Mohon tunggu...
RAHMA
RAHMA Mohon Tunggu... Lainnya - ...

I make a mess, sometimes.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

A Year with The Pandemic: Adaptasi Mahasiswa dengan Covid-19

22 April 2021   17:52 Diperbarui: 22 April 2021   17:53 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Mira Kireeva on Unsplash

Terhitung sudah setahun lebih sejak COVID-19 pertama kali merebak di Indonesia. Virus mematikan ini memiliki dampak beragam di berbagai sektor, salah satunya di dunia pendidikan. Dampak yang paling terlihat jelas adalah penutupan seluruh fasilitas belajar mengajar di semua jenjang pendidikan. Proses pembelajaran yang harusnya dilakukan secara face-to-face harus dengan berat hati ditiadakan karena rasa takut akan ancaman penyebaran virus yang semakin mengerikan. Biarpun pandemi melanda, para mahasiswa -- mahasiswi harus terus mengejar ilmu dengan COVID-19 sebagai sebuah rintangan. Here's a couple of things about the students adjusting to COVID-19.

1. Nestapa online learning

Tak sedikit mahasiswa mengeluhkan bagaimana lelahnya mereka melakukan pembelajaran secara virtual. Misalkan saja ada satu pertemuan dengan jatah 4 SKS, mahasiswa harus menyimak dan berdiskusi langsung dengan dosen selama 4 jam. Then, what if a student has two classes with 4 credits in a day? Sekurang -- kurangnya 10 jam telah habis untuk menatap layar gawai. Tidak hanya memerhatikan penjelasan dosen di dalam sebuah platform, para mahasiswa juga harus bergelut dengan banyaknya assignments yang diberikan oleh dosen. Tak hanya itu, permasalahan susah sinyal sering dihadapi oleh para mahasiswa, terutama mahasiswa yang tinggal di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar.)

2. Regulasi aktivitas praktikum

Selain kebijakan tentang online learning, beberapa kampus membuat regulasi terkait kegiatan praktek yang harus dibatasi dan ditunda sementara waktu. Banyak program studi yang tugas mahasiswanya harus berurusan langsung dengan laboraturium, dan institusi luar kampus, contohnya program studi Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Setiap mahasiswa PBI UMY wajib mengikuti internship program yang dilaksanakan di beberapa sekolah afiliasi.

Internship adalah salah satu program unggulan PBI UMY. Selain menambah potensi dan kecakapan diri untuk bekal menjadi future educator, kegiatan ini menjadi satu-satunya program yang dilaksanakan di luar lingkungan kampus dan pastinya akan sangat menyenangkan jika dilakukan secara on-site. Namun, terhitung sudah 3 kali program tersebut dilaksanakan secara online selama pandemi.

3. Pulang ragu, tak pulang rindu

Niat mulia untuk menuntut ilmu di perantauan, bisa goyah dengan dilema yang satu ini. Walaupun bisa dirasakan saat keadaan normal, keinginan untuk pulang ke kampung halaman mencuat seketika dengan adanya kebijakan online learning yang konsepnya bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja. Untuk meminimalisir pengeluaran, biasanya mahasiswa rantau akan pulang ke kampung halaman masing-masing. Tetapi, COVID-19 membuat para mahasiswa perantau ragu untuk pulang. Ada beberapa pertimbangan. Satu, virus yang terbawa selama perjalanan. Dua, quarantine dan travel ban yang diberlakukan di beberapa wilayah. Ditambah lagi kondisi pandemi yang berlangsung bersamaan dengan bulan Ramadhan dan perayaan Idul Fitri membuat dilema semakin menjadi.

4. "Duh! I'm so depressed."

It is the conclusion from point 1 to 3, your mental health. Mahasiswa dihadapkan pada kondisi dimana semuanya serba mendadak. Kebiasaan yang biasanya dilakukan harus sementara waktu berhenti seakan terpaksa. Semua yang terjadi saat ini akan berimbas pada kesehatan mental para mahasiswa, dimana akan ada begitu banyak hal yang harus disesuaikan. There are a bunch of reasons, one of them is when you don't even know how to cope with this kind of situation. Pikiranmu akan berkelana dan tak sadar jika kamu sedang berada di ujung rasa putus asa.

Photo by PBI UMY on Instagram
Photo by PBI UMY on Instagram

Dari sekian poin yang dibahas, ada beberapa hal yang bisa dijadikan jalan keluar untuk survive. First thing first, coba untuk lebih bijak lagi dalam mengatur time management. Menuntut ilmu wajib dilaksanakan walau tantangan menghadang, namun jangan jadikan tantangan itu menjadi alasan untuk mengeluh kelelahan. Kedua, percayalah bahwa akan ada tangan yang terus membantu. 

Sebagai contoh, ada Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan salah satu program studinya, Pendidikan Bahasa Inggris, yang secara aktif memberikan berbagai macam bantuan kepada mahasiswanya. Bantuan yang diberikan sangatlah beragam, ada kuota, sembako, uang tunai, paket sahur dan berbuka selama Ramadhan hingga potongan UKT, lho! Kampus dengan slogan Muda Mendunia tersebut juga memberikan fasilitas konseling pendidikan untuk mahasiswa yang membutuhkan. So, manfaatkan kesempatan yang tersedia selagi dilema melanda saat jauh dari rumah.

To sum up, keep being healthy in and out. Don't forget to control your emotions. Try to socialize in a new way, and let yourself out of the bubbles. Free your mind with some exercise or outdoor activities while following the health protocols. Adapting is not something we can take for granted, it will affect some aspects of our life. (rwr)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun