Mohon tunggu...
Saiful Bahri. M.AP
Saiful Bahri. M.AP Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Masalah Sosial, Politik dan Kebijakan Publik

CPIS - Center for Public Interest Studies

Selanjutnya

Tutup

Politik

Putusan MK Hapus Ambang Batas Capres: Akankah Partai Besar Perketat Verifikasi Parpol?

4 Januari 2025   10:45 Diperbarui: 4 Januari 2025   10:42 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://tirto.id/polemik-presidential-threshold-mk-lepas-tangan-dpr-tak-mau-revisi-gpqj

Studi Kasus dan Dampak Kebijakan

Pengalaman dari berbagai negara menunjukkan bahwa regulasi yang memberatkan partai politik dapat merugikan demokrasi. Sebagai contoh, penelitian oleh Biezen dan Rashkova (2014) menunjukkan bahwa regulasi yang terlalu ketat terhadap partai politik di negara-negara Eropa Timur justru menghambat lahirnya partai-partai baru dan memperkuat oligarki politik. Negara-negara seperti Rumania dan Bulgaria menerapkan aturan ketat terkait jumlah anggota minimal dan distribusi keanggotaan partai, yang pada akhirnya mempersempit kompetisi politik. Akibatnya, dominasi partai lama semakin kuat, dan partai-partai baru kesulitan untuk bertahan dalam jangka panjang.

Selain itu, studi kasus dari Rusia mengungkap dampak serupa. Pemerintah memberlakukan regulasi ketat pada partai politik yang tidak memiliki perwakilan di parlemen, seperti keharusan mengumpulkan 200.000 tanda tangan untuk mengikuti pemilu. Praktik ini menyebabkan partai oposisi menghadapi hambatan besar, sehingga kompetisi politik menjadi tidak seimbang. Akibatnya, demokrasi di Rusia mengalami kemunduran, dengan tingkat partisipasi politik yang menurun dan minimnya alternatif pilihan politik bagi pemilih.

Studi dari Meksiko juga menunjukkan bahwa regulasi ketat dapat memperkuat posisi partai besar sekaligus menciptakan hambatan bagi partai kecil. Misalnya, kewajiban partai memiliki infrastruktur di seluruh negara bagian membuat partai kecil kesulitan untuk bersaing, sehingga sistem politik didominasi oleh partai-partai mapan seperti PRI dan PAN. Kondisi ini mengurangi keberagaman politik dan berpotensi meningkatkan apatisme pemilih.

Di Indonesia, dampak serupa sudah terlihat. Dalam Pemilu 2019, beberapa partai kecil gagal memenuhi persyaratan administratif seperti verifikasi keanggotaan dan infrastruktur, sehingga tidak bisa berpartisipasi dalam pemilu. Situasi ini mempersempit ruang kompetisi dan pilihan politik bagi masyarakat. Jika regulasi yang memberatkan diterapkan dalam Pemilu 2029, ada risiko lebih besar bahwa apatisme politik meningkat karena masyarakat merasa pilihan politik mereka semakin terbatas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun