Mohon tunggu...
Kebo Rawis
Kebo Rawis Mohon Tunggu... Penulis - Pencerita

Pandemen sejarah Nusantara yang sedang belajar menulis cerita silat berlatar masa kerajaan. Karya dapat dibaca di GoodNovel. Trakteer.id/keborawis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Misteri Alasan Prabu Airlangga Memindahkan Pusat Kerajaan Kahuripan

12 Agustus 2022   11:33 Diperbarui: 12 Agustus 2022   11:34 1687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

YANG tidak mengantuk sewaktu jam pelajaran sejarah di SMP/SMA pasti ingat kisah ini: Prabu Airlangga memindahkan ibu kota kerajaannya dari Kahuripan ke Daha. Yang belum disampaikan para guru sejarah adalah, apa alasan Sang Prabu mengambil keputusan besar tersebut.

Sebagaimana diabadikan dalam berbagai prasasti yang sudah diketemukan, Prabu Airlangga kerap memindah-mindahkan pusat pemerintahan di awal-awal mendirikan kerajaan. Tiindakan ini dapat dimengerti, sebab beliau dan segenap pendukungnya masih dalam keadaan bersiaga penuh.

Haji Wurawari yang menyerbu dan menghabisi Prabu Dharmawangsa Teguh tentu tidak menyangka kalau Airlangga bisa meloloskan diri. Karena sang pangeran blasteran Medang-Bali ini adalah kemenakan sekaligus menantu Prabu Dharmawangsa, maka harus diburu untuk dihabisi pula agar tak membawa malapetaka di kemudian hari.

Di lain pihak, Prabu Airlangga memendam dendam karena paman sekaligus mertuanya dibantai dengan keji. Satu demi satu orang-orang yang dia anggap terlibat dalam terbunuhnya Prabu Dharmawangsa dikejar dan diminta bertekuk lutut.

Pasa masa-masa ini Prabu Airlangga seperti sedang bergerilya. Berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Barulah setelah menuntaskan dendamnya pada Haji Wurawari dengan menyerbu Lwaram (Ngloram, Blora), Sang Prabu mantap membangun istana di kaki Gunung Penanggungan.

Meski di kaki gunung, tetapi letak istana tersebut tidak jauh dari pesisir timur Pulau Jawa. Hanya berjarak kira-kira 100 lie dari Pelabuhan Hujung Galuh. Cuma memakan waktu sekitar satu penanakan nasi kalau ditempuh dengan berkuda.

Namun kemudian tahu-tahu saja pusat pemerintahan berpindah ke Daha.

Pengaruh Islam?

Sependek pengetahuan saya, sampai saat ini belum ditemukan petunjuk jelas mengenai penyebab Prabu Airlangga melakukan perbuatan tersebut. Motif dan tujuannya masih gelap. Para sejarawan dan juga peminat sejarah partikelir tak urung jadi bertanya-tanya dibuatnya.

Apa kiranya alasan Prabu Airlangga memindahkan pusat pemerintahan dari Kahuripan ke Dahanapura? Dari Kahuripan (Sidoarjo) yang merupakan daerah dekat pesisir, pindah jauh ke tengah pulau di Daha (Kediri) yang terhitung pelosok. 

Seorang raja di Jawa biasanya memindahkan istana jika: (1) istana lama pernah diserang musuh, (2) istana lama dianggap berada dalam ancaman kekuatan/pengaruh lain. Pengaruh apa kiranya yang dirasa mengancam oleh Prabu Airlangga? Atau malah istananya pernah diserang?

Ada banyak petunjuk mengenai alasan Prabu Airlangga membagi dua kerajaannya menjadi Jenggala dan Kediri. Namun mengapa ibu kota kerajaan dipindahkan dari Kahuripan ke Daha, masih menjadi misteri besar.

Berangkat dari misteri itulah kemudian sekelompok peminat dan pemerhati sejarah di Jawa Timur tertarik untuk merangkai-rangkai teori. Salah satu teori yang kemudian muncul adalah: mungkinkah ada kaitan dengan semakin besarnya pengaruh Islam di pesisir Jawa?

Bagi yang menjadikan sejarah mainstream sebagai satu-satunya acuan, teori ini tidak masuk di akal. Pelajaran sejarah baku di sekolah mengajarkan Islam baru dikenal luas di Jawa pada era Wali Songo. Itu artinya di kisaran peristiwa runtuhnya Majapahit dan berdirinya Demak.

Ketika ada pertanyaan di Quora tentang kemungkinan pengaruh Islam dalam keputusan Prabu Airlangga ini, si penanya mendapat olok-olok. Ada penjawab yang berkata, "Dulu waktu pelajaran sejarah sering bolos ya." Ada pula yang mengatakan tidak ada relevansinya antara pengaruh Islam dan Airlangga.

"Pelajarilah Sejarah Indonesia dengan baik! Selisih masa Islamisasi pulau Jawa dengan zamannya kerajan Kahuripannya Airlangga sekitar 450 tahun. Jadi menghubung-hubungkan Airlangga dengan Islamisasi sama sekali tidak relevan." Demikian kata salah satu penjawab lain.

Padahal, bukti arkeologis sendiri menunjukkan sudah ada makam seorang muslimah di Desa Leran, Kecamatan Manyaran, Gresik, pada awal abad ke-11. Itu abad di mana Prabu Airlangga mendirikan kerajaannya, yang dalam teks sejarah disebut dengan nama Kahuripan.

Pada batu nisan makam muslimah bernama Siti Fatimah binti Maimun itu tertulis ia mangkat pada 2 Desember 1082 Masehi. Kerajaan Kahuripan sendiri didirikan oleh Prabu Airlangga pada 1019 Masehi. Bermakna, sudah ada komunitas Arab-Islam di Gresik pada masa Kahuripan tegak.

Tak ada keterangan kapan pastinya Prabu Airlangga memindahkan pusat pemerintahan ke Daha. Namun pada November 1042 Masehi, kerajaan sudah dibagi dua menjadi Jenggala dan Panjalu. Artinya, Siti Fatimah binti Maimun masih hidup pada saat Mpu Barada membagi kerajaan.

Dasar Argumen

Sepanjang yang saya baca-baca, ada beberapa dasar pemikiran yang menjadi landasan orang-orang yang berteori adanya pengaruh Islam pada keputusan Prabu Airlangga memindahkan pusat pemerintahan ke Daha.

Pertama, saudagar-saudagar Arab-Muslim diketahui sudah akrab dengan Nusantara sejak sebelum tahun 1000-an Masehi. Utamanya dari jalur Hadrami selepas pembantaian Husain bin Ali di Padang Karbala, yang lantas berbuntut menyebarnya generasi keturunan Ali bin Abi Thalib ke mana-mana akibat jadi target Bani Umayyah dan kemudian Bani Abasysyiah.

Di artikel Historia ini juga disebutkan dugaan jika para pedagang Arab-Hadrami sudah sampai ke Nusantara sejak abad ketujuh Masehi: Awal Mula Datangnya Orang-orang Arab ke Nusantara. Ya, dugaan. Namun tentu saja dugaan seperti ini tidak berangkat dari pikiran kosong belaka.

Beberapa ada pula yang berteori jika para saudagar Quraisy seperti Abu Sufyan bin Harb sudah sampai di Nusantara, untuk kulakan kapur Barus dan rempah-rempah, pada era Rasulullah SAW masih hidup. Itu artinya pada abad keenam.

Dalam salah satu versi legenda Ratu Sima memotong tangan puteranya, karena sang pangeran mengambil kantung emas yang tergeletak di jalan, disebutkan jika kantung emas itu milik seorang saudagar Arab yang tengah singgah di Kalingga (Kedatangan Islam Pertama dan Pengembara Arab di Nusantara |Republika Online).

Okelah, yang terakhir tadi masih bisa diperdebatkan apakah berdasarkan kenyataan, murni legenda turun temurun, atau malah sudah dibengkokkan agar dekat dengan pengaruh tertentu. Misalnya, untuk membangun kesan jika Islam hadir di Nusantara jauh lebih lama dari yang diajarkan selama ini.

Yang jelas, dari kajian yang dilakukan para peminat sejarah partikelir tersebut, muncul dugaan jika dalam satu era dengan Prabu Airlangga mendirikan kerajaan sudah banyak sekali orang-orang Arab-Muslim yang tinggal di pesisir utara Jawa, khususnya Gerawasi (Gresik).

Kalau kita membuka peta, maka Gerawasi itu terhitung dekat sekali dengan Kahuripan (Sidoarjo). Ketika para pendatang ini membentuk komunitas yang kian membesar pengaruhnya, lalu orang-orang pribumi turut bergabung pula, tidak heran jika Prabu Airlangga lantas menjadi khawatir.

Mengapa Prabu Airlangga tidak menyerang Gresik saja?  Mungkin saja pernah, tetapi bisa jadi beliau punya pertimbangan lain sehingga lebih memilih menyingkir dari kawasan pesisir dan menetap di tengah-tengah Jawa.

Butuh Pembuktian

Memang narasi tentang pengaruh Islam dalam kepindahan pusat kerajaan Kahuripan ini masih berupa teori. Masih butuh pembuktian, itu jelas. Namun, bukankah sampai sekarang saja masih banyak hal dalam sejarah yang masih berupa teori dan dugaan? Pun sampai saat ini masih banyak ahli sejarah yang saling berbeda pendapat mengenai banyak hal, bukan?

Para pegiat sejarah di Lamongan, misalnya, semakin giat mengutarakan pendapat jika pusat pemerintahan kerajaan Prabu Airlangga bukanlah di kaki Gunung Penanggungan. Mereka yakin letak sebenarnya adalah tempat yang sekarang bernama Desa Slahar Wotan di Kecamatan Ngimbang, Lamongan.

Malah ada pula yang mengajukan pendapat jika kotaraja Dahanapura bukanlah di sisi Bengawan Sigarada alias Kali Brantas di Kediri, melainkan di Pamotan. Dusun Pamotan sendiri merupakan tempat ditemukannya Prasasati Pamwatan yang pada bagian atasnya memuat nama DAHANAPURA (Baca: Lamongan Diduga Ibu Kota Kerajaan Kahuripan).

Dan yang begini ini, perbedaan-perbedaan penafsiran dan pendapat mengenai satu iven sejarah seperti ini, ya lumrah-lumrah saja dalam bidang kesejarahan. Mengajukan teori dan pendapat saja kok, masa tidak boleh?

Sampai kemudian ada petunjuk kuat yang tidak terbantahkan lagi, misalnya temuan prasasti, berbeda pendapat dan simpulan mengenai suatu kejadian dan atau lokasi dalam sejarah bukanlah sesuatu yang gawat.

Tidak seperti ilmu hitung yang, umumnya, bersifat pasti, sejarah itu ilmu yang selalu berkembang seiring diketemukannya bukti-bukti maupun pendapat-pendapat baru. Apa yang 10 tahun lalu diajarkan kepada kita sebagai sebuah kebenaran, bisa jadi sekarang malah salah sama sekali.

Kembali ke alasan Prabu Airlangga memindahkan pusat pemerintahan, apakah benar ada pengaruh Islam di dalam pengambilan keputusan itu, biarlah waktu yang akan menjelaskan semuanya.

Saya hanya bisa mengatakan, teori ini sangat menarik sekali. Sama menariknya dengan pendapat yang mengatakan jika Islam sejatinya sudah masuk dan berkembang di Jawa 3--4 abad lebih awal dari yang tertulis di buku-buku sejarah.

Salam rahayu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun