Mohon tunggu...
Ghea Utari Mahar
Ghea Utari Mahar Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari tujan hidup

Slow but sure, i will find myself

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Pamer Parsel

23 Mei 2020   05:35 Diperbarui: 23 Mei 2020   05:59 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hendaklah kalian saling memberi hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai" riwayat sebuah hadist.

Tanpa bermaksud menyindir sana sini, apalagi menggurui, perkenankan saya meluapkan kegelisahan saya.

---

Dulu, seorang tetangga selalu rajin membuat dan menghias parsel ketika lebaran. Kalau kita lagi unjung-unjung ke rumahnya, deretan parsel cantik menghias ruang tamu. Kami - kami nih yang dulunya buat makan enak saja harus nabung dulu, selalu terpana melihat bingkisan - bingkisan itu terpajang.

Apa saya ini anti memberi hadiah? Tentu tidak. Kepada orang-orang yang saya kagumi atau sayangi, kalau ada rezeki dan kesempatan, insyaallah saya antar sendiri hadiah itu, walau tanpa bungkusan cantik atau barang yang kelihatannya tidak bernilai. Tapi percayalah, itu tidak akan menurunkan rasa sayang saya kepada mereka yang saya berikan hadiah.


Permasalahannya di sini adalah.. tahun ini super duper duper banyak orang yang memasukkan pemberian hadiah orang lain di feed instagram. Perasaan saya gelisah entah kenapa, padahal saya tahu dengan jelas hadist di awal, dan saya pun pernah memberikan atau menerima hadiah. Sampai akhirnya saya ingat kejadian masa kecil saya.

Dulu ga ada instagram. Jadi mungkin "rasa terima kasih" si penerima dilakukan dengan menjabarkan parsel - parsel tersebut di ruang tamu. Entah mereka menyadari atau memang sengaja, kalau ditaruh ditempat yang terbuka, banyak yang melihat. Pun di sosial media.

Dulu, karena saya pernah ada di posisi mau punya tas baru saja harus nabung setahun dan baru beli tas baru lagi 5 tahun kemudian, saya paham betul rasanya melihat parsel - parsel tersebut berjejeran di depan mata. Ingin rasanya saya dapat parsel itu lalu dijual di toko ibu saya biar saya bisa beli sepatu yang sudah bolong-bolong (dulu saya punya toko kelontong teman - teman).

Di masa pandemi ini, menurut saya tidak etis kalau pemberian orang lain tersebut dipajang di media sosial. Apa bedanya dengan parsel yang dijejer di ruang tamu? Akan banyak orang yang melihat, termasuk mereka yang harus dikeluarkan dari pekerjaan karena PHK, mereka yang ga dapet THR karena imbas cost saving, mereka yang dagangannya sepi karena ga bisa jualan.. banyak heey yang seperti ini.

Yang lebih parah, kalau akhirnya orang - orang yang sebenarnya sedang dilanda musibah akhirnya maksa memberikan hadiah hanya karena nggak mau kalah.

Ingin rasanya berteriak to the point, tapi mereka teman - teman baik saya. Dan saya bukan ustaz yang tau hadist apa yang bisa menjawab kegelisahan ini. Ingin rasanya bilang, ya mbok yo balas-balasan hadiahnya offline saja heey.. bukankah offline lebih akrab karena akan ada obrolan setelah itu, ada silaturahmi di situ..

Semoga Allah melindungi kita semua dari sifat pamer, dan semoga Allah memberikan kesabaran pada hati mereka yang tersakiti, mereka yang tidak mendapatkan hadiah, dan mereka yang tidak bisa memberikan hadiah. Aamiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun