Mohon tunggu...
Keenan Razak
Keenan Razak Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Wakil Presiden Mahasiswa Institut Agama Islam Tazkia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Evaluasi Kepemimpinan Ustman Bin Affan Sebagai Khalifah Ketiga dalam Prespektif Historis dan Teologis

2 November 2023   09:14 Diperbarui: 2 November 2023   22:55 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Sejarah Islam yang kaya dan kompleks dipenuhi dengan berbagai sosok penting yang telah memberikan kontribusi besar dalam pembentukan agama dan peradaban ini. Salah satu figur yang menduduki posisi sentral dalam perjalanan awal Islam adalah Khalifah Utsman ibn Affan, yang dikenal sebagai Khalifah Ketiga setelah Nabi Muhammad SAW. Evaluasi kepemimpinan Utsman ibn Affan dalam perspektif historis dan teologis adalah sebuah upaya untuk lebih memahami peran beliau dalam pembentukan ajaran dan sejarah Islam. Dalam buku “Khalifah yang Terbimbing: Utsman bin Affan” oleh Muhammad bin Abdul Wahhab, sahabat Utsman ibn Affan, sahabat terdekat Nabi Muhammad SAW, memiliki hubungan keluarga yang erat dengan Rasulullah melalui pernikahannya dengan dua putri Nabi, Ruqayyah dan Umm Kulthum. Keberkatan dari ikatan ini telah meningkatkan posisinya dalam masyarakat Islam awal, dan dia dianggap sebagai salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga oleh Rasulullah SAW. Kepemimpinan Utsman memiliki berbagai nuansa yang memunculkan kontroversi dan perdebatan dalam sejarah Islam.

Dalam buku The Life of Uthman Ibn Affan: The Third Caliph of Islam" oleh Abdus Salam Rustam menjelaskan tentang perjalanan kepemimpinan Utsman ibn Affan dalam dua perspektif yang berbeda, yaitu perspektif historis dan teologis. Dari sudut pandang historis, kita akan membahas peran dan tindakan penting yang diambilnya selama masa pemerintahannya. Sementara dari sudut pandang teologis, kita akan mempertimbangkan kontribusi beliau terhadap pengembangan dan pemeliharaan agama Islam, serta keyakinan dan keteguhan imannya.

Evaluasi ini akan membantu kita memahami kompleksitas kepemimpinan Utsman ibn Affan, serta perannya dalam sejarah dan teologi Islam. Terlebih lagi, melalui pemahaman yang lebih mendalam tentang kontribusi dan tantangan yang dihadapi oleh Khalifah Ketiga ini, kita dapat merenungkan pesan-pesan yang relevan dalam konteks Islam kontemporer dan bagaimana pemahaman ini dapat membentuk pandangan dan ajaran Islam masa kini.

Untuk memahami peran dan kontribusi Khalifah Ketiga Utsman ibn Affan dalam sejarah Islam, penting untuk melihat latar belakangnya dan periode kepemimpinannya yang krusial. Utsman ibn Affan lahir sekitar tahun 576 Masehi di kota Mekkah. Beliau memiliki asal-usul yang terhormat dan keluarga yang kaya, sehingga dia dikenal sebagai seorang sahabat yang memiliki sumber daya materi yang cukup.

Hubungan dengan Nabi Muhammad SAW

Salah satu aspek yang paling mencolok dari latar belakang Utsman adalah hubungannya dengan Nabi Muhammad SAW. Dia menikahi dua putri Nabi, Ruqayyah dan kemudian Umm Kulthum. Namun, kisah pernikahannya dengan putri Nabi bukan hanya tentang hubungan keluarga; ini juga menunjukkan keimanan dan dedikasinya terhadap ajaran Islam. Setelah Ruqayyah wafat, Utsman menikahi Umm Kulthum, yang juga wafat dalam usia muda.

Kedua pernikahan ini menggarisbawahi kesetiaan dan pengabdian Utsman kepada Nabi Muhammad.

Masa Pemerintahan Utsman

Utsman ibn Affan menjadi Khalifah Ketiga setelah kematian Khalifah Kedua, Umar ibn al-Khattab, pada tahun 644 Masehi. Pemerintahannya berlangsung dari tahun 644 hingga 656 Masehi. Pemilihan Utsman sebagai Khalifah merupakan tindakan yang mendapat persetujuan dari mayoritas umat Islam pada saat itu, dan dia mengambil alih kepemimpinan dalam periode yang sangat menentukan.

Selama masa pemerintahannya, terjadi sejumlah peristiwa penting yang membentuk sejarah awal Islam. Salah satu tindakan paling bersejarah yang diambil oleh Utsman adalah pembukuan Al-Quran dalam bentuk tulisan. Pada masa itu, Al-Quran masih ada dalam bentuk lisan, dan banyak sahabat yang hafal seluruh teksnya. Utsman memerintahkan kompilasi Al-Quran dalam bentuk tertulis untuk memastikan keutuhan teks suci tersebut dan mencegah potensi kerancuan di masa depan. Keputusan ini memiliki dampak yang jauh dalam pemeliharaan Al-Quran hingga saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun