkan cukup banyak dokter di tingkat primer
6.Sistem pencatatan dan pelaporan antara pelayanan primer dan rujukan masih menggunakan klasifikasi berbeda (ICD 9 dan ICD 10).
7.Sumber daya tenaga kependidikan yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan pengadaan dokter keluarga
8.Kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan asuransi masih rendah dan masyarakat belum bisa menyisihkan uang untuk membeli risiko yang tidak pasti karena penghasilan penduduk rendah
Persiapan sejauh ini
Semua steakholder terus melakukan persiapan menghadapi implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional bidang kesehatan yang akan dimulai Januari 2014. Salah satu permasalahan yang masih menjadi prioritas utama yaitu ketersediaan dokter keluarga. Indonesia saat ini masih kekurangan dokter umum sebanyak 12.371 orang. Kondisi ini dapat mengganggu operasional Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang bakal beroperasi awal tahun depan.
Menurut Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Ali Ghufron Mukti, Badan Kesehatan dunia, WHO telah mengeluarkan kriteria rasio ideal dokter adalah 1 dokter melayani kurang dari 3 ribu orang. Jumlah ini cukup ideal untuk mempraktekan sistem dokter keluarga sehingga sistem layanan rujukan berjenjang dalam BPJS bisa dilakukan. Untuk mencapai jumlah ideal itu, dengan jumlah penduduk Indonesia pada saat ini, Wamenkes menaksir diperkirakan dibutuhkan 101.040 dokter umum.
Namun, saat ini Indonesia baru memiliki sekitar 88.309 dokter. Artinya masih kurang sekitar 12.731 dokter lagi. Oleh karena jumlah dokter yang masih kurang maka rasio dokter dalam melayani orang/pasien masih belum ideal. Persebaran dokter pun masih belum merata. Menurut Kabid Pengembangan Sistem Pelayanan Kedokteran Terpadu dengan Sistem Rujukan PB IDI dr Gatot Soetono, “Hampir 60% yang dokter yang ada di Indonesia berada di Pulau Jawa. Itu menunjukan adanya disparitas yang tajam terhadap layanan kesehatan di Indonesia.
Selain kekurangan tenaga dokter umum, Wamenkes juga mengeluhkan bahwa Indonesia masih kekurangan dokter spesialis. Penyebabnya, menurut dia, akibat dari mahalnya biaya dan lama pendidikan. Saat ini diperkirakan hanya ada 41.691 dokter spesialis yang mayoritas tinggal di Pulau Jawa.
Rekomendasi
Pertama, melakukan konversi dokter umum menjadi dokter keluarga melalui pelatihan dengan modul terstruktur. Kedua, meningkatkan materi pendidikan kedokteran keluarga bagi mahasiswa kedokteran dengan memperbaiki kurikulum pendidikan dokter di Indonesia agar lulusan dokter mempunyai kompetensi dokter keluarga. Dalam lingkup kerja sama teknis ini, pengembangan kedua hal tersebut sangat tepat sehingga tujuan akhir dari percepatan pengembangan dokter keluarga akan lebih cepat dicapai.
Sumber bacaan :
Anonim. 2004. Rembang JPKM 2004. [Online] Available at : http://www.depkes.go.id/downloads/Rembang%20JPKM%202004.PDF Accessed 13 Mei 2013.
Anonim. Peranan dokter kelurga dalam JPKM. [Online] Available at : http://www.ppjk.depkes.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=63’ Accessed 13 Mei 2013.
Thabrany, Hasbullah. 2004. Jaminan Kesehatan Nasional Dalam SJSN. [Online] Available at : http://staff.ui.ac.id/internal/140163956/material/MengapaperluAskesnas.pdf Accessed 13 Mei 2013
Anonim. 2013. IDI : Persebaran Dokter Tidak Merata. [Online] Available at : http://www.antaranews.com/berita/358420/idi-persebaran-dokter-tidak-merata Accessed 13 Mei 2013.
Anonim. 2003. Pengembangan Dokter Keluarga di Indonesia Masih Hadapi. Kendala. [Online] Available at : http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/624-17-des-2003-pengembangan-dokter-keluarga-di-indonesia-masih-hadapi-kendala.html Accessed 13 Mei 2013.
Dibuat oleh Tim Kajian MPK
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI