Mohon tunggu...
Keiko Hubbansyah
Keiko Hubbansyah Mohon Tunggu... -

Mahasiswa S2 Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Indonesia Dalam Perangkap Pendapatan Menengah

20 Juli 2016   09:50 Diperbarui: 20 Juli 2016   09:59 1569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artinya, dalam kurun waktu kurang dari 28 tahun, negara yang sudah mencapai level lower middle income harus segera mampu mencapai level pendapatan per kapita kategori upper middle income – untuk itu, suatu negara perlu tingkat pertumbuhan minimal 4.7 persen selama 28 tahun agar terhindar dari jebakan.

Kondisinya sama untuk upper middle income, dimana negara-negara dengan kategori pendapatan per kapita ini, harus dapat mencapai level high income countries kurang dari 14 tahun – untuk itu butuh pertumbuhan pendapatan sedikitnya 3.5 persen selama 14 tahun. Kalau tidak, negara-negara tersebut akan digolongkan sebagai negara yang tengah mengalami kondisi jebakan pendapatan menengah atau middle income trap, baik untuk lower middle trapmaupun upper middle trap.              

Felipe (2012) mendapati bahwa – dari total 124 negara yang menjadi sampel studinya – 29 negara di antaranya tergolong ke dalam low income countries;31 negara ke dalam lower middle-income;30 negara ke dalam upper middle-income; dan 34 negara ke dalam high-income countries. Dengan mengombinasikan data Bank Dunia dan data pada Maddison (2010), Felipe (2012) menemukan bahwa, pada tahun 1950, 82 negara dari total sampelnya sebagai negara berpendapatan rendah, 33 negara sebagai negara berpendapatan menengah-bawah, 6 negara sebagai negara berpendapatan menengah-atas, dan hanya 3 negara – yakni, Kuwait, Qatar dan UEA – yang tercatat sebagai negara berpendapatan tinggi (high income countries).

 Amerika Serikat, sebenarnya, telah mencapai level negara berpendapatan tinggi sejak tahun 1944. Hanya, kemudian turun menjadi negara dengan pendapatan menengah-atas (upper middle-income) karena tingkat pendapatan per kapitanya melorot disebabkan perang pada tahun 1945. Posisi Amerika Serikat kembali ke level negara berpendapatan tinggi pada tahun 1962, yang juga diikuti oleh Australia, Kanada, Selandia Baru, Swiss dan Venezuela.

Pada dekade 1950an didapati adanya lonjakan transformasi yang signifikan dari negara berpendapatan rendah (low income) ke menengah-bawah (lower middle-income).Jumlahnya mencapai 13 negara. Secara total, 42 dari 82 negara pada 1950 telah mampu keluar dari kelompok negara berpendapatan rendah menuju kelompok negara berpendapatan menengah-bawah maupun menengah-atas pada 2010. Sementara itu, pada akhir 1960an–1980, dan pada akhir 1980an–2010, yang oleh Maddison (1982) disebut sebagai golden age,didapati terjadi lonjakan yang tinggi pada kelompok negara berpendapatan tinggi (high income).

Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi transformasi perekonomian dari negara berpendapatan menengah-atas ke penda-patan tinggi. Yang menarik, negara-negara non european countries, seperti Korea Selatan, Singapura dan China Taipei berhasil mentransformasi ekonominya masuk ke dalam kelompok negara berpendapatan tinggi. Secara keseluruhan, jumlah kelompok negara berpendapatan tinggi meningkat dari yang hanya 4 negara pada 1960 menjadi 21 negara pada 1980, 23 negara pada 1990 dan 32 negara pada 2010 (Felipe, 2012).         

Di antara negara-negara yang berhasil melampaui thresholdhigh income countries, Korea Selatan merepresentasikan kisah yang eksepsional dalam hal transisi menuju negara maju. Korea Selatan bergerak dari kondisi income per kapita sekitar US$ 2.000 pada 1960, hingga pada 2008, besaran income per kapita-nya telah melonjak menjadi US$ 28.000 (in PPP). Proses transisi Korea yang cepat ini dimulai pada 1962. Ketika itu dirumuskan rencana pembangunan lima tahunan untuk pertama kalinya. Rencana lima tahunan ini dimaksudkan sebagai upaya koordinasi antar-sektor publik dan privat untuk meningkatkan kinerja perekonomian. Korea berhasil mengakselerasi pertumbuhan ekonominya dengan rata-rata pertumbuhan sekitar 7 persen sampai tahun 1997. 

Perkembangan ekonominya ditandai dengan tingkat tabungan dan investasi yang tinggi. Politik otoritarian ketika itu melarang adanya serikat pekerja, dan ini dimaksudkan sebagai langkah untuk menekan upah kerja agar tetap rendah untuk mendukung investasi – ini disebut dengan tahap pertama pembangunan. Tahap kedua pembangunan ekonomi Korea meliputi fase krisis finansial tahun 1997-1998. 

Kala itu, Korea Selatan termasuk negara yang terkena imbas krisis dengan cukup parah. Tercermin dari tingkat pertumbuhan ekonominya yang negatif, meningkatnya jumlah pengangguran secara drastis – dari 2.4 persen pada 1997 menjadi 6.8 persen pada 1998 -, dan bertambahnya jumlah orang miskin – dari 11.4 persen pada 1997 menjadi 23.2 persen pada 1998. Yang menarik, Korea mampu pulih dengan cepat.

Tepat satu tahun setelah tertimpa krisis, ekonomi Korea langsung dapat bertumbuh positif 10.7 persen. Ekspor meningkat dari 9 persen pada 1999 menjadi 18.2 persen pada 2000. Tingkat pengangguran dan jumlah orang miskin turun, yang masing-masingnya, menjadi 4.5 persen dan 18 persen pada 1999. Secara berkelanjutan dari tahun 1998 – 2008, Korea berhasil mencatatkan rata-rata pertumbuhan ekonomi yang positif sebesar 5 persen. 

Salah satu alasan kenapa transisi Korea berjalan relatif mulus, dari negara berpendapatan menengah ke tinggi, di saat banyak negara lain mengalami kesulitan, adalah karena kebijakan countercyclicalmoneter dan fiskal yang dijalankan secara agresif. Selain itu, mereka juga melakukan reformasi besar-besaran pada sektor bisnis, perbankan, sektor publik dan pasar tenaga kerjanya (Foxley, et.al, 2011).        

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun