Mohon tunggu...
Keiko Zifa Ghaisani
Keiko Zifa Ghaisani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Lampung

Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Patologi Birokrasi: Rekrutmen ASN Tahun 2024 Dilakukan Tiga Bulan Sekali, Lebih Penting Kuantitas Dibanding Kualitas?

19 Desember 2023   23:07 Diperbarui: 19 Desember 2023   23:07 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dirinya menjelaskan bahwa mulai 2024, proses penerimaan ASN akan dilakukan selama tiga bulan sekali. Artinya, penerimaan CPNS yang awalnya hanya satu kali dalam setahun, kini bisa sampai empat kali pertahunnya. Hal ini tentu menuai pro dan kontranya sendiri, karena dengan jarak penerimaan CPNS yang singkat tentu memudahkan jalan untuk masyarakat yang ingin menjadi PNS/ASN. Namun, di samping sisi positif tersebut ada berbagai macam pertimbangan dari masyarakat dan pemerintahan itu sendiri khususnya. 

Semakin banyaknya ASN yang diterima, maka kuantitas ASN akan semakin bertambah, dan APBN/APBD yang dianggarkan untuk gaji PNS akan semakin membengkak. Selain itu, peraturan ini menimbulkan pertanyaan baru, apakah pemerintah lebih fokus ke kuantitas ASN saja, tanpa memperhatikan kualitas dan efektivitas pekerjaannya nanti?, Bukankah anggaran untuk gaji ASN bisa dialihkan untuk anggaran belanja lainnya misalnya untuk pembangunan daerah?

Sudiro (2011) dalam Dwihatmojo, Nelwan, Kawet (2016) menjelaskan bahwasanya proses rekrutmen dilakukan guna menutupi kekurangan yang diidentifikasikan sebelumnya pada saat perencanaan kepegawaian. Penambahan kuantitas ASN secara besar-besaran dengan posisi pekerjaan yang tetap, tentu berpotensi menimbulkan SDM di pemerintahan yang mangkrak. 

Banyak SDM-SDM yang tidak mendapatkan pembagian kerja atau hanya mendapatkan pekerjaan yang ringan dalam artian sebenarnya pekerjaan tersebut masih bisa dilakukan oleh satu orang saja. Sutarto (2015) dalam Dadang Priyatna, Iis Gusrini, dan Taufik (2020) dijelaskan terdapat hambatan dalam proses pembagian kerja, yaitu :

1. Pejabat yang bekerja dalam organisasi tersebut tidak mengetahui tujuan dari organisasinya
2. Pembentukan satuan organisasi yang tidak berpedoman pada pengembangan volume kerja
3. Tiap pekerja tidak memiliki perincian tupoksinya masing-masing
4. Pelayanan terhambat karena pejabat tidak masuk kerja
5. Terdapat kembar kerja atau pekerjaan yang sama dalam dua divisi yang berbeda
6. Tidak memahami bahwa setiap orang di dalam organisasi memiliki kewenangannya masing-masing
7. Banyak pejabat yang hanya sekedar menunggu perintah
8. Pejabat memimpin terlalu banyak bawahan tanpa ada pemimpin kedua
9. Adanya pemberian pekerjaan ganda kepada satu pegawai
10. Struktur organisasi yang panjang dan rumit
11. Permasalahan dalam penempatan satuan organisasi
12. Kurangnya sarana dan prasarana

Jumlah ASN yang diterima, tetap harus memperhatikan kebutuhan yang ada di lapangan. Pemberdayaan masyarakat memang merupakan program yang bagus, tetapi penghematan anggaran APBN/APBD menjadi hal yang jauh lebih penting. Apabila dasar adanya peraturan ini karena untuk mengurangi angka pengangguran di Indonesia, sepertinya ada banyak cara lain yang bisa ditawarkan, seperti misalnya pembukaan usaha dan pemberian modal kepada masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun